BXB (3)

1.7K 80 1
                                    

-Bintang Putra Swastika-

Sekarang, aku dan Icha sedang di perjalanan menuju toko buku.

"Lo jangan ketus-ketus dong sama Dysha, kasian dia tau. Dia kan ada rasa sama lo, masa lo ketus-ketus gitu sama Dysha." Ujar Icha menasihatiku. Entah kenapa Icha terus saja membahas soal Dysha saat bersamaku, bosan.

"Dia suka drama, sih." Jawabku, dan Icha mendengus kesal.

"Drama apa, sih?! Dysha nggak begitu Tha. Lo sedikit hargain perjuangan dia buat bikin lo suka kek, jangan malah ketus. Pasti hati Dysha sakit."

"Gini, ya, Cha. Gue cuma nggak mau nanti dicap sebagai cowok pemberi harapan palsu, makanya gue nggak mau terlalu ngeladenin dia. Nanti kalo gue ladenin, terus dia baper. Gue lagi yang salah. Bukannya gue nggak ngehargain perjuangan dia, Cha. Cinta nggak bisa dipaksa, kan?" Ucapku panjang lebar. Entah kenapa kalau bersama Icha, aku menjadi seorang cowok yang cerewet.

"Iya sih, cinta nggak bisa dipaksa. Biar Dysha nggak capek-capek berjuang buat dapetin cintanya lo, mending besok lo ajak dia ngomong. Kasih tau, kalo lebih baik Dysha nggak usah suka sama lo. Karena lo nggak bisa bales perasaan dia, dan lo minta maaf sama dia. Pokoknya gitu, deh." Jelas Icha, ia terlihat lucu saat kehabisan kata-kata.

"Iya-iya," jawabku sambil mengacak rambutnya gemas.

"Utha! Rambut gue berantakan, sebel ah." Ucapnya kesal denganku, dan semakin membuatku gemas melihat ekspresi wajahnya.

"Yakin sebel? Tapi, lo sayang sama gue kan?" Tanyaku dengan nada menggoda.

"Sayang, sayang! Pala lo peyang!" Ketusnya. Aku hanya terkekeh melihat tingkahnya.

Kini, kami sudah sampai di toko buku terdekat. Aku segera turun dari motor, dan membuka helm yang ku kenakan.

"Ke sini  mau ngapain sih?" Tanya Icha.

"Beli bukulah, lo kira beli baju." Jawabku singkat.

"Huh! Lo mah beli buku mulu, sekali-kali jangan beli buku kek." Ucapnya, Icha memang tidak suka membaca buku. Apalagi buku pelajaran.

"Kita ini udah kelas sebelas, Cha. Nanti naik kelas, terus ujian. Nah, dari sekarang kita persiapkan diri." Jawabku.

"Iya, deh iya. Tapi habis beli buku, lo temenin gue beli sepatu ya?" Pintanya. Icha memang penggemar, sekaligus pengkoleksi sneekers-sneekers ber-merk.

"Iya, beliin gue kapan?" Tanyaku dan sekalian meminta.

"Nanti gue beliin lo sekalian," jawabnya.

"Bener, ya?" Tanyaku memastikan.

"Iya, Bintang Putra Swastika."

-BXB-

Selesai sudah mencari-cari buku materi untuk ujian, sekarang aku dan Icha pergi menuju toko sepatu.

"Lo nyari sepatu apaan lagi, sih? Sepatu udah banyak dirumah. Masih aja mau beli," Ocehku.

"Koleksi lah, Tha." Jawabnya sambil melihat ke arah kanan-kiri, mencari sepatu yang sesuai seleranya.

"Cewek tuh pake high heels, jangan pake sneekers. Nggak feminim banget. Eh, lo kan tomboy." Ujarku, dan mendapat cubitan dari Icha. Aku meringis kesakitan, cubitan Icha bukan cubitan main-main.

"Tomboy, tomboy! Lo kan tau kalo gue nggak bisa pake high heels, gimana mau belinya?" Ketusnya.

"Belajar dong, Cha. Masa lo kalah sama Qinath yang masih kelas tiga SD? Dia udah lancar banget pake high heels,"

Bulan X BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang