46

177 4 0
                                    

Keesokan harinya pagi-pagi sekali sehabis shalat subuh, seseorang mengetuk pintu utama. Kia yang merasa terganggu dengan ketukan pintu itu segera menaruh alat shalat yang tadi dilipatnya diatas nakas lalu berlari-lari kecil keluar dari kamar omahnya menuju pintu utama.

'Belum ada yang bangun apa?' Kia celinguk-celingukan sambil berjalan membuka pintunya. "Mami?" Kagetnya saat melihat maminya pagi-pagi sekali sudah berdiri didepan pintu omahnya. "Kamu sudah mandi?" Tanya maminya. "Belum." Kia menggeleng.

"Ya udah, kamu mandi abis itu kita ke rumah. Mami mau dandanin kamu, ntar jam 8 bakal ada acara mami sama teman mami dan mami mau kamu ikut," jelas maminya final.

"Harus yah aku ikut?" Kia menunjuk dirinya sendiri. "Iya, mami mau kamu ikut Kia. Biar bisa kenalan sama anak teman mami itu," sahut maminya lalu berjalan masuk rumah, melewati Kia yang masih memegang knop pintu. "Ayo masuk mandi." Maminya berbalik saat sadar Kia masih mematung di sana. Buru-buru yang dipanggil langsung bergerak melaksanakan perintah.

Sehabis mandi Kia bergabung dengan semuanya di ruang makan untuk sarapan. "Pagi sayang," sapa omahnya. "Pagi omah," balas Kia tersenyum seraya mengambil tempat duduk di samping Dio. "Jadi kalian pulangnya kapan?" Tanya omahnya melirik kedua cucunya. "Besok sih mah rencananya," jawab Dio mewakili.

"Yah cepat banget," keluh omahnya. "Kia kan sekolah mah," ucap Kia. "Iya sayang, oh iya. Kok Diya gak ikut?" Tanya omahnya. "Diya ada pekerjaan yang gak bisa di tinggal," jawab Dio.

Sehabis sarapan Kia ikut dengan maminya menuju rumahnya yang tidak terlalu jauh dari rumah omahnya, sesampainya disana Kia diberikan gaun merah kepada maminya yang panjangnya diatas lutut. Ia langsung mengganti pakaian yang tadi dikenakannya dengan gaun merah itu.

Dengan malas Kia mengikuti perintah maminya untuk duduk didepan cermin buat didandani. "Mi, nanti acara apa sih emang? Kok kek formal gitu?" Tanyanya memelas. "Gak terlalu formal sih sayang, tapi ini pertemuan pertama kamu sama teman mami, jadi kesannya harus baik dong," ujar Maminya menggulung rambut Kia lalu melepasnya lagi membuat rambut lurus anaknya itu sedikit bergelombang lalu dipasangkannya anting merah ditelinga Kia.

"Oke selesai, pakai sepatunya gih," seru maminya memberikan sepatu merah kepada Kia. "Yah merah-merah deh Mi," keluh Kia namun tetap juga memakai sepatunya. "Gak papa, bagus kok," kata Maminya lalu meraih tas selempang yang juga berwarna merah untuk diberikan kepada anaknya. "Nih." Kia dengan malas mengambilnya lalu mengikuti langkah maminya keluar dari kamar.

"Papi mana Mi? Kok dari tadi gak kelihatan?" Tanya Kia baru sadar akan ketidak hadiran papinya. "Dia ada urusan di luar sebentar," jawab maminya saat seseorang membuka pintu rumah. "Eh itu dia."

"Wah pagi-pagi udah siap aja anak cantik papi." Puji papinya mendekat ke arah mereka. Kia hanya membalasnya dengan senyuman. "Udah mau berangkat?" Tanya papinya beralih pada istrinya. "Iya pi, perjanjiannya kan jam 8," jawab maminya. "Ya udah kita berangkat ya?" Pamitnya seraya cupika cupiki dengan suaminya.

Kia menyusul mencium tangan papinya. "Kia duluan Pi," pamitnya juga mengikuti maminya yang agak terburu-buru.

**

L'Opera Ristorante Italiano

Kia sedikit memperlambat jalannya untuk membaca nama restoran di depannya kini setelah turun dari mobil. "Ayo sayang, cepet dikit. Tante Ajeng udah ada di dalam." Mami Kia menarik tangan anaknya agar cepat memasuki restoran.

Terlihat seorang perempuan sosialita tengah menikmati minuman bersama seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Kia. "Hello, good morning," sapa mami Kia saat mereka tiba di samping orang tersebut. Keduanya menoleh saat mendengar suara mami Kia. "Morning Arin, is this your child?" Orang yang mungkin bernama Ajeng itu beralih pada Kia sambil berdiri.

KAI-KIA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang