"Udah bubar?"
"Gue jemput sekarang?"
Pesan tersebut berkali-kali muncul dari layar handphone Yulita atas nama Kecoa. Tapi dia biarkan begitu saja. Dia memutuskan untuk pulang bersama Anggun, tetapi baru saja dia akan naik motor Anggun, tangan kanannya tertahan oleh seseorang yang ternyata Seno.
"Gue nunggu lo dari tadi." Lirih Seno tepat di telinga Yulita.
Munculnya Seno membuat Anggun meninggalkan Yulita agar mereka berduaan. Yulita hanya terdiam hal itu terjadi. "Gue bisa pulang sendir." Jawabnya memasang wajah cuek.
Seno menarik tangan Yulita dengan kasar hingga Yulita kesakitan. "Gue udah bilang," bisiknya tepat di telinga kanan Yulita. "Kalau ada yang macem-macem sama lo, telepon gue." Dia menarik tangan Yulita untuk masuk ke dalam lobi sekolah. Dengan cepat Yulita menahan dirinya untuk menolak Seno.
"Udah. Udah. Gue gak apa-apa." Ujar Yulita meyakinkan Seno.
Seno terdiam saat dia memperhatikan kedua pipi Yulita agak merah. Kesalnya semakin menjadi-jadi. "Selama lo di samping gue, gue gak akan satu orang pun yang bisa nyakitin lo, sekali dia nyakitin lo, siapa pun itu, bakal gue,"
"Gue yakin besok dia gak akan ada di sekolah ini lagi." Potong Yulita. "Jadi gue mohon, sekarang kita pergi dari sini." Dia menarik tangan Seno keluar lobi dan berjalan menuju parkiran sekolah.
Sejak tadi Seno hanya bisa menatap Yulita dengan tatapan bingung. "Orang keras kayak dia harus dikasih kekerasan lebih!"
"Gue udah kasih dia lebih dari kekerasan. Sekarang kita pulang." Ajak Yulita. Namun Seno berjalan sendiri untuk melakukan tindakannya dengan wajah yang penuh amarah. Hal itu membuat Yulita pun menjadi kesal. "Kalau lo gak mau dengerin gue, jangan harap kita bakal temenan lagi!" serunya. Tanpa berpikir panjang Seno memutar balikan kakinya berjalan menuju Yulita.
"Jadi sekarang kita kemana?" Seno menggunakan helm.
Yulita hanya terdiam dengan tindakan Seno yang begitu derastis hanya dengan kalimat yang tak sengaja dia katakan karena rasa kesalnya. Akhirnya mereka pun pergi dari sekolah dan Seno mengajak Yulita ke mal.
"Ngapain kita ke mal?" tanya Yulita kebingungan setelah dia turun dari motor Seno tepat di parkiran mal. "Gue males kalau nonton."
Seno tertawa kecil. "Kegeeran," dia mengacak-ngacak rambut Yulita, lalu meninggalkan Yulita yang kesal dengan tampilannya yang menjadi berantakan. Dia berlari kecil menyusul Seno. Mereka pun masuk ke dalam mal.
"Bahan makanan lo 'kan pada abis. Sekarang lo belanja." Suruh Seno dengan entengnya.
"What?!" seru Yulita dalam lift, untung saja di dalam lift hanya mereka berdua. "Lo pikir gue pembantu lo?!"
"Lo harus hidup sehat." Seno lebih dulu keluar dari lift. Begitu santainya dia tiba-tiba membawa keranjang belanja.
Akhirnya Yulita pun belanja untuk kebutuhannya selama sebulan. Karena untuk waktu sebulan, dia mengambil makanan yang dia mau lebih dari satu. Untuk mencairkan suasana pun, Seno mengajaknya bercanda. Mereka pun akhirnya bermain-main di sekitar alfamart sehingga membuat mereka kelihatan akrab. Yulita pun bisa melihat, jika Seno asyik untuk diajak bercanda.
"Lo belanja gak kurang banyak?" tanya Seno saat mereka sudah menunggu pembayaran selama 10 menit di kasir.
"Tapi 'kan kita gak bawa mobil." Ingatan itu baru saja masuk dalam pikiran Yulita.
Akhirnya Seno memutuskan untuk pulang terlebih dahulu dan membawa mobil sedangkan Yulita tetap menunggu pembayaran kasir yang masih banyak untuk dihitung. Yulita merasa haus, akhirnya dia mencari minuman. Dia terkejut saat melihat "dia" yang dia temui di pesta ulang tahun Sabila. Dengan cepat dia memalingkan wajah dan menjauh dari posisi "dia" yang sedang bersama perempuanya.
Setelah menunggu sekitar 1 jam, akhirnya Seno datang memabawa mobil. Dia mengantarkan Yulita untuk pulang. Namun ternyata di rumah Yulita sudah ada Fosil.
"Udah mulai berani berduaan." Sindir Laras sambil membawa keresek belanja Yulita untuk dibawa ke dapur.
Setelah semua belanjaan Yulita dipindahkan, Seno berpamitan untuk pulang. "Besok gue jemput lo lagi." Dia menyunggingkan senyum.
"Mending makan bareng kita." Ajak Laras yang berteriak dari dapur.
Yulita tersenyum malu. "Lo 'kan cape udah nemenin gue, jadi sekarang lo pulang dan istirahat di rumah." Ujarnya dengan suara agak keras. Dia semakin tersenyum malu.
"Bye," Seno mundur satu langkah sambil matanya terus menatap Yulita dengan tersenyum lebar. "Gue tinggal," dia memainkan lidah di atas langit-langit mulutnya. Begitu menggoda. "Good night." Senyuman terakhir dia lemparkan pada Yulita yang semakin merasa malu. Tiba-tiba dia berjalan mendekat Yulita. "Muka lo pucet. Lo jangan lupa bikin jus tomat, terus minum." Tanpa mendengar jawaban, dia berjalan cepat ke gerbang.
"Bye!" Yulita hanya melambaikan tangan kanan sambil tersenyum malu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Sen, tunggu sebentar!" dia masuk ke dalam rumah. Setelah itu dia keluar kembali membawa keresek, lalu dia berikan pada Seno. "Ini, ini buat nyokap lo di rumah, sebagai tanda terima kasih gue karena lo udah nemenin gue belanja." Dia sunggingkan senyum terakhir hari ini untuk Seno.
Seno membawa keresek tersebut dari tangan Yulita. Dia menggunakan kesempatan ini untuk memegang tangan Yulita. "Makasih. Gue pulang dulu." Dia menaiki motornya.
"Dasar genit!" Yulita agak kesal. Setelah sosok Seno keluar dari gerbang, dia masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba jantungnya berdebar. Oh my God!
"Udah mulai sayang lo sama dia?" tanya Ica tiba-tiba.
"Gak!" jawab Yulita tegas sambil mengambil beberapa jus di kulkas.
"Kita mau nginep di rumah lo. Seno bilang, kasian kalau lo di rumah sendiri terus." Ujar Hana dengan santai sambil mengemil makanan ringan yang baru saja Yulita beli.
"Mah dimana?" Seno mencari Ibu Marin, ibunya,. Akhirnya dia menemukan ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tengah. Dia menyimpan keresek di atas meja yang berada di depan. Dia duduk di samping ibu dan memeluknya. "Mah," dia tersenyum-senyum sendiri.
"Tumben kamu beli makanan." Sindir Ibu yang masih saja fokus matanya pada sinetron yang sedang dia gemari akhir-akhir ini.
"Itu bukan aku yang beli." Seno memperbaiki duduknya. "Itu dari Yulita."
"Cewek baru?" tanya Ibu tanpa menoleh.
"Adik suka beneran sama dia, Mah." Seno mengambil cemilan dari meja. "Tapi, dia susah buat dibaperin. Dia baik, sama mamah aja inget sampe ngasih makanan."
"Syukur kalau kamu udah nemu cewek lagi. Tapi inget, jangan mainin cewek kayak kemaren sampe kamu berantem dan diskor. Mamah sih, setuju aja kamu sama Yuyu, Yuyu itu tapi kamu jangan mainin dia kalau emang dia baik buat kamu."
"Yulita Mamah, bukan Yuyu."
Ibu mengusap rambut Seno dengan penuh kasih sayang. "Ya udah, bawa ke sini orangnya."
"Harus hati-hati lo. Entar dikhianati lagi kayak si Mil." seru Tata. Kakak perempuan Seno.
Setelah mendengar kalimat pedas kakaknya, dia melempar cemilan ke atas meja. Karena dia tak mau lebih jelas mendengar kalimat pedas itu, meninggalkan ruang tamu dan masuk ke dalam kamar. Untuk membuang rasa kesal karena kalimat sederhana Tata, dia chat Yulita.
eigh��pm�)
YOU ARE READING
TERIMA KASIH HUJAN
Fiksi RemajaSeseorang mengganggu hidup Yulita Nurul Azmi. Hanya karena dia menolongnya saat hujan deras. Dia selalu mempermalukan laki-laki bernama Seno itu agar tak menganggunya. Namun Seno membalas tindakannya dengan mengungkapkan perasaan di depan semua oran...