12.

2 1 0
                                    

Satu hari, dua hari dan akhirnya tiga hari Yulita menunggu jawaban suratnya dari Seno ataupun menunggu tindakan Seno lebih baik dari hari itu. Tetapi semua harapan itu kosong. Seno tetap bersama Thalia. Bahkan mereka terlihat lebih mesra. Setiap ada mereka berdua, dirinya selalu menghindar. Malas rasanya. Kini mulai dia rasakan kehilangan yang benar-benar kehilangan. Rasa takutnya kini dia rasakan. Hatinya harus merasakan sakit karena kehilangan.

Air mata Yulita mengalir di atas bantal yang dia peluk. Begitu sesal yang dia rasakan. Jika sudah seperti ini, dia tidak bisa mengulang kembali. Kemudian datang Fosil. Dia memeluk Hana. "Ada hal yang lebih indah dari melupakan Tidak bertemu sama sekali." Kini air matanya mengalir di bahu Hana.

"Galau bisa bikin orang bijak." Sindir Ica.

"Makanya jadi orang jangan susah dibilangin!" sindir Laras.

Anggun mencubit Laras untuk menegur. "Jangan gitu. Dia lagi sedih."

"Emang bener 'kan. Dia susah dibilangin."

"Gue pernah ditinggal sama orang yang gue sayang." Ujar Yulita disertai isak tangis. "Tapi sekarang gue ngelakuin itu sama orang yang gue sayang." Dia melepaskan pelukan. "Dan intinya gue ngulangin kesalahan yang sama." Tangisnya semakin keras mengingat masa lalunya.

Hana menghapus air mata Yulita. "Gue anterin lo ke kamar." Lirihnya. Dia pun mengantarkan Yulita, lalu menemaninya untuk tidur.

Mata Yulita terpejam, tetapi tidak benar-benar tertidur. Pikirannya tertuju pada Seno. Dengan apa yang akhir-akhir ini Seno lakukan padanya, dia memutuskan untuk melupakan Seno lebih cepat. Daripada dia terus mengharapkan Seno, akan membuat rasa cintanya semakin muncul dan membuat dirinya sulit melupakan perasaan itu. Dia merancang hal-hal yang akan dia lakukan, hingga dia tertidur pulas.

Fosil keluar makan malam bersama, tanpa Yulita yang tertidur di rumah. Mereka mengajak Seno untuk makan malam. Tepatnya bukan makan malam karena ini sudah pukul 23.45. Mereka hanya nongkrong di kafe yang masih buka. Mereka to the point pada Seno.

"Yulita mulai sayang sama lo." Kata Anggun yang sudah tak sabar mengatakan kalimat itu.

Seno terdiam beberapa detik. "Gue gak bisa lanjut."

"Kenapa?" tanya Fosil bersamaan.

"Gue gak yakin sama dia." Jawab Seno cuek.

"Kemarin lo yang yakinin kita, tapi sekarang malah lo yang gak yakin. Jadi,"

"Karena gue pernah matahin hatinya dia." Potong Seno dengan tatapan kosong. Andai dunia tahu hatinya saat mengatakan kalimat itu, begitu hancur. Perasaan yang dipenuhi rasa penyesalan selama ini.

Fosil terdiam. Mereka bingung dengan apa yang dikatakan Seno. Pandangan mereka membuat Seno tahu apa yang harus dia katakan. "Gue satu SMP sama dia di Jakarta. Gue sayang sama dia, begitupun dia. Kita bareng selama 3 tahun. Tapi gue khianatin dia saat kita masuk sekolah yang sama, sekolah SMA yang kita impikan bersama.

Dia menundukan kepalanya. Begitu sulit dia menceritakan semuanya. Dia menghela napas dalam-dalam. "Hari pertama sekolah, gue gak masuk, karena sebenernya gue harus pindah ke Sumatra karena pekerjaan bokap. Jujur gue gak mau, tapi namanya bokap selalu maksa anak buat kemauannya."

"Gue pergi dari Jakarta tanpa pamit. Gue khianatin dia. Gue kaget waktu gue liat dia ada di sekolah, tapi gue mutusin buat jadi orang asing di hidup dia tanpa ada yang gue tahu tentang dia satu hal pun. Karena gue tahu, dia gak mau kenal sama gue lagi."

"Makanya dia gak pernah yakin sama gue."

"Oh my God! Soal percintaan dia selalu aja rumit." Ica kebingungan.

"Tapi yang perlu kalian tahu, gue gak pernah sedetik pun berhenti mencintai Yulita semenjak itu sampe sekarang."

"Gue dukung lo!" Hana menepuk bahu Seno.

Seno tersenyum tipis. "Gue butuh waktu, begitupun dia." Dia pergi dari kafe.

"Kenapa dia gak pernah cerita?" tanya Fira kebingungan.

"Mungkin terlalu pait buat dia." Jawab Anggun. Pikirannya mengingat kejadian itu yang pernah dirasakannya.

Setelah dini hari mereka kembali ke rumah Yulita untuk menginap. Mereka masuk ke dalam kamar Yulita. Sahabatnya itu sedang tertidur pulas sambil memeluk pigura yang terdapat lukisan dirinya.

"Tadi waktu gue nemenin dia, dia gak bawa apa-apa." Ujar Hana agak bingung.

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now