3.

3 1 0
                                    

Yulita membuka pintu. "Seno?!"

"Gue 'kan udah bilang. Gue mau ngajak lo."

Akhirnya Yulita pun berpakaian rapih sesuai acara yang akan dia kunjungi yaitu pesta ulang tahun. Dia menggunakan gaun selutut dengan lengan sebahu berwarna merah cerah. Namun dibalik itu semua, dia merasa kesal.

Seno terdiam. Tanpa disadari mulutnya menganga saat melihat Yulita berpenampilan cantik seperti sore ini. Dia hanya bisa menelan ludah. "Ay,"

"Dress-nya bebas 'kan?" tanya Yulita dengan percaya diri.

"Hmmm," Seno berpikir. "Iya, dress-nya bebas." Dia hanya menggunakan kemeja hitam.

Mereka pun masuk ke suasana pesta ulang tahun. Betapa terkejut Yulita saat melihat suasana. Dia merasa orang paling sial. "Bangsat lo! Kenapa lo bohongin gue?!" kesalnya dengan gereget.

Seno menahan tawanya. "Supaya gue puas liat lo."

Yulita hanya menyunggingkan senyum saat orang lain melihatnya. Dia terkejut saat tangan kanannya ditarik Seno untuk bergandengan. "Musibah apa lagi ini." Lirihnya.

"Apa?"

Yulita menggeleng kaku.

"Lo masih inget tadi siang? Nama lo akan tenar." Lirih Seno.

Yulita membalikkan tubuhnya, tetapi Seno menahannya lebih kuat. "Udah tanggung ke sini." Ujar Seno, lalu berjalan sambil menggandeng Yulita.

Mereka menghampiri teman Seno yang ulang tahun. Ternyata dia teman SD Yulita. Mereka mengucapkan selamat pada Sabila. "Sorry, gebetan gue lagi lupa ingatan. Jadi dia salah pake baju yang udah gue omongin." Ledek Seno.

Yulita hanya melotot pada Seno, lalu tersenyum malu pada orang-orang yang di sekitarnya. "Sorry. Tadi buru-buru." Dia merapihkan baju untuk menyembunyikan rasa malunya.

"Ada yang bilang sama gue sih, ada yang mau jadian." Sindir Sabila. Dia mendekat pada Seno. "Semoga hari ini beruntung." Lalu dia mendekat pada Yulita. "Malem ini lo pasti dibikin bahagia sama dia." Bisik pada teman SD-nya itu. "Selamat menikmati acaranya. Gue tinggal dulu." Dia pun meninggalkan Seno dan Yulita.

Setelah acara ulang tahun selesai dan kini tinggal waktu menyantap makanan ringan. Sabila memberi intruksi untuk mengumpulkan teman-temannya. "Perhatian! Gue mohon buat perhatiannya ke sini. Karena ada hal penting yang akan kita lihat."

Semua tamu tertuju pada Sabila, termasuk Seno dan Yulita. Namun tiba-tiba Seno menarik tangan kanan Yulita ke depan, tempat dimana Sabila berdiri dan menjadi pusat perhatian. Sabila pun berjalan untuk ikut berdiri bersama yang lain, melihat apa yang akan dilakukan Seno pada Yulita.

Yulita melotot. Dia terkejut dengan apa yang dilakukan Seno. Dia berusaha menarik tangan kanannya sambil melotot pada Seno untuk meminta dilepaskan tangannya. Namun Seno malah menggeleng dengan santai. Yulita teringat kalimat tadi siang saat di sekolah. Seno berjalan mendekat pada Yulita di bagian telinganya. "Jangan salahin gue kalau nama lo jadi tenar, bahkan lebih." Lalu dia pergi.

"Mampus gue!" Yulita berusaha menarik tangan kanannya.

"Gue gak akan lepasin tangan lo." Kalimat itu keluar dari mulut Seno dengan suara agak keras.

Membuat Yulita menghentikan tindakannya. Dia pun hanya bisa terdiam, lalu menundukkan kepala. Untuk lebih tenang, dia memejamkan mata beberapa detik dan setelah itu dia membukanya dengan perasaan lebih tenang. Dia terkejut saat melihat di depannya, Seno sedang memegang rangkaian bunga mawar palsu. Dia pun mengangkat kepala, lalu memberanikan diri untuk menatap mata Seno.

