"Dia, sungguh-mantan-pacarmu?" tanya wanita muda itu penuh penekanan. Bereaksi sama halnya ketika aku bercerita tentangku yang menemukan sekoper uang di pinggir jalan.
Aku tidak bisa menatapnya karena dia berada di sampingku dan aku sedang tidak bisa menoleh. Meski begitu aku masih ingat bagaimana rambut panjangnya yang disanggul kecil benar-benar mirip wanita karier. Dia mempraktekkan itu ketika menginap di rumahku malam sebelumnya. Tanpa disadari, kami tumbuh terlalu cepat.
"Yaaa, itu cerita yang lucu dan cukup panjang."
"Dan kau tidak ingin menghabiskan waktu hanya untuk bercerita tentang itu."
Aku terkekeh pelan. "Setengahnya benar, tapi aku tidak akan memberitahumu jika tidak ingin bercerita."
Ketika penata riasku menjauh untuk mengambil gaun yang akan kukenakan, aku baru menoleh padanya. "Sangat lucu, kau tahu--"
"Tidak," sahutnya cepat.
Aku sedikit memanyunkan bibirku yang merah sekali sambil melanjutkan, "Aku sudah di jodohkan dengannya ketika kecil."
Dia bereaksi dengan alis yang menyatu. "Hah? Masih zamannya, ya?" Seolah itu adalah hal terkuno dari hal yang paling kuno yang pernah dia dengar. "Lalu, apa yang terjadi?"
Aku nyaris bersuara lagi ketika dia memajukan telapak tangannya menyuruhku bungkam. "Biar kutebak. Fadli bertingkah sok keren dan bernegosiasi dengan keluarganya supaya dia yang akan menikahimu?"
"Seperempatnya benar, kurang lebih begitu. Dan tolong diingat, namanya Haruto."
Dia bergidik. "Aneh, jangan membuat ini seolah aku harus berkenalan lagi dengannya. Lagi pula dia tidak keberatan kupanggil Fadli."
Aku mengendikkan bahu, mengalah. "Ngomong-ngomong bagaimana Iqbal melamarmu? Aku masih ingat saat kau tidak sengaja mengatakan perasaanmu ke dia, dan malah memperburuk hubungan kalian."
"Aahh..., itu bagian yang buruk. Tolong jangan ingatkan aku."
Pembicaraan kami lantas terhenti saat penata rias tadi kembali lagi keruanganku dan membantuku mengganti pakaian.
Dan di sentuhan akhir mereka mengecek rambutku sekali lagi lantas mengizinkanku menghadap cermin.
Aku tertegun. Tidak menyangka secepat ini gaun putih khas pernikahan ala Eropa membalut tubuhku. Di tambah riasan yang sangat berbeda dengan yang biasa kugunakan. Lebih mencolok, namun masih terlihat natural.
Dari belakang Dea menyentuh kedua bahuku. "Kau siap?"
"Maksudmu berjalan dengan gaun besar ini? Sebenarnya aku lebih tidak siap jika mengenakan kimuno dua belas lapis."
"Ingatkan aku untuk memukul kepalamu ketika acara sudah selesai."
"Maaf, aku gugup sekali. Mungkin aku juga akan berhenti berkeringat dingin jika kau menbuat sebuah lelucon."
"Jangan membuang-buang waktumu. Mereka sudah menunggu," katanya sambil memberiku seikat bunga mawar putih, kemudian memaksaku jalan lebih dulu.
Semakin mendekati pintu perasanku semakin tidak tenang. Debaran yang kelewat aneh--yang bisa kudengar lebih cepat dari irama langkahku. Tidak sanggup menatap kedepan, mataku terus menatap lantai yang kupijaki. Tahu-tahu pria bersetelan jas putih dengan senyum mengembang itu sudah berdiri tepat di depanku. Mengulurkan satu tangannya, lantas menggenggam tanganku kuat seakan tidak ingin melepaskannya.
Pipiku merona. Dengan senyum gugup aku membalas senyum manisnya.
Mulai hari ini semuanya akan berbeda. Tanggung jawab yang kupikul akan lebih berat dari sebelumnya. Menjadi pendamping yang baik dihidupnya, membesarkan dan merawat bayi mungil yang akan menjadi tanda cinta kami berdua.
Aku pun tahu masalah kami tidak akan berakhir disini, bahkan masalah-masalah yang lebih besar pasti telah menunggu. Namun aku tidak takut, begitu pula dirinya. Karena kami, akan selalu bersama.
Aku selalu berdoa atas itu.
Lalu untukmu yang telah memilihku. Aku sangat bersyukur karena itu adalah dirimu. Bagaiama semua ini terjadi, membuatku kembali teringat, bagaimana masa-masa itu kita lalui. Bagaimana kata-katamu membuat hatiku tergerak.
Ya.
Kimi ga suki dakara.
~~~The End~~~
Tidak terasa akhirnya aku selesai menuliskan cerita ini. Aku sangat berterima kasih pada kalian yang bersedia membaca tulisanku hingga tamat. Dan terima kasih yang teramat besar kuucapkan untuk kalian yang telah mendukung dengan memberi suara pada karyaku dan memberi komentar.
Lalu, mungkin ini akan menjadi novel pertama dan terakhirku yang bergenre teenfiction murni. Sejak muncul ide trilogi Blue Dragon di kepalaku, aku bertekad mendedikasikan diriku sebagai penulis novel fantasi. Aku tahu ideku memang belum setara dengan penulis-penulis wattpad fantasi terkenal lainnya. Tapi aku masih bisa berusaha lebih keras lagi. Aku akan berusaha untuk setara dengan mereka.
Sekali lagi terima kasih banyak.
Aku akan senang jika kalian juga bersedia untuk membaca karyaku yang lain.
Sampai jumpa lagi! 🤗
Publikasi [30 September 2019]
Salam hangat
Asano Hime~
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi Ga Suki Dakara [Completed]
Ficção Adolescente"Erika ga suki dakara." Sejenak aku merasa waktu berhenti bersamaan dengan langkahku yang tertahan. Dalam hembusan angin terakhir di musim panas itu iris mataku terkunci pada dirinya. Sudut bibir itu terangkat menyambutku. Senja terasa lebih menyila...