29.

3 1 0
                                    

Kini Seno sudah bersama Yulita di dalam mobil. Tak henti dia tersenyum sendiri saat melihat Yulita. Dia sudah tak sabar memberitahu jika dia tak jadi masuk ke militer. Dia membawa mobil agak ngebut untuk pergi ke kafe yang sudah ditunggu RS. Setelah sampai di parkiran kafe, Seno menutup mata Yulita dengan kain yang sudah disediakan.

"Mau ngapain sih, kamu?" tanya Yulita kebingungan. "Aku 'kan belum ulang tahun."

"Udah ikut aja," Seno membantu Yulita turun dari mobil dan berjalan ke dalam kafe.

Setelah Yulita berdiri di tempat yang pas, Seno membuka matanya. "Hmm," matanya masih remang-remang. Dilihatnya kafe sudah dihias romantis. Dia terkejut dengan apa yang akan dilakukan Seno. "Sen, jangan macem-macem!" dia melototi laki-laki di sampingnya. Karena Seno selalu saja melakukan hal aneh untuknya.

Seno tertawa kecil. "Mau dibikin bahagia kok takut." Dia memegang kedua tangan Yulita. "Aku mau ngomong sesuatu dan ada kabar gembira." Kalimat itu diucapkan disertai senyuman istimewa yang selama ini dia simpan.

"Aku mau ngomong sesuatu." Ujar Yulita.

"Oke. Cewek duluan!" Seno tak berhenti tersenyum.

Entahlah. Tiba-tiba jantung Yulita berdebar saat akan berbicara. "Besok aku pergi ke Amsterdam dan aku bakal sekolah di sana bareng Ega." Ujarnya sambil tersenyum. Ada bahagia namun ada kesedihan yang mendalam di hatinya.

Jleb!

Hati Seno tertusuk secepat itu. Betapa hancur hatinya sata mendengar semua itu keluar dari mulut Yulita dengan jelas. Tak ada yang dikatakannya, selain tersenyum lebar dengan hati yang benar-benar kecewa. Amarahanya pun naik, namun hanya bisa dia pendam dalam hati. Tak mungkin baginya menghentikan kebahagiaan Yulita. Karena dia bisa merasakan, hanya rasa bahagia saat kakaknya mau mengurusnya lagi.

RS terkejut mendengar kalimat Yulita. Mereka pun merasakan apa yang Seno rasakan. Rafi berjalan mendekat mereka. "Tapi," namun tangan Seno menghentikannya untuk tidak melanjutkan kalimat selanjutnya.

"Kenapa?" tanya Yulita kebingungan.

Seno tersenyum sambil mengusap tangan Yulita. "Tapi dia juga ikut bahagia katanya, begitupun aku." Dia tersenyum semakin lebar. "Aku seneng akhirnya kamu bisa akrab sama Ega dan kamu bisa kuliah."

"Kamu mau ngomong apa?" tanya Yulita antusias.

Suasana kafe seketika hening, begitupun Seno terdiam. Berkali-kali dia menghela napas untuk lebih tenang. Sesekali menggigit bibirnya sambil memikirkan kalimat apa yang harus dia katakan, setelah memutuskan memudarkan kalimat yang sudah dia rangkai sejak malam. "Aku sayang sama kamu." Dia menelan ludah. "Dan kabar bahagianya," dia terdiam beberapa detik. "Ditest militer tadi aku lulus dan besok aku lanjut. Jadi, maaf besok aku gak bisa anter kamu ke bandara."

Yulita memeluk Seno. "Aku seneng! Akhirnya kamu berhasil. Aku harap 5 tahun kita gak akan ketemu, kita bakal baik-baik aja dengan hubungan yang masih berjalan." Dia melepaskan pelukan. "Karena aku yakin. Kamu gak akan pernah khianatin aku."

Seno hanya tersenyum.

"Tapi aku sedih karena kita bakal jauh." Yulita memasang wajah sedih. "Dan kapan aku bisa hubungin kamu? Supaya aku gak ganggu."

Seno terdiam beberapa detik. "Kamu bisa hubungan aku," dia menggumam. "Minggu terakhir."

Yulita tersenyum. "Oke! Aku pasti hubungin kamu supaya kamu baik-baik aja."

Seno mengajak Yulita makan. Sambil menunggu makanan, dia ke toilet. Dia mengepal kedua tangan sambil melihat cermin. Dia benar-benar kesal, namun apa yang bisa dia lakukan dengan keputusan Yulita yang membuat dirinya bahagia. Ada Agli masuk ke toilet sambil membawarangkaian bunga mawar.

"Buang aja bunganya!"

"Kenapa lo gak bilang yang sebenernya?" ada nada emosi pada Algi.

Seno melihat Agli dengan tatapan tajam. "Lo pikir gue bisa halangin kebahagiaan dia?!" dia memukul cermin hingga retak dan meninggalkan Agli di toilet.

"Besok aku pergi." Yulita memegang lengan Seno. Dia sandarkan kepalanya pada bahu Seno yang sedang menyetir.

"Kamu hati-hati ya di sana," ujar Seno. "Dan satu hal, kamu jangan sesali apapun yang terjadi jika suatu saat kita gak sejalan."

Yulita mengangkat kepala, lalu duduk melihat Seno. "Sen, kamu janji 'kan gak akan pernah ninggali aku lagi?" ada nada serius.

Seno melihat Yulita dengan rasa kecewa. "Kita gak pernah tahu, Yuy, apa yang terjadi ke depannya."

"Aku percaya sama kamu. Kamu bakal nunggu aku pulang 'kan? Dan aku bakal nunggu kamu sampai kamu punya pangkat." Yulita tersenyum, membayangkan hal itu terjadi.

Seno menghentikan mobil tepat di depan rumah Yulita. Dia membuka jaket, langit turun hujan saat ini. Dia pakaikan pada tubuh Yulita. Dia mencium kening Yulita begitu lama. Hatinya sulit menerima apa yang akan terjadi esok hari. Sulit rasanya melepaskan Yulita kesekian kali.

"Aku titip salam sama Papah, Mamah kamu." Yulita menangis. "Aku mencintai kamu, Seno." Dia turun dari mobil Seno dengan tangisnya. Betapa perih hatinya saat menyadari ini pertemuan terakhir untuk 5 tahun ke depan.

Seno memukul stir mobil. Amarahnya naik kembali. Namu entah kepada siapa dia harus marah. Dia mengambil handphone dan memanggil seseorang. "Juwita lo dimana?" setelah ada jawaban. Dia mematikan panggilan dan ngebut.

Dia masuk ke dalam club dan menghampiri beberapa RS yang sedang menikmati minuman. Ada Juwita. Dia menghampiri Juwita. Juwita memeluknya dengan manja. "Keluar yuk?" bisiknya sambil menggigit telinga kanan Juwita.

Mereka pergi dari club menaiki mobil Seno. Lagi-lagi Juwita manja kepada Seno. Berusaha menarik perhatian Seno yang sejak tadi hanya terdiam. Dia tahu. Karena memikirkan Yulita. "Udahlah! Ngapain juga kamu mikirin orang yang mau ninggalin kamu."

Seno menoleh pada Juwita, lalu tersenyum. "Gak kok, sayang." Dia mengusap rambut Juwita dengan lembut.

Seno memarkirkan mobil di hotel Kencana. Lalu memesan sebuah kamar dengan fasilitas yang nyaman. Mereka berdua pun jalan menuju kamar yang telah dipesan. Semakin dekat dengan kamar, semakin kaki Seno melangkah pelan. Dia buka handphone-nya dengan ragu-ragu dia menghapus semua pertemanan dengan Yulita di media sosial. Tanpa dia perduli apapun yang akan terjadi.

"Ayo, sayang!" Seno merangkul Juwita dan mereka masuk ke kamar yang sudah dipesan.

TERIMA KASIH HUJANWhere stories live. Discover now