2.

5 1 0
                                    

Yulita membuka gerbang rumah. Dia terkejut melihat seseorang duduk di atas motor tepat di depannya. "Seno?!" dia melangkah mundur.

Seno melihat jam tangannya. "Bener aja lo berangkat siang. Bahkan lebih siang dari gue." Dia memakai helm. "Ayo! Entar kita kena hukuman."

"Dia 'kan bekas musuh gue."

"Gue gak mau satu sekolah heboh."

"Apapun yang berhubungan sama gue, semuanya bakal heboh. Karena gue paling ganteng." Seno begitu percaya diri.

Yulita melihat Seno dengan sinis.

"Gak mungkin ada cewek yang nolak gue." Seno menyalakan motor.

Akhirnya mereka pergi sekolah bersama. Namun tiba-tiba motor yang mereka tumpangi bannya bocor dan waktu pun semakin siang. Motor pun mereka bawa ke bengkel terdekat, jarak dari bengkel ke sekolah 1 km.

"Gimana, sih! Nyesel gue bareng sama lo." Kesal Yulita.

"Kok lo malah marah-marah, sih?" Seno begitu santai.

Yulita cemberut.

"Lepas tas lo."

Yulita mengerutkan kening.

"Lepas."

Akhirnya Yulita memberikan tas pada Seno. Lalu Seno menggendong di depan. Dia memegang tangan kanan Yulita, lalu menarik dan dia membawanya berlari. "Cuman ini caranya!" pekiknya. Keadaan jalan pun semakin siang semakin macet, sehingga untuk naik angkot pun percuma. Mereka pun terus berlari di atas trotoar.

Entahlah. Bukan amarah lagi yang dirasakan Yulita. Dia begitu saja mengikuti Seno. Dia tidak mempermasalahkan gerbang atau cara masuk sekolah. Toh itu sudah kebiasaannya. Namun ternyata Seno berhasil membawanya masuk ke sekolah dengan cara menyelinap pintu gerbang kecil yang hampir ditutup

"Makasih, Pak!" teriak Seno.

Yulita terdiam, sehingga Seno pun terdiam. Kini wajah mereka sudah berkeringat. Seno tertawa kecil, lalu dia membersihkan keringat di pelipis Yulita dengan telapak tangannya. "Sorry. Gara-gara gue pagi-pagi gini lo jadi keringetan." Dia terus membersihkan keringat Yulita. "Ini tas lo!" dia memberikan pada Yulita.

Yulita menerima, lalu pergi begitu saja.

Seno tersenyum kecut. Dia mengejar Yulita untuk mengantarnya ke kelas, namun tiba-tiba dia menghentikan kaki setelah ingat sesuatu hal. Dia pun berbalik arah untuk menuju kelasnya. Dia disambut teman-temannya yang masih di luar kelas walau sudah terdengar bel masuk sebelum dia datang. "Lo tau Uyuy?" tanyanya tiba-tiba.

"Lo mau gebetin dan manfaatin dia?" tanya Rafi. "Pas sih! Dia 'kan anak orang kaya, apapun yang temen deketnya mau, dia pasti ngikutin, termasuk masalah uang." Ujarnya. "Jadi, sasaran lo dia?"

Seno memandang sinis Rafi, lalu dia masuk ke dalam kelas. Dia membuka handphone. Dia mencari kontak whatsapp Yulita tetapi dia tidak punya. "Dev, lo punya kontak WA Uyuy gak?" dia memberanikan diri.

Setelah mendapatkan kontak Yulita, Seno chat.

"Entar sore lo ikut gue"

"Gue nanti ke rumah"

"Seno si ganteng mempesona"

Pesan tersebut dibaca oleh Anggun. "Lo deket sama dia?" dia memberikan handphone pada pemiliknya.

Yulita membaca pesan tersebut menjadi jijik. "Padahal gue cuman nolong dia, tapi dia malah kebaperan." Dia memberikan handphone-nya pada yang lain. "Padahal gue gak niat deket sama dia."

"Lo baperin aja dia. Kasih pelajaran, kerjaan dia 'kan cuman mainin cewek." Ide Laras.

"Boleh." Jawab Yulita enteng.

Saat istirahat Fosil pergi untuk makan di kantin. Seperti biasa, mereka meramaikan dan berkuasa di kantin. Namun kini ada yang lebih penting dari mereka. Seno dan Naumi, yang katanya anak kelas 10 paling cantik, mereka berdua naik ke atas kursi kantin.

"Adik cantik ini sekarang resmi jadi pacar gue. Dan barusan dia bilang, sebagai perayaan dia teraktir kalian semua." Teriak Seno menjadi pusat perhatian. Namun wajahnya berupa menjadi polos setelah melihat Yulita, karena biasanya Fosil selalu makan di kelas.

"Gue 'kan mau gebet dia. Malah ada di sini."

"Liat aja nanti kalau lo baperin gue. Justru gue yang bakal ngelakuin itu sama lo." Yulita tersenyum kecut, lalu dia pergi dari kantin karena merasa jijik. Disusul dengan Fosil.

"Dibaperin senior aja bangga!" sindir Ica sinis.

"Yuy!" seru seseorang dari belakang dan membuat Fosil membalikkan tubuh mereka secara bersamaan. Ternyata Seno.

"Kenapa lo pergi gitu aja?" tanya Seno sambil berjalan menghampiri Yulita.

Yulita tertawa, diikuti Fosil.

"Lo tuh so ganteng ya," Yulita mendekati Seno. "Baru gue nolongin lo aja, lo udah kegeeran. Emang lo kira tampang lo bagus?!" ketusnya dengan mulut sinis.

Seno berjalan mendekat pada Yulita lebih tepatnya di bagian telinga kiri. "Jangan salahin gue kalau nama lo jadi tenar, bahkan lebih!" lalu dia pergi.

Yulita hanya tersenyum kecut.

"Itu baru lo." Puji Fira sambil memegang bahu Yulita, lalu berjalan. "Itu baru Yulita yang gue kenal. Bukan kayak kemaren!" 

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now