BAB 20: Whatever

119K 5.8K 245
                                    

Pagi-pagi sekali Carly datang mengambil barang bawaannya dengan ditemani Edward. Semalam, Carly tidak pulang bersama Cessa, jadi lah Cessa meminta tumpangan pada Ben.

"Terima kasih, saat itu kau mau membawa ku ke mari," Cessa tersenyum dan membantu Carly merapikan barangnya.

"Aku sendiri tidak menyangka jika Edward adalah calon tunangan ku, kalau tau dia aku tidak akan kabur dan membuat drama seperti ini," Cessa duduk di tepi kasurnya, "Hmm, dunia memang sempit ternyata."

Cessa dan Carly keluar kamar dan mendapati Edward yang sedang bermain dengan Malika, "Apa Malika boleh aku bawa? Ed, suka sekali sepertinya," Cessa langsung menggeleng kuat, "Malika adalah hadiah dari ayahku jangan sesekali kau ingin memintanya,"

Carly tertawa, lalu ia menghampiri Edward, "Sayang, apa kau akan mengajak aku jalan-jalan hari ini?" Tanya Carly yang memeluk Edward dari belakang.

"Jalan-jalan? Aku ada rapat bersama---"

"Tidak! Hari ini, kau harus bersama ku satu hari ini," lalu Carly lari ke kamar kandi entah mau apa ke sana.

"Kau pulang dengan siapa semalam?" Edward duduk masih sambil memangku Malika, "Bukan urusan mu!"

Edward mengedikan bahunya, "Memang bukan urusan ku juga, sih,"

Untuk beberapa saat, keheningan terjadi, "Aku akan segera menikah dengan Carly, akhir tahun ini jika tidak meleset dari ramalan," dahi Cessa mengerut, "Ayah Carly adalah orang yang masih percaya pada hal seperti itu," Cessa mengangguk.

"Menurutmu... apa Carly baik untuk ku?"

Cessa memukul bahu Edward kencang, "Kenapa kau bilang begitu? Saat dia akan kau persunting? Tentu saja baik, terlebih dia adalah pilihan orang tua mu! Masa kau kalah dengan Romy yang sudah dua kali menikah!" Edward tersenyum pahit.

"Ada yang ganjal di hatiku dan aku tidak tau itu apa." Carly keluar dari kamar mandi, "Maaf, tadi aku habis buang air besar. Ya sudah ayo, Ed kita pulang,"

Edward membawa barang Carly, sebelum ia tutup pintu, Edward sempat mendengar suara Cessa, "Percaya pada apa yang kau percayai saja, jika sulit sudahi saja."

Saat pintu tertutup, Cessa berjalan gontai ke kasurnya dan ia memejamkan mata sambil memegangi dadanya.

Rasanya sakit sekali, tapi dia tidak tau penyebabnya, padahal dirinya sendiri yang merasakan.

Ya, sendiri.

***

Edward berjalan dengan cepat dan langkah yang lebar, sedangkan Carly tertinggal beberapa langkah di belakang.

"Jangan cepat-cepat begitu. Santai saja," suara Carly terdengar setengah berteriak, padahal ini di mall, apa dia tidak malu, Edward mendengus, "Bagaimana kalau kita ke kedai teh?" Ajak Carly. Edward membalikan badan nya, "Di mana? Ayo!"

Senyum terkembang di wajah Carly, "Harus seperti ini, ya?" Carly mengamit lengan Edward dan mereka berjalan dengan sangat lambat.

"Kau kira kita putri Solo? Atau ini sedang terjadi slow motion? Kenapa sangat lambat?" Edward membopong tubuh Carly dan segera masuk ke kedai teh yang dimaksud.

Carly tertawa-tawa, sikap tidak sabaran Edward itu sangat menguntungkan di saat-saat begini, jadi terlihat romantis, pikirnya.

Edward memgedarkan pandangan nya mencari tempat duduk dan dipilih lah kursi yang menghadap ke taman.

"Mall ini sangat bagus, ada taman nya juga," Carly menatap megahnya mall milik Edward. Sedangkan Edward hanya mendengus dan segera memesan teh pahit.

Big Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang