22.

4 1 0
                                    

Seno menjemput Yulita untuk berangkat sekolah. Mereka berangkat bersama. Kali ini mereka berangkat lebih awal untuk sarapan bersama terlebih dahulu. Mereka menikmati bubur ayam hangat di pagi hari. Begitu terasa istimewa walau hanya di pinggir jalan. Karena ini kali pertama mereka bersama dengan perasaan yang berbeda.

Mereka masuk gerbang sekolah tanpa bel berbunyi lebih dulu. Seno mengikuti Yulita untuk mengantar ke kelas.

"Gue bukan anak kecil kali!" Yulita menghentikan langkah setelah menyadarai Seno yang mengikutinya. Dia tertawa kecil.

"Hmm," Seno mencari alasan. "Gue mau mastiin lo baik-baik aja. Gimana kalau lo lagi jalan keseleo? Atau lo digigit semut." Jawabnya serius.

Yulita tertawa mendengar alasan dan wajah Seno. Dia menampar pipi kanan Seno pelan, lalu melanjutkan langkahnya.

Kelas sudah sepi. Kelas sudah bubar dari beberapa menit lalu. Kini Fosil sedang bersembunyi dari kelas tambahan untuk persiapan ujian nasional. Oleh karena itu mereka tetap terdiam di kelas sambil menunggu pasangan mereka yang akan menjemput ke kelas dan kabur bersama.

"Kenapa dia gak nyerang lo?" tanya Hana kebingungan. Halis tebalnya menunjuk pada bangku tempat Milah duduk.

'Insaf kali!" Jawab Yulita sambil merapihkan rambut.

"Tapi tatapannya gak enak. Bahkan mukanya gak enak."

"Udah ngaku kalah kali!"

Tiba-tiba ada seseorang masuk. Ternyata Seno. "Lets go!" ajaknya antusias.

Yulita berpamitan, lalu dia menghampiri Seno yang berdiri di depan pintu kelas. Mereka lebih dulu ke kantin untuk membeli batagor kesukaan Seno. Saat mereka menunggu batagor selesai, mereka duduk di kursi kantin. Namun tibat-tiba terdengar Pak Kusmin berteriak. "Jangan pada kabur buat pelajaran tambahan!"

Mendengar teriakan itu membuat Seno dengan cepat mengambil batagor, lalu berlari sambil menarik tangan kanan Yulita, bahkan dia lupa membayar batagor. Namun Pak Kusmin mengetahui larinya mereka. Pak Kusmin mengejar mereka berdua. Mereka berlarian di koridor bawah sambil tertawa kecil, Pak Kusmin terus mengejar dengan amarah. Tak ada cara lain untuk Seno, akhirnya dia berlari keluar sekolah. Mereka berlari di trotoar. Sampai akhirnya Pak Kusmin tak mengejar mereka sampai keluar sekolah.

Yulita tertawa kecil dengan napas yang tergesa-gesa karena cape. "Gila gue cape banget!" dia duduk di kursi halte.

"Lumayan. Waktunya 'kan bisa kita pake buat berduaan." Seno memegang tangan kanan Yulita, lalu menariknya dan mereka menaiki angkot.

Mereka turun di mal Halil. Mereka bermain-main di dalam mal. Hingga bayangan 4 tahun lalu teringat di benak mereka. Saat tubuh mereka masih seumur remaja. Saat itu mereka berlarian, bersembunyi hingga mereka tak bertemu lagi karena hilang jejak. Mereka berdua pun terpisah, bahkan dengan orangtua mereka. Mereka hanya menangis dengan kebingungan akan pergi kemana.

Yulita dan Seno tertawa saat mengingat itu semua. Kini dia sedang berjalan ke timezone sambil menikmati es krim.

"Kita ada-ada aja ya, dulu." Yulita masih tertawa. "Sampe sekarang pun."

Akhirnya mereka sampai di timezone. Mereka memainkan setiap game anak-anak. Tanpa rasa malu dilihat anak kecil yang bukan sebandingnya. Sampai mereka menangisi anak kecil yang akan naik, lalu meraka mengusirnya. Hingga mendapat teguran dari penjaga. Tetapi mereka tidak kapok.

