"Ada, aku sudah menyimpannya di memory card-ku," Aika tersenyum dengan satu alis matanya yang terangkat. Ketika Kazuki akan mengambil handphone itu dari tangan Aika gadis itu lebih dahulu menarik dan menyimpannya.
"Kenapa kau sangat ingin tahu?" ia menjeda. "Bukankah sama saja jika kau tidak mempercayai-nya sebagai kekasihmu?"
Kazuki mendecih, ia menatap Aika tajam. Ekspresi yang menyeramkan. Namun itu tidak menciutkan nyali Aika. Gadis itu tetap tenang menghadapinya.
"Aku memang penyuka ice cream, tapi aku tidak akan mengorbankan hal seperti ini hanya untuk ice cream gratis seminggu penuh."
Kazuki masih terdiam. Tidak berkata-kata. "Lagipula bukankah mereka juga telah memilihkannya untukmu?"
Setelah itu Kazuki kembali tenang. Ia memalingkan wajahnya dari tatapan Aika, lantas ikut bersandar ke dinding tepat di sebelah gadis itu. Ia menghela napasnya kasar. "Sudahlah, lupakan saja ice cream gratisnya," katanya pasrah.
Aika memberenggut. "Hei! Bukankah kau sudah membawa satu?!" tanyanya kesal.
Kazuki tersenyum jahil. "Akan kumakan setelah ini. Aku, kan, sudah menyerah."
Telinga Aika memerah. Seperti terbakar. "Mereka saling mengenal! Tapi kotak itu bukan darinya! Sekarang berikan ice cream itu padaku!" Entah bagaimana ekspresi tenangnya telah berubah penuh kekesalan.
"Hoooh, aku tidak memintamu mengatakannya lho. Itu artinya aku tak harus memberikan ini padamu." Sekarang Kazuki menyeringai puas. Dia mengangkat tangan kanannya yang menenteng satu bungkus ice cream coklat.
Gadis itu menatap Kazuki nyalang. Lantas mengalihkan pandangannya setelah merasa itu semua percuma. Dia mengumpat pada dirinya sendiri yang lengah sesaat.
"Bercanda," akunya, lalu menempelkan benda dingin itu ke pipi Aika. "Sankyuu infonya. Itu sudah cukup kok," tuturnya sebelum menjatuhkan ice cream. Dengan sigap Aika menangkapnya sebelum benda itu berhasil merosot. Gadis itu tersenyum getir. Ada suara benda patah yang cukup pelan dari ice cream itu saat berada di tangannya.
"Aku tidak berfikir itu cara berterima kasih yang benar."
Kazuki tersenyum lalu menjulurkan lidahnya. "Kau mendapatkan apa yang kau mau, kan?"
Aika mendengus kesal. Meski begitu dia tetap memasukkan ice cream yang hampir hancur tadi kedalam mulutnya.
~*~
Angin musim semi yang hampir usai, sejuk menerpa wajahku. Sedikit kuhembuskan nafasku yang tidak menciptakan kepulan uap di udara. Seperti yang biasa dilakukannya ketika mengajakku bertemu. Dia selalu terlambat. Entah apa saja yang tengah dia lakukan. Aku sudah terbiasa dengan hal itu.
Suara engsel pintu tak jauh di belakangku membuatku menatap sosoknya melalui ekor mata. Hanya memastikan itu benar dirinya ataukah orang lain. Setelah itu aku kembali pada aktifitasku tadi, mengamati dedaunan pohon sakura yang menghijau.
Aku bergidik saat dia melingkarkan kedua tangannya di leherku. Cepat-cepat aku menepis tangannya dan mengambil langkah sedikit menjauh. Seperti biasa dia akan terkekeh dengan reaksiku.
"Padahal ini bukan yang pertama kalinya, kau belum terbiasa juga, ya?" celetuknya masih dengan kekehan kecil.
"Aku tidak akan terbiasa," sahutku cepat.
Kazuki mengabaikanku. Dia lebih memilih menyandarkan tubuhnya di pembatas kawat dan menikmati hembusan angin yang menurutku dingin ini dengan memejamkan mata. Itu tidak lama karena setelahnya ia memandang gumpalan benda berwarna hijau di bawah dengan sedikit memutar kepalanya. "Aki," gumamnya.
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi Ga Suki Dakara [Completed]
Teen Fiction"Erika ga suki dakara." Sejenak aku merasa waktu berhenti bersamaan dengan langkahku yang tertahan. Dalam hembusan angin terakhir di musim panas itu iris mataku terkunci pada dirinya. Sudut bibir itu terangkat menyambutku. Senja terasa lebih menyila...