Sebelumnya aku mengucapkan selamat hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke-74. Semoga Indonesia semakin jaya.
Petang berganti pagi. Perlahan sang surya mulai menampakkan dirinya. Bersinar cerah untuk menerangi negeri matahari terbit itu. Meski begitu tetap saja udara di negeri ini tak kunjung menghangat, dengan hamparan salju putih berkilauan yang menutupi semua yang ada di sana.
Kutiup tanganku, mencoba menyalurkan kehangatan di sana. Sudah lebih jam tujuh pagi dan aku belum mandi. Hah! Bahkan aku tak ingin beranjak dari selimut tebal ini. Aku yakin di luar tak lagi turun salju, tapi tetap saja udara tidak berubah bagiku.
Untuk pertama kalinya aku senang Indonesia bukan negara empat musim. Tak bisa kubayangkan lahir di tempat sedingin ini. Aku kembali melirik jam dinding. Setidaknya di sini pelajaran dimulai lebih siang. Ini sedikit menguntungkan di musim yang membuat kita malas. Ralat, mungkin hanya aku yang malas.
Lebih beruntung lagi aku belum sekolah untuk hari ini. Mungkin besok atau besoknya lagi.
Mendadak aku ingin mengutip quotes dari Patrick Star. "Mawar itu biru violet itu merah. Sepertinya aku harus ke kamar mandi." Aku bangkit dengan cepat dari kenyamanan futon-ku. Pergi dari sana tanpa peduli tempat itu yang belum kurapikan.
Setelah menggeser pintu kamar udara dingin menyeruak menyambutku. Bahkan di sini lebih dingin dari yang kukira. Kemudian, kutolehkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. Sepi. Oh, apa aku bangun paling awal di sini? Eumh, lupakan itu. Jadi, di mana toiletnya? Dimana aku bisa menemukan tempat itu?
Kuputuskan untuk mengambil langkah ke kiri mengingat kemarin aku masuk ke kamar dari kanan. Mungkin aku akan beruntung dan melewati ruangan itu setelah mengambil jalan ini.
Aku mengerjap, tepat di depan mataku ada halaman yang luas dengan satu kolam kecil di salah satu sudutnya. Di sampingnya tumbuh pohon yang cukup besar dengan salju putih yang membalut batangnya.
Aku kembali melangkah untuk lebih mendekat dan DUK! Aku menabrak kaca. Lantas kututup ujung hidungku dengan tangan. Kalian tak akan tahu sesakit apa hidung malang ini. Aku bahkan bisa merasakan mataku yang berkaca-kaca. Cepat-cepat aku menghapus air mata itu yang hampir tumpah sebelum orang lain melihatnya. Kalian tahu, ini bukan lelucon yang lucu.
Mengabaikan hal konyol ini aku mulai berjalan pergi. Aku bisa mendengar suara dari ujung lorong. Sepertinya dari dapur. Suaranya mirip ketika ibuku tengah memotong sayur.
Sebuah ruangan yang terang di balik pintu. Aku berjalan ke sana. Di ujung pintu aku berhenti. Nenek dan bibi Kazuko tengah sibuk dengan peralatan memasak mereka, sebelum akhirnya nenek menghentikan aktivitasnya lebih dulu karena menyadari kehadiranku.
"Ohayou, Erika-chan. Kau bangun cukup pagi," sapanya kemudian beliau kembali pada aktifitasnya. Sementara itu bibi Kazuko tersenyum padaku.
______________________________
Ohayou = selamat pagi (non-formal)
______________________________"Ohayou gozaimasu, Obaa-san, Kazuko oba-san." Aku tersenyum kikuk. Rasanya sedikit aneh mengingat dua panggilan tadi hanya berbeda satu huruf 'a'. Bahkan aku tak yakin aku telah melafalkannya dengan benar tadi. Lantas aku bergumam sebentar dan kemudian bertanya, "Dimana letak kamar mandinya?"
___________________________________
Ohayou gozaimasu = selamat pagi (formal)
___________________________________Kurasakan pipiku yang memanas. Apa pertanyaanku terdengar aneh? Aku yakin pertanyaanku aneh, tapi aku sudah terlanjur mengatakannya.
Bibi Kazuko tertawa kecil. Sepertinya benar kaliamatku terdengar aneh. Lantas beliau menjawab, "Tempat itu ada di belakangmu, Erika."
![](https://img.wattpad.com/cover/126493862-288-k962239.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kimi Ga Suki Dakara [Completed]
Novela Juvenil"Erika ga suki dakara." Sejenak aku merasa waktu berhenti bersamaan dengan langkahku yang tertahan. Dalam hembusan angin terakhir di musim panas itu iris mataku terkunci pada dirinya. Sudut bibir itu terangkat menyambutku. Senja terasa lebih menyila...