Chapter 36

15 3 0
                                    

Dramatis scene mode on :v

Selamat membaca...!

Bunkasai masih akan berlanjut hingga sore di hari berikutnya. Aku sempat membolos tepat setelah penampilan drama kelasku selesai. Rasanya aku ingin cepat-cepat untuk menjauh dari sana.

_____________________________

Bunkasai = festival budaya
_____________________________

Di hari terakhir festival budaya itu aku berkeliling ke stand-stand kelas lain untuk membeli makanan yang kusuka. Aku tidak tertarik untuk pergi ke kelas yang diubah menjadi planetarium, rumah hantu, atau yang lain yang tidak ada makanannya.

Meski begitu rasanya tidak cukup menarik. Aneh, padahal aku sudah terbiasa dengan kesendirian. Namun,  di tengah keramaian pengunjung kala itu aku merasa sedikit terasingkan. Aku tidak terlalu ambil pusing. Aku tetap mencoba menikmati festival hampir setengah hari, dan sisanya kuhabiskan untuk membuat sketsa di dalam kelas.

Untuk misteri gadis pengacau di pentas waktu itu identitasnya sama sekali tidak diketahui. Aneh, untuk apa dia mengacaukan pementasan kelas kami? Lalu menghilangnya Hisoka, dia ada kepentingan mendadak yang mengharuskannya pulang. Meski begitu, aku sedikit bisa menangkap kebohongan dari kalimat ucapannya. Tapi, ya, apa peduliku?

Lantas, waktu berjalan seakan semua itu hampir tidak pernah ada dalam hidupku.

Aku sedikit merasa kecewa. Senyumnya saat itu, sepertinya aku benar-benar mengkhayal. Dia sudah kembali menjadi dirinya yang biasa di perjumpaan kami yang berikutnya. Bahkan ciumannya yang waktu itu, semua itu tak lebih dari bagian dari drama. Tidak ada maksud lain.

Lucu, rasanya menyakitkan.

~*~

27 September, awal musim gugur di usiaku yang ketujuh belas, aku berencana pulang lebih awal karena permintaan ayah sore itu. Mungkin akan ada kejutan? Aku menantikannya.

Namun, alih-alih bisa menanti kejutan yang mungkin akan ayah berikan, aku malah harus berhadapan dulu dengan sejumlah gadis yang tidak kukenal. Baiklah, aku merasa familiar dengan mereka namun aku gagal mengingatnya.

"Permisi, bisakah kalian membuka jalan?"

Mendapat pelototan dari lima gadis itu, dalam hati aku tersenyum kecut. De javu. Kemuadian seorang gadis yang kurasa terlihat paling garang menarik paksa pergelangan tanganku dan menyeretku ke lantai atas.

"Bisa ikut dengan kami sebentar? Ada yang ingin kami katakan." Cengkraman tangannya tak sebaik dengan caranya berbicara. Itu membuatku mulai berfikir yang macam-macam tentangnya. Terlebih tentang pembullyan yang dilakukan beberapa pelajar Jepang, mulai memutari kepalaku. Jika kalian tidak tahu, pembullyan di sini dan di Indonesia itu sangat berbeda. Mereka tidak tanggung-tanggung jika ingin membully.

Peristiwa seperti itulah yang paling aku hindari di Jepang. Aku sedikit mulai berinteraksi sewajarnya dengan mereka dan juga berperilaku baik sejak aku menginjakkan kaki di negeri ini. Aku cenderung menghindari masalah dan bergelung dalam zona nyaman.

Saking parahnya pembullyan yang mereka lakukan, bahkan bisa membuat korbannya memutuskan untuk bunuh diri.

"Kalian bisa meminta itu tanpa harus meremas tanganku, kan?"

Di luar dugaan gadis bersurai hitam dengan poni yang disibak kebelakang oleh bandana, tertawa di belakangku. "Maaf, maaf, aku tidak bisa menahan tawaku."

Kimi Ga Suki Dakara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang