BXB (19)

878 38 6
                                    

[Dimulmed, foto Utha sama Nanath ya.]

-Bintang Putra Swastika-

  Badanku terasa lemah saat ingin bangun, kemarin hidungku banyak mengeluarkan darah. Sekitar tiga bulan ini aku mengidap penyakit paru-paru basah, hanya Ibu yang tau. Jangan bilang pada siapa-siapa, apalagi Icha. Karena aku tidak ingin melihatnya khawatir, bahkan menangis. Icha seorang gadis yang cengeng, dan kepala batu.

Terdengar ketukan pintu dikamarku, segera ku buka. "Ibu,"

  Mendengar aku memanggilnya, beliau tersenyum. Aku mempersilahkan Ibu untuk masuk, kebetulan sudahku rapikan kamarku yang seperti kapal pecah kemarin.

"Gimana keadaan kamu, Tha?" Tanya Ibu lembut.

"Utha udah sedikit baikan, Bu." Kataku berbohong, aku ingin berusaha sendiri menghadapi penyakitku ini.

"Yang benar? Kenapa muka kamu pucat? Hidung kamu berdarah lagi? Apa obatnya sudah diminum?" Aku tersenyum mendengar kekhawatiran Ibu, beliau begitu menyayangiku.

"Hidung Utha kemarin memang berdarah lagi, tapi cuman sedikit. Obatnya juga sudah Utha minum," jawabku.

"Ya udah, hari ini kamu nggak usah sekolah dulu. Kita ke Dokter,"

  Aku mengangguk, kebetulan juga badanku lemas dan kepala yang sedikit pusing. Soal Icha, mungkin ia sudah berstatus menjadi pacar Dovi mulai malam tadi. Pastinya berangkat sekolah Dovi yang menjemputnya, posisiku sekarang dibawah satu tingkat Dovi.

"Kamu udah bilang Icha kalo kamu nggak bisa jemput?" Tanya Ibu.

Aku menggeleng, "Icha sekarang udah punya pacar. Jadi, bukan sama Utha lagi berangkatnya."

"Kenapa kamu nggak bilang kalo kamu suka sama Icha, Tha?"

"Nggak berani, takut Icha marah." Jawabku.

"Buat apa kamu takut? Toh, yang penting kamu sudah jujur dengan perasaan sendiri." Kata Ibu, benar juga. Tapi semuanya sudah terlambat, ibaratkan nasi sudah menjadi bubur.

  Aku hanya tersenyum menanggapi nasihat dari Ibu. Tapi tiba-tiba hidungku berdarah lagi, merepotkan saja. Sesegera mungkin ku ambil tissue didekat ku, agar Ibu tidak tau kalau hidungku berdarah lagi.

"Tha," panggil Ibu dengan nada khawatir.

Aku menoleh, lalu tersenyum. "Kenapa Bu?"

"Ibu nggak suka ngeliat kamu bohong soal penyakit, Ibu nggak suka liat kamu yang selalu berusaha buat Ibu nggak khawatir. Jangan begitu, Tha." Ucap Ibu, terlihat air yang menggenang dipelupuk matanya.

  Aku buang tissue yang bekas ku gunakan, dan menutup mata sesaat. Setelah itu ku tatap dalam mata Ibu, tersirat kekhawatiran dalam tatapan Ibu.

Aku menarik napas dalam, lalu menghembuskannya perlahan. "Bu, Utha pengen berjuang sendiri ngelawan penyakit. Utha gak bisa terus-terusan bergantung sama Ibu, Utha takut ngerepotin.Wait! Utha emang selalu ngerepotin, ya, Bu."

Ibu mengelus lembut puncak kepalaku, "Jangan ngomong begitu."

  Terasa sangat sakit kepalaku, badanku yang menjadi lemas. Dan tiba-tiba pandanganku menggelap, terakhir aku mendengar suara Ibu memanggil namaku.

-BXB-

  Saat ku buka perlahan kedua mataku, terlihat langit-langit sebuah tempat yang berwarna putih. Dan bau obat-obatan, serta bunyi mesin pendeteksi jantung. Aku menoleh ke arah kiri, terdapat Ibu yang sedang berbicara dengan seorang Dokter.

  Mereka seperti membicarakan sesuatu yang penting, samar-samar aku mendengar namaku disebut. Lalu terlihat wajah Ibu yang seketika menegang, dan matanya yang mengeluarkan air mata.

Ibu menoleh ke arahku, tatapan kami bertemu. Ibu terkejut, lalu berubah dengan ekspresi lembut. "Utha udah bangun?"

"Iya, Bu. Kok Utha ada dirumah sakit?" Tanyaku heran.

Ibu berjalan ke arah ku, dan duduk disampingku. "Kamu pingsan tadi, dan sukses bikin Ibu khawatir."

"Ah, Utha selalu aja bikin Ibu susah." Ucapku, dan mendapat gelengan keras dari Ibu.

Ibu tersenyum, lalu mengusap pelan rambut hitamku. "Ini tugas Ibu, Utha. Ibu harus selalu bikin kamu bahagia, Ibu janji."

Aku membalas senyum termanis dari Ibu, "Ayah nggak pulang?"

"Ibu udah ngasih tau Ayah kamu, kalo kamu ada dirumah sakit. Ayah langsung pulang sore ini," jawab Ibu.

"Kasian Ayah,"

"Wajar kalo Ayah khawatir sama kamu, karena Ayah gak mau kehilangan anak yang dia sayang lagi." Ucap Ibu, dengan sorot kesedihan.

"Oh, iya. Besok 'kan hari ulang tahun Nanath, Bu." Ucapku. Aku benar-benar merindukan malaikat kecilku.

"Iya, Ibu nggak lupa. Besok kita ke kuburan Nanath bareng Ayah, kita ziarah." Kata Ibu, aku sangat setuju.

"Ini jam berapa, Bu?" Tanyaku.

"Jam 14.15, Tha. Kenapa?"

Aku menggeleng, "Ibu nggak ngasih tau Icha 'kan?" Tanyaku.

"Nggak, Tha." Jawab Ibu, lalu beliau berdiri. "Tha, Ibu mau ambil pakaian kamu dulu dirumah. Kalo ada apa-apa pencet tombol aja, ya, langsung panggil Dokter."

Aku mengernyitkan dahi, kenapa Ibu ingin mengambil pakaianku?

"Emang Utha nginep disini?" Tanyaku.

"Iya, kamu dirawat sampe udah sehat lagi."

"Sampe kapan, Bu?" Tanyaku lagi.

"Nggak tau, Utha. Udah ah, Ibu pergi dulu." Pamit Ibu.

***

Seru atau Zeru?

Rada baper gue, pengen nangis. Huaaaaaaaa!

Oke, tungguin next chapter.

See u and Love u❤

Salam BuBi🙋

Bulan X BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang