"Keadaannya sudah stabil. Kita hanya perlu menunggu pasien untuk sadar dari tidurnya."
Jennie, Lisa, beserta Minah menghela nafas lega.
"Terimakasih, Dok." Ujar Minah.
Sang Dokter mengangguk.
"Tapi, jangan terlalu membebani fikirannya dengan hal-hal yang berat untuk saat ini. Luka di kepalanya cukup parah, Saya khawatir akan berdampak pada lukanya."
"Baik, Dok."
Beberapa saat setelah Dokter pergi, Minah menatap Lisa dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kamu Lisa?"
Lisa menoleh ke arah Bunda Jaewon---orang yang menyebabkan kehancuran keluarganya.
"Iya" Jawabnya seadanya.
Minah tersenyum sendu. "Maafin---"
"Tan, Saya sama Jennie masuk dulu ke dalam, ya." Potong Lisa cepat.
Minah mengangguk singkat.
Lisa menarik tangan Jennie yang masih menangis sesegukkan sedari tadi.
"Ayo!"
Setelah sampai di ruangan yang ditempati Jaewon, jantung Lisa berdetak tak karuan.
Perasaan sakit ini---sama seperti yang Lisa rasakan pas pertama kali ngeliat Hanbin terbaring lemah dengan infus di tangan kirinya waktu itu.
Sesak. Dan---rasa khawatir yang berlebihan.
Lisa mengsugestikan fikirannya bahwa itu hanyalah efek dari rasa khawatir untuk seseorang yang pernah ia cintai. Pernah.
Karena, Lisa yakin bahwa hatinya sudah dicuri Hanbin sepenuhnya. Tanpa meninggalkan sedikitpun sisa untuk orang lain.
"J-jae---hiks---"
Lisa mengelus pundak Jennie yang terlihat bergetar itu.
Matanya menatap ke arah Jaewon yang tengah memejamkan matanya damai. Dengan luka lebar yang tertutup perban di keningnya.
Cepat sembuh, Jaewon.
"J-jae, gue maafin lo kok. Cepat bangun---hiks---"
Jennie ngelus kening Jaewon yang tak terluka dengan sayang.
"Cepat sembuh, ya." Gumamnya dengan lirih.
Lisa menatap pemandangan itu dengan nanar.
Lisa gak bisa ngebayangin gimana jadi Jennie, sekarang.
Lisa beruntung, karena Hanbin sekarang miliknya.
Tapi, Jennie?
"Jen---"
"Hiks---g-gue takut---"
Lisa meluk Jennie lagi. "Jaewon pasti sembuh, lo jangan takut. Hanbin juga---dia pasti sembuh. So, kita harus sama-sama percaya pada mereka."
Jennie ngangguk.
***
Hanbin mendengus kesal. Sudah lebih dari 6 kali dia mencoba menghubungi Lisa, tapi masih gak dijawab.
Kemana pacarnya itu?
"Ck." Cowok bangir itu berdecak.
Gak mungkin kan kalo Lisa pergi darinya dan berpaling ke Jaewon?
Hanbin langsung menggelengkan kepalanya kencang.
Ish! Pemikiran yang gila.
"Hanbinnn!!!"
Hanbin menoleh dan ketika Lisa sampai di dekat ranjang, Hanbin memeluk cewek cantik itu erat.
"Eh? Kenapa, Bin?" Tanya Lisa bingung.
Hanbin menggelengkan kepalanya.
Lisa tersenyum. Lalu, melepaskan pelukannya.
"Bin, gue mau kasih tau lo sesuatu."
Dahi Hanbin mengerenyit. "Apa?"
"Jaewon kecelakaan, keadannya sekarang sih udah stabil kata Dokter. Tinggal nunggu dia sadar aja." Jelas Lisa sambil duduk di kursi yang sudah di sediakan.
Hanbin menatap Lisa. "Parah?" Tanyanya.
Lisa ngangguk. "Luka di kepala. Semoga Jaewon baik-baik aja."
Hanbin ngangguk.
Gue lebih punya banyak waktu buat nemenin Lisa.
Hanbin terkekeh saat inget apa yang dulu pernah Jaewon katakan.
"Kok ketawa?"
Hanbin menggeleng. "Kalo Jaewon udah sadar, kasih tau gue, ya. Gue mau jenguk."
"Oh, oke."
***
Jiyong menatap tak percaya kepada Chaerin.
Ucapan Chaerin benar-benar sulit untuk ia percaya.
Sulit untuk Jiyong abaikan.
"Benar? Benar Hanbin sudah dapat donor ginjal yang cocok?"
Chaerin mengangguk senang. "Right. Itu benar sekali, Jiyong."
Jiyong tersenyum bahagia. "Syukurlah." Ujarnya dengan mata memanas.
Chaerin tersenyum lagi. "Operasinya akan dilaksanakan besok lusa."
"Secepat itu?" Tanya Jiyong.
Chaerin mengangguk. "Hm. Pendonor ternyata sudah mengisi formulir pendonoran sejak Hanbin kritis waktu itu. Dan dia mengatakan bahwa jika dia terluka parah, maka dirinya akan mendonorkan satu ginjalnya bagi yang membutuhkan."
Chaerin tersenyum lebih lebar. "Dan ginjalnya cocok dengan Hanbin. 100%!"
Jiyong tak kuasa menahan air matanya.
Akhirnya, akhirnya penantiannya selama ini tidak sia-sia.
Terima kasih, Tuhan.
Jiyong menatap Chaerin lagi. "Siapa? Siapa pendonornya?"
***
Lisa berjingkrak-jingkrak saat mengetahui hal yang sudah lama ia ingin dengar.
Hanbin tersenyum lebar.
"Yeay!" Teriak Lisa dengan tawa di bibirnya.
Hanbin akan sembuh. Pendonornya sudah ada.
Jiyong dan Chaerin terkekeh melihat kelakuan Lisa.
Lisa memeluk Hanbin erat. "Hanbinnnnnnnnnnnnnnnnnn!!!!"
Yang dipeluk tersenyum. "Lo bahagia banget, sih?"
"Jelas." Jawab Lisa mantap.
Hanbin melepas pelukannya.
"Yah, siapa yang donorin?"
Jiyong dan Chaerin sama-sama menolehkan kepalanya dan saling bertatapan.
"Ekhm." Jiyong berdehem pelan.
"Dia satu sekolah dengan kalian."
Dahi Lisa mengerenyit. "Hah? Siapa, Om?"
Jiyong menatap puteranya yang menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Jaewon. Jung Jaewon."
Deg
Lisa menatap Jiyong tak percaya.
Bukankah Jaewon belum sadar? Kenapa----
"Aku gak mau operasi." Ujar Hanbin membuat ketiga orang yang ada di sana menatap Hanbin dengan tatapan kaget.
"Hanbin---"
"Aku hidup dari orang yang sekarang entah akan hidup atau mati? Aku tidak sejahat itu, Yah." Jawab Hanbin dengan lirih.
***
-To be continued-
Vote sama komen yang banyak atuh ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
HYPOCRITE - HANLIS
Ficção AdolescenteJika saja Hanbin jujur dari awal, Lisa tidak akan sekecewa ini. Jika saja Jennie jujur dari awal, Lisa tidak akan merasa sejahat ini. Jika saja Jaewon jujur dari awal, Lisa tidak akan semarah ini. Jika saja mereka jujur dari awal, Lisa tidak akan se...