32.

2 1 0
                                    

Air mata Yulita pecah di dalam taxi yang kini sedang ditumpangi untuk melanjutkan perjalanan. Dia tak bisa menahan sakit hatinya. Hatinya begitu hancur mendapat pengkhianatan dari orang yang dia sayang dan selama ini dia harapkan. Dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa salahnya sampai dia dikhianati bertahun-tahun dan harapan yang pudar begitu saja.

Dia mencari kontak Fosil tapi ternyata mereka sibuk masing-masing. Namun ternyata mereka semua ada di luar pulau Jawa, hanya ada Hana yang ada di Yogyakarta. Saat itu pun dia memutuskan untuk pergi ke Yogyakarta sendirian.

Dia duduk di ujung kursi dekat kaca. Matanya menatap kosong butiran air yang menempel di kaca luar. Sudah 2 jam, langit mewakili perasaannya dengan menurunkan hujan. Sesekali dia meneteskan air mata, lalu menghapus dengan cepat. Ingin rasanya telapak tangan menyentuh air hujan. Dia tersadar dari lamunan, setelah mendengar notif dari handphone-nya. Ada pesan masuk.

"Aku mencintai kamu selamanya."

"Aku merindukan kamu selamanya."

"Aku ingin selalu bersamamu selamanya."

"Kapan dan dimana saja. Aku mencintamu, Yuke cantik."

"Rasa saat jauh darimu. Hanya rasa penderitaan."

"Itulah isi kertas yang kita terbangkan di puncak Matahari"

"Terima kasih untuk pesan yang selalu kamu kirim. Kini aku berani untuk membacanya untuk menjawab semau tanda tanya di benakmu."

"Bagiku, hari paling buruk bukan hari Senin. Tapi hari dimana kau pergi meninggalkanku."

Beberapa pesan whatsapp itu dia dapatkan dari Seno. Ternyata nomor whatsapp yang sering dia kirim pesan masih aktif.

Tak tahan lagi matanya. Dia keluarkan air mata sederas-derasnya.

Pukul 23.20 dia sampai di rumah Hana. Dia memeluk tubuh Hana dan pecah tangisnya di bahu sahabatnya itu. Hingga dia sulit untuk berkata-kata. Tubuhnya lemas. Hana membantunya untuk duduk.

Hana mengusap rambut Yulita. "Maafin gue karena gak ngomong saat itu. Tapi ini kemauan Seno." Lirihnya dengan rasa bersalah.

"Malam itu, sebenernya Seno mau nembak lo sebagai tanda semakin seriusnya dia sama lo karena dia," Hana menghela napas. "Karena dia gak akan ninggalin lo. Karena bokapnya udah biarin dia gak ikut militer. Dia bener-bener seneng saat itu sampe mau kasih kejutan sama lo. Tapi,"

Tangis Yulita kembali terdengar. Rasa sesalnya begitu terasa dalam hatinya.

"Tapi dia juga gak bisa larang lo buat pergi ke Belanda. Tempat dimana lo dan Ega kembali kumpul. Dia gak tega kalau lo terus hidup sendirian walau selalu ada dia di sisinya." Air mata Hana ikut menetes melihat tangis Yulita.

"Kenapa dia gak ngomong kalau dia gak jadi ikut militer? Kenapa dia gak cerita semuanya saat itu? Kalau gue tahu saat itu dia gak militer, mungkin gue gak pernah ninggalin dia dan pergi ke Belanda." Air mata Yulita mengalir semakin deras. "Bertahun-tahun gue nunggu dia sampe beres, tapi ternyata dia khianatin gue!" tangisnya semakin keras.

Hana mengusap rambut Yulita untuk lebih tenang. "Gue gak tega sebenarnya ngomong ini semua. Tapi gimana pun lo harus tahu cerita yang sebenarnya."

Tangis Yulita terdiam. Ada pertanyaan yang masih belum terjawab. "Kenapa dia bisa sama Juwita dan punya anak," dia mencoba memperkirakan umur Yuke. "Umurnya 'kan udah," dia menoleh pada Hana.

Hana mengangguk perlahan. "Mereka lakuin semua itu setelah kumpulan di kafe."

Lagi-lagi tangis Yulita pecah.

n"ia

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now