Chapter 27

11 4 0
                                    

Semilir angin musim semi bertiup tenang. Ranting-ranting berselimutkan bunga berwarna pink mulai bergerak naik turun menari mengikuti melodi dari sang angin. Beberapa helai mahkota yang tak lagi kokoh jatuh dari tangkainya. Turun dengan berirama dan menyebar di jalan. Seperti salju. Musim yang dirindukan.

Dengan santai pemuda itu berjalan melewati pepohonan itu. Menikmati tiupan lembut dari angin di ujung rambutnya. Dengan ujung jemarinya ia membenarkan letak kacamatanya sementara satu tangannya yang lain masuk kekantong celana.

Sama dengan beberapa orang yang berjalan satu arah dengannya, ia berseragam jas biru dan berdasi merah. Itu membuatnya terkesan rapi dan menambah daya tariknya.

Baru beberapa langkah saja ia masuk gerbang ia berhenti. Alisnya berkerut samar sebelum akhirnya ia menyempatkan dirinya untuk membungkuk dan mengambil benda yang tergeletak di dekat kakinya.

~*~

Hari upacara penerimaan murid baru di SMA Higashi cukup mengesankan untukku. Maksudku, aku terkesan dengan suasana murid yang berseragam biru di bawah cerahnya warna pink bunga sakura. Seperti dalam dorama atau anime yang biasa kutonton.

Kemudian, sungguh aku tidak tahu siapa yang membuat kebetulan ini. Aku, Aika, Risa, Kazuki, dan Ohayashi Rei. Kami masuk di sekolah yang sama.

Tanpa kuduga sambaran tangan Aika membuyarkan lamunanku. "Kita harus segera ke gedung olahraga," katanya sebelum akhirnya menarik tanganku untuk berjalan bersamanya. Entah pandanganku yang salah atau apa--sebelum aku benar-benar pergi tadi--tapi aku seperti melihat nama Akiyama yang lain di papan pengumuman tadi. Kazuki punya saudara? Tanyaku pada diriku sendiri.

Sebelum kami benar-benar masuk ke gedung olahraga aku menghentikan langkahku spontan, yang mau tidak  mau juga membuat langkah Aika dan Risa terhenti. "Kalian melihat handphoneku?" tanyaku begitu saja saat kusadari tidak ada beban berat di saku rok seragamku.

Mereka berbalik. "Kau sudah mencarinya di tasmu?"

"Aku tidak meletakkannya di sana!"

"Carilah dulu!"

Aku mendengus. Aika ngotot sekali. Setelah memutar mata aku membuka tasku dan mencarinya di sana. Tapi sudah kubilang aku tidak meletakkannya di sana, bukan? "Tidak ada." Lantas aku mulai berfikir. Mengingat-ingat terakhir kali aku melihatnya.

Nihil. Ingatanku buruk. Seingatku aku belum mengeluarkannya dari saku sejak datang ke sini. Selang beberapa saat kuputuskan untuk mencarinya, sendiri. Aku mengabaikan mereka berdua yang kesal karena kelakuanku. Aku sedikit merasa panik.

Setengah berlari aku menyusuri lorong dan terus mengarah ke depan gerbang, tempat aku lewat sebelumnya. Di belokkan pertama sebelum aku menyebutnya ruang ganti sepatu, tanpa sengaja aku menabrak seseorang yang tengah berjalan berlawanan arah denganku.

Dia cukup kuat. Aku hampir terjatuh jika saja tidak ada dinding di sebelahku untuk menjaga keseimbangan. Di saat yang sama orang itu menjatuhkan sesuatu. Sebuah handphone yang mirip dengan milikku. Tidak, itu memang handphone milikku. Tanpa mempedulikan orang tadi, aku lebih dulu berjongkok untuk mengambil dan memastikan benar atau tidakkah itu milikku.
Dan benar. Terdapat wallpaper diriku saat aku menghidupkannya. Ini milikkuku. Entah kenapa rasanya aku sempat berfikiran buruk tentang bagaimana dia bisa membawa handphoneku.

