Chapter 1

279 23 10
                                    

Kusambar handphone android di atas nakas sebelum akhirnya kuhempaskan tubuhku di ranjang bersepray biru langit yang kurindukan seharian ini. Namun bukan kenyamanan yang kurasakan setelahnya ketika kurasakan nyeri di lututku karena getaran yang kutimbulkan tadi. Kurasa luka yang kudapat kemarin kembali terbuka. Setidaknya itu bukan luka yang serius.

Aku tahu, tidak ada yang menanyakan tentang bagaimana aku bisa mendapatkan luka ini. Tapi, izinkan aku untuk menceritakannya. Jangan bertanya kenapa aku tidak bercerita saja pada sahabatku atau spesies lain yang sejenisnya, karena aku tidak pandai dalam hal itu.

Ini terjadi kemarin, seperti yang kukatakan tadi. Ketika itu aku akan kembali ke kelasku setelah makan siang di kantin sekolah. Kalian pasti juga berfikir jika kantin adalah tempat nongkrong kesukaan siswa laki-laki, bukan? Dan dari sanalah semua berawal. Tidak, dia tidak berada di kubu siswa yang tengah bersantai sambil menggoda satu-persatu gadis yang melewatinya itu. Sejauh ini.

Hari ini mereka sedikit lebih usil dari biasanya. Sambil tertawa mereka mendorong salah satu rekannya hingga akhirnya rekannya itu menabrakku dan membuat kami terjatuh. Tawa mereka semakin menjadi disusul dengan siulan-siulan menggelikan yang kubenci. Aku memutar cepat kepalaku berusaha menatap mereka. Kuurungkan niatku untuk memukulnya ketika kulihat sekawanan siswa laki-laki itu lebih banyak dari yang kukira.

Aku menatap mereka tajam sambil meneguk salivaku. Dan sungguh aku berterimakasih pada siapapun yang telah mengatur jadwal bel berbunyi. Suara itu menyelamatkanku. Setidaknya sebagian dari mereka telah memilih untuk kembali ke kelas.

Aku memasang muka masamku lantas bangkit untuk berdiri. Namun itu tidak berjalan lancar ketika kurasakan perih dilututku. Oh baiklah, aku mulai mengumpat dalam hatiku. Kuperhatikan luka selebar dua centimeter yang mulai mengeluarkan darah. Bagaimana bisa keramik menimbulkkan luka seperti ini? Kulempar pandanganku ke tempat aku terjatuh. Salah satu ujung keramik itu kerepes. Dan mungkin aku hanya bisa bertanya Jadi, siapa yang salah disini?

"Kau baik-baik saja? Sepertinya kau terluka." Sebuah suara membuatku mendongak. Mencari tahu siapa orang dibalik suara itu.

Seorang siswa laki-laki yang kurasa aku tak pernah melihatnya. Atau aku yang terlalu tidak memperhatikan sekitar? Dia berkacamata dengan poni hitam yang hampir menyentuh matanya. Apa dia tidak mendapat hukuman dengan gaya rambutnya itu? Itu yang pertama kali terlintas dipikiranku.

Mengabaikan gaya rambutnya aku menjawab, "Hanya luka kecil, aku bisa mengatasinya."

"Kakimu berdarah. Tunggulah di sini,  akan kuambilkan obat merah di UKS." Anak itu mengabaikanku dan berlari ke arah ruang kesehatan. Dan tentu itu membuatku tak habis pikir tentang dirinya. Aku berusaha mencegahnya namun ia sama sekali tidak mempedulikanku.
Tak ada pilihan lain selain duduk dan menunggunya. Meninggalkannya sekarang adalah hal yang tidak sopan.

Beberapa menit kemudian anak itu telah kembali dengan kotak P3K yang diambilnya di ruang kesehatan. Dengan cekatan ia lantas mulai mengobati luka di kakiku. Tunggu, apa yang dia pikirkan sebenarnya!

"Apa yang kau lakukan?! Aku bisa melakukannya sendiri!"

"Aku tahu. Tapi ijinkan aku melakukan tugasku. Bukan karena maksud tertentu. Aku hanya anggota PMR yang bertugas hari ini."

Jawaban itu cukup logis dan membuatku bungkam. Aku pun mengizinkannya untuk mengobati lukaku. Dan entah apa yang menyebabkanku merasa salah tingkah setelahnya. Aku seperti tidak menjadi diriku yang biasanya.

Dia berbeda. Tingkah lakunya tak seperti kebanyakan laki-laki yang akan langsung mencari perhatian saat bertemu denganku. Aku membenci tingkah mereka yang sungguh menjijikkan. Tanpa sadar aku terus mengamatinya sejak ia mulai mengobatiku hingga selesai.

"Oke, selesai," gumamnya sambil mengemasi perlengkapannya tadi.

Aku tersadar dari lamunan konyolku. Kuucapkan terima kasih padanya dan bergegas pergi.

Waktu telah menunjukan pukul 13.00 ketika aku kembali ke dunia nyataku. Aku terdiam sejenak memandang langit-langit kamar yang berwarna putih tanpa corak. Lagu "Orange" karya Michiru dari grup music 7!! menjadi lagu terakhir sebelum aku mematikan handphoneku. Segera ku mandi dan merapikan buku yang akan ku bawa untuk les.

~~~TBC~~~

Publikasi pertama [23 Oktober 2017]
Revisi [1 Juli 2019]

Salam hangat
Asano Hime~

Kimi Ga Suki Dakara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang