- Bulan Celonicha -
Hari ini tepat tanggal satu April, dan tepat dimana aku bertambah umur. Umurku sekarang bertambah menjadi genap 20 tahun. Kini aku bukan lagi gadis yang memakai baju putih abu-abu, bukan lagi merasakan cinta monyet, sekarang aku harus bisa memilih pilihan sendiri.
Hampir setahun Utha pergi meninggalkan ku untuk selama-lamanya, hampir setahun Dysha pergi juga dari kehidupanku, hampir setahun juga aku masuk di salah satu universitas favorit di kota macet ini. Selama itu, aku berusaha sendiri. Bahkan harus bisa beradaptasi dengan teman-teman baru di Kampus, menurutku itu cukup sulit. Sifat sok kenal sok dekat yang ku miliki, tiba-tiba saja hilang.
Omong-omong soal ulang tahunku hari ini, Bunda dan Bang Eza berencana merayakannya. Walau hanya kecil-kecilan. Karena saat umurku tepat 17 tahun, itu tidak ada perayaan apapun. Hanya kejutan-kejutan kecil yang di berikan Bunda, Bang Eza, Utha, dan orang tua Utha. Sayangnya saat ini, Utha tidak ada bersama ku dan semuanya.
Tiba-tiba aku mendengar suara Bunda yang menggelegar di seluruh sudut ruangan, saat ini aku berada di ruang keluarga. Tanpa pikir panjang dan tanpa ingin mendengar Bunda yang akan mengomeli ku, aku langsung beranjak menghampiri Bunda.
"Kenapa, Bun?" Tanyaku saat sudah berada di samping Bunda yang sedang sibuk. Entah sibuk masalah apa, aku tak tau.
"Kamu ini gimana, sih? Acara 'kan mulainya jam tujuh malam. Kenapa belum siap-siap? Ini sudah jam lima sore, Icha."
"Gini, ya, Bun. Bukannya Icha malas siap-siap atau apa, tapi Icha bingung harus pakai baju apa? Bunda 'kan tau kalo Icha nggak banyak punya dress buat acara-acara." Jelasku, itu memang benar adanya.
Bunda mendesah pelan, lalu berkata. "Bunda 'kan tadi udah bilang, kalo bajunya kamu di dalam kamar Bunda. Makanya jangan fokus sama handphone aja, sampai-sampai Bunda nggak di hirauin." Aku sungguh tidak mendengar apa yang Bunda katakan, mungkin karena aku memang terlalu fokus dengan ponselku.
"Iya, Bun. Bang Eza mana, ya, Bun? Kok Icha nggak lihat dari tadi." Tanyaku.
"Itu, Abang kamu lagi ke rumah Dena." Jawab Bunda. Dena adalah tunangan Bang Eza, aku sering memanggilnya dengan sebutan Ka Nana.
"Oh gitu, Icha siap-siap dulu deh. Bunda jangan rindu, berat, biar Icha aja yang masih ringan." Ucapku dengan di akhir gelak tawa.
"Bagus, ya. Kamu ngatain Bunda gendut, heh, Bunda ini langsing." Jawab Bunda.
"Iya deh, Bunda mah bagus aja di mata Icha." Kata ku.
"Udah ah, sana siap-siap. Kamu suka banget bikin Bunda naik darah, dosa lho Cha."
Aku terkekeh, lalu berkata. "Maaf, Bun. Bercanda kok."
"Iya-iya, sana siap-siap. Yang cantik, nanti ada orang spesial."
"Siapa?" Tanyaku dengan segudang rasa penasaran.
"Aduh, kepo deh. Udah ah, Bunda mau ke kamar dulu." Kata Bunda, dan langsung berlalu dari hadapanku.
-BXB-
Acara sudah di mulai, tamu undangan sudah banyak yang datang. Kebanyakan teman sekampus ku, dan teman-teman Bunda yang aku kenal, sisanya teman Bang Eza. Oh iya, Tante Jessa--Ibu dari Utha--dan Om Mawa--Ayah dari Utha--juga datang.
Aku mengenakan dress berwarna merah marun di atas lutut, dengan high heels berwarna hitam. Ah, aku sudah bisa memakai sepatu yang tinggi. Sesuai janjiku terhadap Utha. Tapi jujur, aku tidak terlalu nyaman dengan pakaianku malam ini. Karena ku rasa ini terlalu feminin, dan aku tidak suka itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan X Bintang
Teen Fiction[COMPLETED] Kata sebagian orang, jika seorang perempuan dan lelaki menjalin hubungan persahabatan itu tidak akan pernah lancar. Di antara keduanya pasti ada yang merasakan perasaan yang berbeda, perasaan lebih dari seorang sahabat. Namun, ada sebag...