Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Kini aku berada di semester akhir di sekolahku. Ujian kelulusan telah usai satu minggu yang lalu. Untuk murid kelas tiga seperti diriku tidak ada kegiatan pembelajaran di kelas--yang membuatku harus merasa bosan setiap kali pergi kesekolah hanya untuk absensi.
Selain absensi biasanya aku pergi ke ruang klub manga untuk menghilangkan kebosanan. Ketika Karin--salah satu anggota klub manga sekaligus orang terakhir yang berada di sini selain aku--memutuskan untuk pulang, tinggallah aku sendiri di ruangan itu.
"Erika, aku pulang duluan, ya? Kuncinya ada di atas mejaku, jangan lupa mengunci ruangannya," pesannya.
Aku mengangguk kecil sebelum dia benar-benar pergi. Lantas aku mulai membereskan tasku bersiap untuk pulang. Suara ketukan pintu samar terdengar di telingaku. Aku berhenti sebentar dan menatap tajam pintu yang setengah terbuka itu.
Tidak ada lagi suara yang sama. Aku mengendikkan bahu dan kuputuskan untuk mengabaikannya.
Kusambar kunci aluminium di atas meja di sampingku. Meja milik Karin yang berada di ujung ruangan membuat jarak yang paling jauh dengan pintu. Ketika aku telah menutup pintu dan mulai menguncinya aku dikejutkan oleh pisau yang ditempelkan di leherku. Aku menahan napas dengan degup jantung yang tidak stabil, sampai akhirnya kusadari jika benda itu dalam posisi terbalik. Siapa pun dia kuharap dia sengaja membalikkannya.
"Apa aku sudah terlihat seperti orang jahat?" Kalimat dari sang pelaku membuat ekspresiku berubah total. Menjadi datar. Sungguh membuat jantung orang lain hampir meloncat itu sangat tidak lucu.
"Mungkin tidak jika aku masokis, dan bisakah kau jauhkan benda ini dari leherku, Akiyama Kazuki-san?"
Lalu kazuki menjauhkan pisaunya dari leherku sambil terkekeh. "Aku sudah bilang, kan, jika ini tidak lucu." Ah, aku belum mengatakannya secara lisan.
"Jadi kau sadis?"
Oke, sepertinya aku salah membuat topik dengan Kazuki. Jadi kuputuskan untuk mengganti topiknya lagi. "Darimana kau mendapat benda berbahaya ini?"
"Ruang tataboga," akunya sembari mengendikkan bahu.
"Kau mencurinya, ya?" tuduhku.
"Hanya meminjamnya sebentar."
"Untuk apa?" Aku bertanya menyelidik.
"Menjahilimu. Sudah kulakukan, kan, tadi?"
Aku menepuk jidatku pasrah mendengar pengakuan konyol darinya. Pemuda itu terkekeh sebentar dan lantas mengembalikan benda itu ke ruang tataboga yang berada tepat di sebelah ruang klub manga.
"Ngomong-ngomong Erika-chan, libur musim dingin nanti ada waktu?" tanyanya setelah ia kembali. Aku masih saja bergidik saat mendengar namaku di panggil dengan akhiran -chan. Rasanya sungguh aneh.
Kami mulai berjalan menyusuri lorong.
"Seingatku tidak.""Kalau begitu bagaimana jika kita pergi ke pantai?" usulnya penuh semangat. Padahal seingatku aku sudah mengatakan tidak dengan nada yang sarkastis. Aku juga masih belum mengerti dari mana datangnya semangat dan keceriaannya itu.
"Tidakkah kau merasa dingin di cuaca ini?"
"Musim panas masih lama."
Aku mendengus. "Kalau begitu pergilah sendiri."
"Baiklah, baiklah, kalau begitu ke Dotonbori?" katanya dan diikuti gerakan tangan mengibas tanda ketidakseriusannya tadi.
"Akan kuatur waktu untuk bisa datang," balasku sok sibuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi Ga Suki Dakara [Completed]
Novela Juvenil"Erika ga suki dakara." Sejenak aku merasa waktu berhenti bersamaan dengan langkahku yang tertahan. Dalam hembusan angin terakhir di musim panas itu iris mataku terkunci pada dirinya. Sudut bibir itu terangkat menyambutku. Senja terasa lebih menyila...