20.

2 1 0
                                    

Pagi ini seperti biasanya. Seno duduk di lantai lobi. Menggoda perempuan-perempuan yang lewat untuk masuk ke kelas. Dia menunggu seseorang yang sampai sekarang dia khawatirkan. Namun setelah 20 menit bel berbunyi, dia tak melewati lobi juga, hingga gerbang sekolah benar-benar di tutup rapat. Dia semakin khawatir. Sebelum masuk kelas, dia menghampiri kelas Yulita, lalu masuk begitu saja dengan wajah dingin. Dilihatnya ada Fosil yang sedang berkumpul. Namun mereka tak lengkap. Dia terdiam di hadapan Fosil. Mempertanyakan kemana Yulita?

"Dia sakit." Jawab Fira. Seakan-akan tahu apa yang sedang Seno pikirkan.

Seno bingung. Apa yang sebenarnya terjadi pada Yulita sampai dia sakit dan tidak masuk sekolah. Dia pergi dari kelas tanpa mengucapkan kalimat sekalipun. Perasaannya kacau. Apa yang terjadi pada Yulita? Dia sepanjang hari memikirkan hal itu. Hanya menatap guru dengan tatapan kosong.

Pulang sekolah dia menunggu Fosil di lobi. "Kenapa Yulita?"

Fosil terdiam. Mereka bingung apa yang harus dikatakan pada Seno. Jika dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Akan kacau semuanya. Namun tak ada pilihan lagi. Jika salah satu dari mereka tidak menjawab, mereka akan terus diikuti Seno yang mempertanyakan Yulita. Akhirnya mereka menceritakan apa yang Anggun dan Aira dengar dari cerita Yulita malam kemarin.

Cerita itu berlangsung. Kedua tangan Seno mengepal. Dan hingga cerita selesai, dia tak bisa menahan dirinya. Wajahnya sudah dipenuhi amarah. Dia berdiri penuh kemarahan. Fosil menahannya.

"Lo berantem gak akan jadi beresin masalah." Kecus Fira memenangkan Seno.

"Gue gak bisa biarin dia disakitin gitu aja!" Seno kesal.

"Biarin mereka yang beresin semuanya. Ini 'kan masalah mereka."

"Tapi 'kan dia,"

"Tapi 'kan dia orang yang lo sayang?" Hana berjalan menghadap Seno. "Kalau lo sayang, kenapa lo ninggalin dia untuk kedua kalinya?"

Seno semakin kesal. Dirinya merasa menyesal telah melepaskan Yulita begitu saja. Padahal dirinya sudah mempercayai Alam. Bahkan dia sudah menitipkan Yulita untuk dijaga dan jangan disakiti pada Alam. Begitu kesal saat semuanya teringkar.

Dia berusaha tenang. "Gue pergi dulu." Pamitnya dengan wajah yang sudah tenang. Fosil merasa lega dengan turunnya amarah Seno.

Hari ini hari kedua Seno tidak melihat Yulita melewati lobi pagi hari. Dia tanyakan lagi pada Fosil. Ternyata dia masih sakit. Tumbuh rasa khawatir. Ingin rasanya dia menjenguk, namun belum siap untuk bertemu. Dia sudah merencanakan ini sebelumnya, untuk menemui Alam setelah pulang sekolah secara mendadak.

Sudah 2 hari ini Yulita tidak memakan nasi dan tubuhnya menjadi lemas. Tidak ada napsu makan. Hanya memakan obat anemia. Dia merasa malas sekolah. Malas bertemu dengan orang lain. Sehingga dia memutuskan untuk berbaring sepanjang hari di kamar kaca.

Saat tubuhnya terbaring menatap air kolam, dia mendapat telepon dari Ica. "Lo dimana?" tanyanya tergesa-gesa.

"Gue di rumah." Jawab Yulita santai.

Ica terdiam beberapa detik. Terdengar dia sedang menghela napas dalam-dalam dan sedang mengumpulkan seribu nyawa. "Alam masuk rumah sakit." Panggil terputus begitu saja.

Yulita pergi ke rumah sakit yang alamatnya sudah dikirim Ica. Dia langsung menghampiri alamat menggunakan taxi. Dia malas untuk membawa mobil. Akhirnya dia sampai dan menghampiri kamar tempat Alam dirawat. Dia hanya terdiam saat melihat apa yang terjadi di dalam.

Sella memegang tangan kanan Alam sambil menangis. Ditemani Sabila, Juwita dan Yanti. Betapa sakitnya hal itu dilihat mata Yulita. Dia tak berani masuk. Dia rasa tak ada hak untuk masuk setelah ada perempuan baru yang selalu ada untuk Alam saat ini. Dia berjalan mundur dan perlahan kakinya berlari keluar rumah sakit.

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now