Andin memeluk Cessa erat, begitu juga dengan Cessa, tangannya mengelus punggung adiknya. Dan melepasnya.
"Jangan lupa telepon kalau sudah sampai, makannya jangan sampai telat, kalau pulang, apartemennya selalu dikunci, jangan terima orang asing, dan---"
"Jangan minum alkohol, jangan sex, kalau bisa jangan punya pacar. Aku harus sukses dulu, punya banyak uang, bisa bahagiaan Kak Cessa," potong Andin yang langsung Cessa cubit lengannya.
"Kakak bukan prioritas utama hidup kamu, bahagiain Dona itu sudah menjadi kewajiban kamu, oke?" ucap Cessa yang hari ini melepas adiknya untuk menimba ilmu di Harvard University.
Andin mengagguk, lalu ia menoleh pada Edward yang asyik menikmati kopi hitamnya, "Kak Edward," panggil Andin.
Edward berderap mendekati mereka, "Ya?"
"Titip Kak Cessa, terima kasih atas bantuannya, semoga---"
"Sudah-sudah, pesawat sudah mau berangkat, nanti tertinggal. Tanpa kamu minta, sudah pasti Kakaknya aman, selagi sama Edward," ujar Edward.
Andin memanyunkan bibirnya, setelah kembali memeluk Cessa, Andin menggeret kopernya yang besar, sambil melambai-lambaikan tangan.
"Kenapa kamu potong perkataan Andin? Dia sedang mengucapkan terima kasih," bisik Cessa.
"Astaga, adikmu itu membuatku ingin menangis, tidak lucu, lagian hanya ke luar negeri beberapa tahun saja, jangan bersedih, dia pergi mengejar mimpinya, bukan piknik," ujar Edward membuat Cessa cemberut.
"Aku akan datang, jika kalian menikah!" teriak Andin sebelum masuk ke pemeriksaan.
Edward mengulum senyumnya, langsung saja ia pergi meninggalkan Cessa dengan langkah cepat.
"Ed, tunggu!"
***
Dengan hati-hati Rachel membantu Carly berjalan ke kasurnya, perut Carly mulai terlihat sedikit membuncit. Setiap hari, Rachel lah yang rutin membuatkan susu, walau Carly menolak, Rachel akan tetap memaksa untuk menghabiskan susu ibu hamil yang biasa Alex beli.
"Maaf merepotkan," kata Carly dengan mata terpejam, lelah sehabis jalan-jalan mengelilingi taman.
Rachel duduk di sisi ranjang, "Kalau tidak mau merepotkan, minum ini dan habiskan makanannya. Kau harus makan, jangan egois, anakmu dapat nutrisi darimana?"
Carly tertawa, matanya terbuka dan menenggak susu, serta melahap makanannya.
"Nanti malam, apa kalian ingin datang ke acara keluarga Edward, Golden Boss sendiri yang mengundang," ujar Ben yang menyembulkan kepalanya lewat celah pintu.
"Golden Boss?" kening Rachel mengernyit.
"Golden Boss itu Dawin!" Carly dan Ben berucap secara bersamaan.
Carly dan Ben tertawa melihat wajah konyol Rachel. "Aku akan ikut!"
"Mana bisa! Ibu hamil tidak boleh keluar malam-malam, kau juga harus jaga kesehatan, angin malam tidak baik!" peringat Rachel.
"Kita hanya sebentar, Hel, dia juga perlu jalan-jalan, Carly pasti bosan di apartemenmu yang kumuh ini," ujar Ben diselingi kekehannya.
Mata Rachel seketika melotot, "Kalau begitu, kau dan Alex pergi saja! Jangan tinggal di apartemenku yang kumuh ini!" Rachel melipat tangannya di depan dada.
Ben langsung mendekat dan duduk di samping Rachel, "Jangan, kalau aku tidak tinggal sementara di sini, aku mau dimana? Aku tidak mungkin balik ke rumah, disana ada Ken dan istrinya," ucap Ben dengan wajah melas.
Carly hanya menggelengkan kepalanya, "Intinya kita pergi!" sorak Carly.
***
Mata Cessa dan Edward melebar dengan mulut yang terbuka lebar. Bahkan, mereka berdua lupa untuk berkedip, karena melihat Dawin dan DongChao berpakaian serba hitam, dengan kacamata hitam yang bertengger manis, dan cerutu.
"Bagaimana, ini baru namanya gaya zaman kini," kata Dawin sambil melepaskan kacamatanya.
"Tentu saja, kita terlihat lebih muda. Bukan begitu, Ed, Cess?" DongChao menaik-turunkan kedua alisnya.
"Ya, satu tahun lebih muda," sahut Edward yang Cessa angguki.
"Sial!" Dawin memukul Edward dengan majalah yang ada di meja.
"Eh, lebih baik, kita langsung berangkat, jam sudah menunjukkan puk---"
Ucapan Cessa terpotong saat kedatangan Rena yang memakai kostum Sailoor Moon. Edward bahkan memegang kepalanya, sakit melihat Romy memakai kostum BatMan.
"Apa-apaan ini? Kita mau bersenang-senang atau mau datang ke acara festival?" tanya Edward.
"Tentu saja bersenang-senang!" Rena menggandeng tangan July.
Cessa mengelus pundak Edward, "A--ayo kita langsung pergi saja. Atau kamu mau pakai kostum Superman juga?"
Edward langsung menarik Cessa untuk segera pergi dari kerumunan orang aneh itu.
Cessa tertawa saat berada di dalam mobil, "Sepertinya, sejak kemarin kamu sakit, kamu mulai waras. Sekarang mereka aneh, dan kamu untungnya tidak mau pakai kostum juga," kekeh Cessa.
"Boboi Boy! Sini, kalau ada aku pakai," kesal Edward dan mulai menyalakan mesin mobil.
"Tunggu! Tunggu! Rena ikut disini, ya!" Rena duduk manis di kursi belakang.
Kepala Cessa dan Edward langsung menoleh, "Kenapa kamu tidak bersama Papa dan Mama?" tanya Cessa.
"Aku tidak mau ganggu waktu mereka, jadi aku disini saja, Om nyalakan lagu, sepi sekali mobilnya," kata Rena.
Cessa menoleh pada Edward yang kini menempelkan keningnya di stir. Tangan Cessa terulur menyentuh kepala Edward.
"Are you okay?"
Edward mendongak, "Fine, thank you." lalu mobil Edward melaju, menyusul mobil Romy dan Dawin yang sudah pergi lebih dulu.
Dalam hati, Edward terus membatin.
Rena, kamu anak pintar! Tidak ganggu waktu Papa dan Mama mu, tapi kamu ganggu waktu Om!***
Note: aku nulis tanpa edit lagi, jadi yaa pasti ada typo, maaf sangat sedikit:( selamat hari senin yang selalu melelahkan. baca cerita teenfict aku, ya muehehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boss and I
RomanceFrecessa Laurentine, melamar kerja di sebuah perusahaan bonavit, Fer's Corp. Karena sebelumnya dia dipecat dan uang tabungan yang mulai menipis. Di hari saat Cessa interview, dengan tidak sengaja Cessa menabrak dan menumpahkan kopi hitam panas ke ke...