Lalu kuputuskan untuk mendongak dan bertanya. "Bagaimana bisa kau--"

Apa harus kudiskripsikan apa yang membuatku tidak bisa melanjutkan kalimatku? Baiklah mungkin tidak ada salahnya. Tapi mungkin aku akan sedikit hiperbola.

Kuteguk salivaku sesusah menelan pil yang dulu pernah kuminum saat sakit, tanpa air barang setetes. Mendadak tenggorokanku terasa kering seperti daun di tengah gurun pasir. Iris mataku tidak berkedip sejak pandangan kami bertemu. Waktu seolah berhenti dan mencekik leherku.
Nafasku tertahan dengan degup jantung yang tidak beraturan. Sejuta pertanyaan membludak di kepalaku hingga semua tanpa sadar teringkas menjadi satu kata. "Fadli?" gumamku nyaris tanpa suara.

Mata kami masih bertemu di antara keheningan yang kami ciptakan. Dan entah hanya perasaanku atau ini nyata, angin musim semi kembali bertiup. Menggoyangkan ujung surai kami dengan lembut.

Kutelan lagi salivaku, kali ini tidak seburuk sebelumnya. Dia, sama sekali tidak berubah. Kecuali, bagaimana caranya menatapku yang terkesan dingin. Yang membuatku tidak percaya sekarang adalah, "Apa ini hanya imajinasiku?"

"Kenapa kau berjongkok di sini, Erika-chan?"

Suara itu mengalihkan kami. Satu-satunya pemuda yang berani memanggiku dengan akhiran -chan. Aku baru saja menyadari jika Fadli juga mengulurkan tangannya untukku saat Kazuki melakukan hal yang sama. Aku hampir meraih tangan Fadli sebelum akhirnya tersadar jika tak seharusnya aku menerimanya.

"Haruto? Kau juga baru sampai?" Kazuki bertanya seperti itu saat aku berdiri. Tentu aku tidak menyentuh tangan mereka sama sekali. Bukan karakterku saja. Terlepas dari itu, apa dia sedang mengajak bicara Fadli?

"Ah iya, apa kalian sudah saling mengenal? Erika dulu tinggal di Indonesia, kan?"

Tidak seperti biasanya, kali ini aku tak bisa menyembunyikan kebingunganku. Keningku berkerut dengan sangat jelas. Jadi benar, pemuda ini adalah Fadli? Bagaimana dia bisa berada di sini? Dan sepertinya Kazuki salah menerjemahkan kebingunganku.

"Akiyama Haruto da yo, boku no futago no otouto," jelasnya dengan senyuman. Mungkin dia berusaha memberiku kejutan dengan memperkenalkan adik kembarnya. Tidak! Aku benar-benar, sangat, sungguh--adakah pendiskripsian lain yang lebih cocok--terlalu terkejut untuk ini.
_____________________________

*Akiyama Haruto, adik kembarku
_____________________________

"Dan Haruto, kau pasti tidak percaya!" Kazuki tertawa salah tingkah sebelum kembali menjawab. "Dia pacarku," sambungnya sambil merangkul bahuku.

Jika aku di posisi Fadli--maksudku Haruto, dengan sifatku yang ini tidak berubah--aku pasti akan mencelus. Bahkan untuk pertama kalinya aku bergidik saat Kazuki hanya menyampirkan satu tangannya di tengkukku. Tapi yang kulihat saat tanpa sengaja melirik Fadli hanya tatapan datarlah yang tidak berubah sejak tadi.

"Hoooh, omedetou."
____________________________

Omedetou = selamat
____________________________

Satu kata sebelum akhirnya Fadli/Haruto pergi mendahului kami. Aku sama sekali tidak senang dan malah bertolak belakang. Pikiranku sungguh kacau sekarang. Kuubah kesanku untuk hari ini.

Penuh kejutan!

~~~TBC~~~

Publikasi [23 Agustus 2019]

Salam hangat
Asano Hime~

Kimi Ga Suki Dakara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang