Vote dulu baru baca:)
Bilang apa sama author karena udah update? Hihi.***
- Bulan Celonicha -
Ponselku berbunyi, menandakan sebuah panggilan masuk. Ku lihat, ternyata Dovi yang menelponku.
"Hallo,"
"Iya, hallo,"
"Kamu lagi apa?"
"Lagi beres-beres kamar aja, Dov."
Kami memang masih pacaran, tapi kami jarang berhubungan. Terutama aku yang enggan menghubungi Dovi, terasa malas saja menghubunginya. Terlebih lagi aku jadi teringat Utha.
"Ooh, ketemuan yuk. Aku kangen nih, lagian semenjak libur kita nggak ada ketemu-ketemu lagi."
Mengingat tidak ada kesibukan, dan ada yang ingin ku tanyakan kepada Dovi. Tentang suatu hal yang menyangkut masa lalu ku yang belum terselesaikan, yang sering membuatku kepikiran.
"Gimana?" Tanya Dovi, lagi.
"Ehm, iya deh. Nanti ketemuan dimana?"
"Lho, kok ketemuan sih. Kan biasanya juga aku yang jemput, kamu tunggu aja dirumah. Ini aku on the way."
"Ya udah, aku tunggu."
Panggilan langsung ku putuskan, biar saja Dovi merasa aneh dengan tingkahku belakangan ini. Toh, aku sekarang sudah tidak peduli dengan hubungan kami. Entahlah mengapa.
Aku langsung bersiap-siap, mengganti baju yang santai untuk sekedar bertatap muka diluar rumah bersama Dovi. Dan aku juga sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang Dovi harus jawab.
Tak berapa lama, klakson mobil berbunyi diluar rumah. Aku keluar dari kamar, dan pergi untuk menemui Bunda terlebih dulu, berniat pamit pergi sebentar.
"Lho, Icha, kamu mau kemana?" Tanya Bunda yang sadar akan kehadiranku disampingnya, yang sedang nonton televisi.
"Icha mau keluar rumah bentar, Bun. Cari angin, lagian bosan dirumah melulu." Jawabku, seraya ingin mencium punggung tangan Bunda.
Bunda langsung menarik tangannya, mencegahku untuk salim. Lalu melontarkan pertanyaan, "Sama siapa?"
"Sama Dovi, Bun."
"Ya udah, jangan lama-lama. Bunda nggak ada temannya nih," kata Bunda.
Kebetulan Bi Ami sedang pulang ke kampung halamannya, dan Bang Eza yang belum pulang ke rumah. Dia masih sibuk dengan urusannya, ah! Aku jadi rindu kepada Bang Eza.
Aku tersenyum, lalu mengatakan, "Iya Bun. Icha nggak bakal lama-lama. Ya udah, Icha berangkat. Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
-BXB-
Kini aku dan Dovi sudah sampai ditempat makan yang membuat nyaman para pengunjungnya, menu makanannya pun up to date. Kekinian banget.
"Hampir sebulan kita nggak ada waktu berdua kayak gini, aku kangen." Ucap Dovi, sambil merangkul pinggangku.
Merasa aneh, aku langsung sedikit menjauh dari Dovi. Bahkan ku lepaskan tangan Dovi yang tadi sempat menempel dipinggang ramping milikku.
"Kamu kenapa? Kok kayak beda gitu sikapnya sama aku? Biasanya kalo aku rangkul, kamu terima-terima aja. Kenapa sekarang kamu gak mau aku rangkul?" Pertanyaan bertubi-tubi keluar dari mulut Dovi. Aku juga bingung kenapa bersikap seperti ini kepadanya, tapi sepertinya aku mulai tidak nyaman dengan hubunganku dan Dovi.
Tanpa berniat menjawab, aku langsung duduk di bangku. Dovi pun ikut duduk berhadapan denganku. Ia menatapku begitu intens, aku merasa seperti di introgasi. Tiba-tiba ku rasakan tangannya mengelus lembut punggung tanganku.
"Lan, kamu kenapa? Sikap kamu udah gak seperti awal-awal kita pacaran." Jelas Dovi, aku hanya bisa menatap wajahnya yang sedikit mirip Karrel.
"Sebenarnya ada yang pengen aku tanya sama kamu," ucapku. Seraya menjauhkan tanganku dari jangkauan tangan Dovi.
Ekspresi Dovi langsung terlihat menegang, sekaligus bingung. Lalu dia bertanya, "Apa?"
Ku tarik napas dalam, lalu berucap, "Apa hubungan lo sama Karrel?"
Dovi terlihat begitu terkejut, entah karena aku berbicara menggunakan lo-gue atau tentang Karrel. Ku tunggu Dovi menjawab, tapi ia hanya diam seribu kata.
"Dov, jawab." Tegasku. Aku semakin merasa ada sesuatu yang ia tutupi tentang Karrel kepadaku.
Dovi tiba-tiba tersenyum, sepertinya untuk menutupi ketegangan yang menerpanya. "Lan, kenapa kamu tiba-tiba tanya Karrel itu sama aku? Aku nggak ngerti apa yang kamu tanya."
Sekarang aku yakin, Dovi memang sedang menutupi sesuatu. Ku tatap matanya, mencari sebuah kebohongan. Sambil berucap, "Cukup. Cukup untuk bohongin gue, sok baik sama gue. Gue tau ada hal yang lo tutupi tentang Karrel dari gue, gue tau lo ada hubungannya sama Karrel. Sekarang, mending lo jujur."
"Jujur tentang apa, Lan? Nggak ada yang alu tutupin dari kamu. Kamu kenapa, sih?" Tanya Dovi sambil memegang tanganku.
Ku hentakkan tanganku, bermaksud melepaskan tangannya dari tanganku. Sekarang aku hanya butuh kejujuran, bukan perlakuan manis yang hanya untuk menutupi kebohongan.
"Sekarang gue cuma perlu jawaban lo tentang Karrel, Dov. Tolong, jawab. Gue cuma mau terlepas dari masa lalu gue, tolong bantu Dov." Ucapku memohon, sepertinya aku tidak bisa bertanya dengan kasar dengan Dovi.
"Oke-oke, mungkin ini saatnya aku jujur sama kamu. Sebelumnya maaf karena ada yang aku tutupi sama kamu." Ucapnya. Alhasil aku berbangga hati, karena trik yang ku gunakan tadi berhasil. Good job, Cha.
Aku memasang wajah sedih, lalu ku tanya lagi, "Apa hubungan lo sama Karrel?"
"Sebenarnya, Karrel itu kembaran aku."
Tunggu! Apa yang baru saja Dovi katakan? Apa itu benar? Kenapa rasanya aku begitu terkejut.
"Lo... kembaran Karrel?" Tanyaku sambil menetralkan denyut jantungku.
Dovi mengangguk, "Iya. Maaf udah nutupin masalah ini sama kamu, tapi semua ini aku lakuin karena suatu hal."
Aku semakin bingung, ditambah rasa penasaranku yang semakin memuncak. Ternyata hidup manusia itu selalu berkesinambungan, selalu ada hubungannya.
***
Digantung yak! Hueheheh
Tungguin next chapter deh kalo pemasaran, jangan lupa Vomment dulu BXB sebelum pergi buka aplikasi lain.
See u and Love u❤
Salam BuBi🙋
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan X Bintang
Teen Fiction[COMPLETED] Kata sebagian orang, jika seorang perempuan dan lelaki menjalin hubungan persahabatan itu tidak akan pernah lancar. Di antara keduanya pasti ada yang merasakan perasaan yang berbeda, perasaan lebih dari seorang sahabat. Namun, ada sebag...