"Finally!" pekik Yulita setelah dia keluar dari kelas ruangan dia melaksanakan ujian nasional. Tak ada yang dia lakukan selama 3 hari ini selain belajar dan belajar. Kali ini dia sudah bebas dengan apa yang dia ingin lakukan.
Anak RS berkumpul di rumah Yulita sebagai perayaan. Namun kali ini tak seperti biasanya. Biasanya di rumah selalu ada sedia makanan cukup banyak, tetapi uang pemberian dari kakaknya sudah hampir habis sehingga dia harus menghemat.
"Sutisna gimana kabarnya?" tanya Seno saat ikut bergabung dengan RS di ruang belakang.
"Udah ditangkap dia." Jawab Upi sebagai pelapor ke polisi dan pastinya tahu berita itu lebih jauh.
Yulita duduk di samping Seno sambil membawa jus bayam. Tiba-tiba handphone di sakunya berdering. Dia mengambil, lalu melihat layar yang ternyata ada panggilan dari kakaknya. Dia menyimpan kembali setelah melihat si penelepon.
"Angkat aja dulu." suruh Seno yang melihat nama panggilan.
Yulita hanya diam, lalu dia pergi.
RS menginap di rumah Yulita, termasuk Seno walaupun besok dia akan mengikuti test untuk masuk ke militer. Yulita menghampirinya yang sejak tadi hanya terdiam di kursi dapur. "Kenapa, sih?" tanyanya sambil memegang kedua bahu Seno.
Seno hanya tersenyum, menandakan dia baik-baik saja. "Gak apa-apa, sayang." Dia memegang kedua tangan Yulita. "Jadi sekarang kamu mau gimana ke depannya?"
Yulita teringat. Seno pasti dengan memikirkan masuknya dia ke militer. "Aku tahu kamu mikirin apa,"
Seno memalingkan wajah dan melepaskan kedua tangan Yulita. Sebenarnya dia tak mau membahas hal itu dengan Yulita. Karena dia tahu Yulita hanya akan selalu menyemangatinya dan bukan memberi solusi.
"Sen," Yulita mengusap tangan kanan Seno. "Besok aku temenin kamu, yah?"
"Gue gak mau jadi tentara, Yuy!" Seno menoleh pada Yulita. "Apa gue harus gak jadi diri gue sendiri lagi? Setelah bertahun-tahun gue gak jadi diri gue sendiri yang gak bisa hidup tanpa lo. Dan lo pikir itu bisa?!"
"Dan lo bisa 'kan tanpa gue. Artinya jadi tentara pun perlahan akan bisa."
"Emang gue bisa. Tapi lo gak tahu sakitnya gimana!"
"Ya udah. Gue dukung bagusnya aja buat lo." Yulita menggenggam tangan kanan Seno. "Lo 'kan yang jalanin hidupnya."
"Lo gak takut kalau gue nanti sama cewek lain di sana?"
Yulita tersenyum begitu tulus. "Gue yakin sama lo. Lo gak akan pernah khianatin gue. Gue yakin lo bakal selalu sayang sama gue apapun yang terjadi. Bahkan saat lo marah pun." Jawabnya meyakinkan Seno.
Seno melepaskan genggaman Yulita. Dia keluar dari pintu rumah. Menghisap sebatang rokok untuk lebih tenang. Yulita benar. Jika Yulita yakin mengapa dirinya tidak yakin dengan dirinya sendiri yang harus menjaga hati jika jauh. Tapi bagaimanapun dia tidak mau berpisah lagi dengan Yulita, bahkan kehilangan sosok Yulita.
Plak! Tamparan melayang di pipi kanan Seno.
"Udah cukup aku bohong sama diri aku sendiri. Dan aku gak bisa ikutin apa yang Ayah mau!"
Plak! Tamparan kedua melayang di pipi kiri Seno.
"Karena aku gak mau kayak Ayah!" seru Seno. "Yang selalu ninggalin keluarganya demi kerja dan ternyata selingkuh di belakang Mamah. Dan hal yang gak bisa aku terima, Ayah bohongin aku dan misahin aku sama Mamah bertahun-tahun. Ayah pikir aku bisa terima gitu aja?!"
Pak Eki semakin kesal.
"Aku gak mau ninggalin orang-orang yang aku sayang. Aku bakal jaga mereka. Dan bukan ninggalin mereka." Seno melangkah menjauhi Pak Eki. Dia berhenti dan menoleh. "Aku yang sekolahnya gak bener bukan berarti aku gak punya masa depan, dan Ayah jadi berhak aku seenaknya!" dia pergi meninggalkan rumah.
Ibu Marin menghampiri Pak Eki. "Udah Mas. Anak kita udah gede. Dia berhak buat nentuin ke depannya mau gimna. Kita harus percaya sama dia, Mas. Apalagi Mas yang ngurus dia selama ini. Masa Mas gak yakin." Beliau mengusap bahu suaminya.
YOU ARE READING
TERIMA KASIH HUJAN
Teen FictionSeseorang mengganggu hidup Yulita Nurul Azmi. Hanya karena dia menolongnya saat hujan deras. Dia selalu mempermalukan laki-laki bernama Seno itu agar tak menganggunya. Namun Seno membalas tindakannya dengan mengungkapkan perasaan di depan semua oran...