"Sorry, bunganya bunga palsu." Seno tertawa kecil. "Gue cuman pengen bunganya gak akan pernah layu selamanya supaya lo bisa terus simpen." Dia menelan ludah. "Yang terpenting, gue sayang sama lo." Pelipisnya berkeringat. "Dan, lo mau 'kan jadi pacar gue?"

Untuk kali pertama bagi Seno. Dia mengatakan kalimat itu di depan umum. Untuk kali pertamanya pun, hatinya berdebar saat mengatakan kalimat itu. Dia benar-benar gugup. Ini ungkapan yang menebarkan dalam hidupnya, karena selama ini dia menyatakan cinta pada perempuan sembarang yang dia pilih. Mereka pun hanya sebagai mainan, maka dari itu dia tak pernah memiliki perasaan pada salah satu dari mereka.

Untuk kali pertama jantung Yulita berdebar oleh laki-laki, setelah hal itu tak terjadi semenjak 1 tahun lebih. Bagaimana tidak, untuk kali pertamanya pun dia ditembak oleh orang yang baru saja kenal di depan umum, bahkan untuk PDKT pun tidak. Dia merasa bingung, tapi baginya tak mungkin mempermalukan Seno di depan teman-temannya, setelah tadi siang dia mempermalukan laki-laki ini di depan umum.

Yulita tersenyum sambil tangan kanannya mengambil rangkaian bunga dari tangan Seno. Semua yang melihat bersorak atas diterimanya teman mereka. Lalu Seno mencium kening Yulita. Yulita hanya tersenyum malu.

Tiba-tiba mata Yulita tertuju pada seseorang yang sudah lama dia kenal. Begitu betah matanya menatap dia. Seno yang menyadari hal itu, langsung memegang tangan kirinya. Setelah melihat Yulita dan orang itu berpandangan, dia eratkan pegangannya. Hal itu membuat Yulita sadar dan melihat pada Seno. Seno hanya tersenyum.

Hal yang baru saja Yulita lihat membuat tubuhnya lemas. Dia menyandarkan tubuhnya pada Seno dan berbisik. "Gue mau pulang."

Akhirnya mereka meninggalkan acara. Mereka pun berjalan ke parkiran tempat Seno memarkirkan mobil.

"Gue gak tahu maksud lo apa!" Yulita menghentikan langkah. "Yang jelas, gue gak suka dengan apa yang barusan lo lakuin." Dia melempar bunga tepat pada wajah Seno. "Lo pikir lucu?!"

Seno tertawa kecil. "Gue 'kan udah bilang sama lo. Gue bakal bikin nama lo tenar."

"Gue gak butuh!" tepat kalimat itu keluar di depan wajah Seno. "Apa sih mau lo?! Apa mau lo sampe bikin malu gue di depan semua orang?! Itu bikin lo seneng? Tapi gak buat gue!" lalu dia meninggalkan Seno dan masuk ke dalam mobil.

Seno tertawa kecil, lalu dia mengambil bunga yang sudah terlihat agak berantakan di depan kakinya. Dia merapihkan rangkaian bunga, lalu mengikuti Yulita untuk masuk ke dalam mobil. Dilihatnya Yulita senang memegang kepala dan wajahnya terlihat pucat. Dia menjalankan mobil.

Yulita kesal saat menyadari mobil Seno berhenti dan semakin kesal saat Seno turun tanpa berbicara. Dia tidak tahu apa yang dilakukan laki-laki brengsek itu, tapi yang jelas dia ingin cepat pulang karena kepalanya yang semakin terasa pusing.

"Minum!" Seno memberikan jus tomat pada Yulita.

Yulita hanya melihat dengan sinis. "Gue gak suka tomat."

"Tapi lo harus minum ini." Seno memberikan kembali jus tersebut.

Yulita terdiam beberapa detik, lalu membawa jus tomat dengan kasar. Dengan rasa yang tak enak dia pun meminum jus tersebut untuk memperbaiki tubuhnya yang terasa lemas. "Gue mau pulang!"

Setelah sampai di depan rumah Yulita. Dia turun begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Seno hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Makin cantik aja lo." Dia melihat rangkaian bunga. Dia mengambilnya, lalu memberanikan diri untuk masuk ke dalam rumah Yulita. Dia hanya menyimpan bunga di atas meja, lalu pergi.

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now