61

215 11 0
                                    

"Kai, lo jagain Kia yah? Gue sama Diya mau keluar makan malam," ujar Dio menepuk bahu Kai. Kai mengangguk lalu duduk di sofa ruangan Kia berada.

Sepeninggal Dio dan Diya, Kai mendekati brankar tempat Kia berada. Ia tersenyum menatap wajah Kia yang damai, meski terlihat pucat. "Hei, apa kabar?" Tanyanya seolah-olah Kia bisa menyahut. "Kalau aku kurang baik, Ki. Jika kamu tanya kenapa, maka jawabannya adalah kamu sendiri."

"Kamu sih, kok gak mau bangun-bangun? Emang mimpi kamu segitu indahnya, yah? Oh iya Ki_" Kai meniman-niman apakah ia melanjutkan kalimat yang hendak ia beritahu ke Kia, atau tidak perlu? Namun pada akhirnya Kai melanjutkan kalimat itu. "Aku membatalkan kuliah di jerman, aku tidak akan mengatakan semua itu aku lakuin karena kamu, karena aku tidak ingin kamu menganggapku seorang pengecut kedua kalinya. Aku ngelakuin semuanya karena aku rasa tinggal di indonesia lebih memudahkan aku, entah memudahkan apa Ki. Akhh plis jangan tuntut aku buat kasi kamu alasan yang lebih jelas kenapa aku ngelakuin semuanya."

"Oh iya Kia, aku ada puisi buat kamu, aku baca yah?" Kai merogoh kantong jaketnya lalu mengeluarkan sebuah kertas yang terlipat di dalam sana lalu ia membuka kertas itu seraya berkata, "mungkin jelek, maklumin aja yah?"

"Waktu terasa melambat untuk berputar
Bukan aku menikmatinya, karena aku tersiksa berada di waktu sekarang
Melihatmu terbaring enggan membuka mata membuatku berpikir 'apa aku harus menemuimu dulu ke alam mimpi, untuk mengajakmu kembali? Agar kamu membuka mata?'
Kiara Andriana Putri, kau mengatakan rindu lalu kau tak berani untuk membuktikan temu, apa begitu caramu bersikap?
Ayo buka matamu dan aku akan membayar rindumu itu, ayo bangkit dari pembaringanmu itu akan kuajak kau jalan-jalan tanpa perlu melibatkan media, ayo lepaskan semua peralatan yang menempel di tubuhmu itu akan kugantikan dengan cincin di jari manismu.
Kiara Andriana Putri, percayahkah kamu jika aku mengatakan bahwa aku sanggup menunggumu kembali terjaga meski harus melewati seribu musim?
Jika tidak, tak apa karena aku tak membutuhkan kepercayaanmu untuk kali ini, tapi aku ingin berpesan, meski aku sanggup aku mohon jangan menghukumku dengan benar-benar menunggumu seribu musim berlalu."

Kai menggenggam tangan Kia pelan. "Jelek yah?" Tanyanya terkekeh. "Maaf yah, aku gak bakat soalnya, bakatku cuman di acting, tapi udahlah kamu gak suka bukan?"

"Kia, tahu gak? Kamu gak cocok dengan posisi kamu sekarang," cibir Kai meski ia tahu Kia tidak akan membalasnya.

Selang berapa lama Kai mengajak Kia berbicara pintu ruangan kembali terbuka membuatnya menoleh, dilihatnya Dio dan Diya berjalan memasuki ruangan. "Gue gak tahu  sampai kapan Kia mau seperti ini terus," ujar Kai saat Dio dan Diya duduk di sofa. Diya tertawa hambar mendengar Kai berbicara seperti itu. "Bukan hanya lo yang gak tahu, tapi emang gak ada yang tahu," ujar cewek itu.

"Lo bener batalin kuliah di jerman?" Tanya Dio memilih topik lain. "Gue rasa itu keputusan terbaik," sahut Kai.  Dio tidak menanggapi lagi melainkan kembali berpindah topik. "Besok pagi tante Arin balik ke sini, dia mau ketemu sama lo." Dio menyampaikan pesan tantenya tadi.

***

Di sinilah Kai dan Arin berada, di kantin rumah sakit dengan masing-masing satu gelas jus di depannya. "Pesan makanan?" Tanya Arin menawarkan. "Nggak usah tante," tolak Kai dengan halus.

Hening, Arin belum memulai pembicaraan sementara Kai masih bertanya-tanya dalam hati, hal apa yang akan disampaikan ibu dari wanita yang dicintainya itu? Hingga Arin menghela napas sebelum memulai. "Saya sering lihat berita-berita terkait tentang anda dan Diya, juga dengan Kia," ujar Arin, Kai tidak menyahut ia menunggu kelanjutan kalimat wanita itu. "Saya tidak tahu sejauh mana hubungan anda dengan anak saya, tapi sepertinya berita-berita itu benar adanya setelah melihat anda hari di mana Kia mengalami kecelakaan."

KAI-KIA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang