15.

3 1 0
                                    

"Kenapa lo gak pernah bilang kalau lo,"

"Gue gak mau bahas itu." Potong Yulita. Seakan-akan dia tahu apa kalimat selanjutnya yang akan disampaikan Laras.

"Kita sahabat lo. Kita berhak tahu."

Air mata Yulita mengalir. "Semenjak gue pindah ke sini. Gue rubah semua hidup gue. Gue ganti nama jadi Yulita, nama gue dulu Yuke." Dia menghapus air matanya. "Gue pergi ke sini karena gue pengen lupain apa yang pernah gue rasain di Jakarta. Kehilangan bokap nyokap, ditinggal abang gue dan terima kepergiaan Seno."

"Hati gue bener-bener sakit saat kali pertama gue liat orang yang gue hindari ada di depan muka gue, ada di sekolah baru gue yang udah gue harepin hal baru. Dan gue memutuskan untuk jadi orang lain buat dia. Begitupun dengan dia."

"Gue bersyukur karena dengan cepat, hati gue bisa buat Alam." Air matanya semakin tak bisa dibendung lagi. Dia memeluk Anggun.

"Walau gue mulai jatuh cinta lagi sama dia. Tapi rasa sakit itu masih ada." Tangisan Yulita mengalir di bahu Anggun.

Anggun mengusap rambut Yulita berulang kali untuk lebih tenang. Dibantu Laras yang mengusap pundaknya.

"Gue minta maaf. Gue bener-bener gak tahu apa yang lo rasain selama ini." Hana merasa bersalah dengan sindiran-sindirannya selama ini.

Untuk menghilangkan rasa sedih Yulita, Fosil mengajak berenang. Mereka pun menghibur Yulita dengan candaan sambil berenang. Waktu semakin sore. Hingga mereka pulang dan rumah Yulita terasa sepi lagi. Untuk menghilangkan rasa sepinya, dia tertidur pulas di kamar atas.

Pukul 20.00 Yulita terbangun. Dia menuruni tangga dengan kepala yang masih terasa pusing. Saat dia sedang minum di dapur. Matanya melihat bayangan seseorang di belakang rumah. Akhirnya dia berjalan ke belakang rumah dengan hati-hati.

"Alam? Seno?" Yulita terkejut saat melihat 2 makhluk menyebalkan itu sedang berduaan di rumahnya. Mereka hanya sedang duduk bersebrangan dengan tatapan yang tajam. "Kalian ngapain di sini?" tanyanya penuh kebingungan.

"Gue ke sini mau minta maaf." Ujar Seno.

"Gue ke sini mau minta maaf." Alam berjalan menghampiri Yulita sambil membawa rangkaian bunga untuk diberikan pada Yulita.

"Orang brengsek kayak dia yang udah nyakitin lo gak pantesan buat lo maafin." Ejek Seno sambil tersenyum kecut. Dia berjalan menghampiri Yulita dan Alam.

Alam tertawa kecut. "Kalau orang kayak gitu gak pantes buat dimaafin. Emang orang kayak lo yang udah ninggalin dia tanpa alasan pantes buat dia maafin?"

Mendengar kalimat Alam, membuat telinga Seno terasa sakit. Dia mengepalkan kedua tangannya. Dia merasa kesal. Kepalannya melayang di pelipis kanan Alam. Kini Alam pun membalasnya. Mereka berkelahi di belakang rumah Yulita.

"Seno! Alam! Cukup!" Yulita berusaha memisahkan walau hanya dengan teriakan.

Namun perkelahian Seno dan Alam semakin luas hingga mereka masuk ke dalam kolam renang. Yulita berpikir bagaimana memisahkan mereka berdua. Dia tak bisa melakukan apapun selain terus berteriak. "Berhenti! Berhenti atau kita gak akan pernah kenal lagi!" serunya dengan amarah yang sudah tak tertahan lagi.

Mereka berdua pun berhenti berkelahi dengan luka-luka di wajah. Air kolam pun bercampuran dengan darah mereka. Napas mereka tergesa-gesa. Tangan mereka masih mengepal. Namun tertahan dengan kalimat yang diucapkan Yulita.

"Kalau antara kita mati. Siapa yang bakal kamu tangisi dan kasihani lebih dulu?" tanya Seno tiba-tiba.

Yulita terkejut mendengar pertanyaan dari Seno. Dia hanya terdiam. Lalu menoleh Seno dan Alam secara bergantian. Dia menghela napas untuk menenangkan diri. "Aku pikir kalian tahu pintu keluar." Dia meninggalkan kolam renang dan naik ke lantai atas dengan air mata yang mengalir.

К 0:

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now