Mereka bermain bersaing. Hingga ada hukuman untuk yang kalah. Seperti membeli koin dan meneraktir makanan atau minuman. Tanpa mereka sadari sudah 2 jam berada di dalam timezone. Mereka keluar dari pintu timezone.

Seno belum puas menghabiskan waktu bersama Yulita. Dia mengajaknya untuk menonton. Mereka pun nonton dilengkapi popcorn, es kirim dan minuman dingin. Film yang mereka tonton kali ini film romantis.

Sebelum pulang. Mereka makan lagi karena Yulita yang merasa lapar, membuat Seno pun ikut makan. Mereka menikmati makanan bersama. Kemudian ada suara audio yang menyuruh pengunjung segera keluar dari mal. Saat orang lain tergesa-gesa segera keluar, Seno begitu santai berjalan untuk keluar.

"Sen kecepetan dikit , kenapa!" Yulita terlihat panik dengan isi mal yang sudah tidak ada siapa-siapa selain dirinya, Seno dan satpam yang sedang berkeliling.

"Santai aja kali." Seno tetap berjalan santai. "Lagian 'kan lebih enak ke kunci di mal, biar berduaan sama lo." Dia memasang wajah menggoda.

Yulita tertawa kecil. Namun dia tetap menarik tangan Seno. Tiba-tiba Seno menghentikannya saat di ujung ruangan ada sebuah keranjang. Dia menyuruhnya untuk naik ke dalam keranjang. "Lo 'kan dari tadi jalan. Sekarang gue gak mau lo sakit kaki." Suruhnya.

Yulita tertawa kecil. Entah hal gila apa yang sebenarnya akan dilakukan Seno. Dia menurut saja. Karena dia yakin, Seno akan selalu membuatnya bahagia bukan akan mendorong keranjang begitu saja untuk mencelakainya.

Seno mendorong keranjang yang dinaiki Yulita. Dia begitu semangat sambil berlari, disertai tawa mereka berdua. Seorang satpam yang melihat mereka, mengejar mereka. Namun hal itu membuat Seno semakin sengaja menjahili satpam. Dia berlari menjauh pintu keluar.

"Hei! Hei! Cepet kalian keluar!" tegur Satpam.

Hingga akhirnya 2 orang satpam mengejar mereka.

"Sen, udah ah kita keluar! Entar makin banyak satpamnya!" seru Yulita.

Akhirnya Seno membawa keranjang itu keluar mal. Dia hanya tertawa saat beberapa satpam mengejar mereka berdua. Yulita yang di dalam keranjang merasa panik, namun dengan cepat panik itu hilang karena melihat Seno yang terus tertawa. Dia pun ikut tertawa melihat wajah-wajah satpam yan sudah lelah.

Keranjang pun dibawa Seno ke tepi jalan. Satpam tanpa lelah mengejar mereka. Hingga akhirnya satpam tak terlihat lagi. Seno mendorong keranjang pelan. Karena sebenarnya dia pun merasa lelah. "Oh my God, gue cape banget." Dia menghentikan keranjang, lalu duduk di trotoar.

Yulita tertawa melihat wajah Seno yang lelah dan dipenuhi keringat. "Ini kelakuan lo sih!" dia turun dari keranjang. Dia menghampiri Seno dan membersihkan keringat dengan telapak tangannya. "Kamu lucu kalau lagi cape."

"Cape ya bikin kamu bahagia." Napas Seno tergesa-gesa.

Yulita tersenyum melihat Seno. Dia memeluk Seno dari samping. "Makasih Seno untuk hari ini!"

Yulita meminta jemput pada Hana. Karena kebetulan dia akan menginap di rumahnya. Sambil menunggu Hana, Yulita dan Seno menikmati segelas kopi hangat yang ada di emperan. Segelas kopi habis, Hana pun datang dengan mobilnya. Lalu dia mengantarkan Seno terlebih dulu ke rumah Rafi untuk mengambil motornya yang tadi dia titipkan saat akan kabur dari sekolah.

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now