16

332 20 0
                                    

Ia pergi
Tetesan hujan dipagi buta
Seakan mengundang tangis,
Tangis yang tak bisa terelakkan
Ia pergi
Ia takkan pernah kembali
Ia menjauh
Ia meninggalkan mereka yang berlinang air mata
Pagi yang mesti diawali senyuman
Kini diawali dengan pecahan tangisan
Ia tak butuh tangis, ia butuh doa
Namun bagaimana lagi? tak ada yang datang kecuali tangis
Melihat tubuhnya tak berdaya membuat mereka remuk seketika
Tetesan-tetesan embun mengundang pilu, bauh tanah yang menyerbak membuat tangis kembali pecah
Membuat mereka tersadar kalau ia benar-benar takkan kembali, sekalipun itu yang mereka inginkan
Ia pergi untuk selamanya
Ia pergi dan tak akan kembali.

                                                     Kia

***

Kai turun dan bergabung dimeja makan untuk sarapan, "pagi Kai," sapa Nadira yang sudah duduk mengambil roti ditempatnya. "Gimana? Udah bulat gak mau home schooling lagi?" Tanya mamanya yang juga sudah berada di meja makan.

"Iya ma, keputusan aku udah bulat." Jawab Kai mantap, "jadi kapan kamu mau ngurusnya?" Tanya mamanya, "tadi malam aku udah telpon bu Lia buat ngurusin, terus dia nyuruh aku ke sekolah besok," jawabnya.

"Lah? Besok bukannya kamu ada jadwal disalah satu stasiun tv?"

"Iya mah ada, tapi sudah Dzuhur. Jadi sempat sempulang sekolah."

"Jadi mulai sekarang mama harus kurangin jadwal kamu nih," ujar Mamanya, "kontrak filmnya juga harus dikurangin mah." Nadira ikutan nimbrung. Kai hanya diam tak menyahut, ia hanya pasrah intinya besok ia akan sekolah di sekolah Kia. Bukan maksud mendekatinya, tapi entahlah Kai juga tidak memahami tiba-tiba saja sebuah keinginan muncul dibenaknya untuk satu sekolah dengan Kia.

***

Bel masuk sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, namun Kia belum juga datang, untung saja guru mapel juga belum datang. Mila celinguk-celingukan ditempatnya, "duhh tuh anak mana sih?"

Mila ingat, sejak kemarin Kia belum juga muncul dihadapannya atau sekedar menelponnya, memang sih mereka tidak selalu berkomunikasi tapi kan Kia pastinya cerita tentang lombanya, "ah aku tanyain Farhan aja deh." Mila beranjak dari duduknya mendekati Farhan.

"Han," panggilnya membuat Farhan mengalihkan pandangannya dari ponselnya, "napa?" Sahutnya. "Kemarin lombanya gimana?" Tanyanya basa basi, "lancar-lancar aja, juara tiga," jawab Farhan dengan bangganya memamerkan senyum kebahagiaannya.

"Widihh selamat, btw Kia mana?" Tanya Mila akhirnya, "elah, ngapain juga pake nanya gue, lo kan sahabatnya," kata Farhan, benar juga sih yang dikatakannya. Namun sesaat kemudian, Farhan tersadar, "oh Kia-nya kemarin gak ikut lomba."

Mila mengerut. "kenapa?"

"Dia ke Filipina," jawab Farhan membuat Mila tambah mengerut. "ngapain kesana? Jadi yang ikut lombanya siapa?" Tanya Mila berentetan. "Duh Mil, lo tanya satu-satu napa? Pertama dia ke sana buat opanya yang lagi kritis dan yang kedua pacar gue yang ikut, Shinta," jelas Farhan.

"Jadi opanya Kia gimana?" Tanya Mila lagi. "gue mana tau," kata Farhan. Mila berjalan kebangkunya sambil mengeluarkan ponselnya lalu mendial nomor Kia setelahnya disambngkannya. Sambungan ketiga baru Kia menjawab.

"Halo." Terdengar suara Kia serak.

"Halo Ki, kamu masih di Filipina?" Tanya Mila.

"Iya, mungkin aku pulangnya besok."

KAI-KIA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang