BAB 46: Be Calm

87.2K 4.7K 429
                                    

Alex menggigit jarinya, menunggu telepon dari Carly. "Harus berapa lama lagi aku menunggu?" Geram Alex dan kembali mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur.

Tepat di sambungan ketiga, Carly mengangkatnya. "Halo, Car! Kenapa kau baru sekarang mengangkat telepon dariku? Apa kau tidak tahu? Saat aku di bandara, aku hampir ditangkap oleh Dawin!" Ucap Alex dengan nada meninggi.

"Calm down, Babe, calm. Yang terpenting sekarang kamu sudah aman, kan?"

"Apa? Kau bilang tenang? Bagaimana aku bisa tenang? Karena kau, aku susah untuk keluar dan berjalan-jalan. Kalau bukan karena aku cinta padamu dan sayang pada calon anakku, aku sudah menyerahkan diri pada Dawin!" Ketus Alex.

Terdengar helaan napas Carly, "Kau jangan berani-berani mengancam ku! Aku tidak suka diancam! Lagian, aku sama sekali tidak cinta padamu! Kalau nanti, sampai kau menyerahkan diri pada Dawin, akan aku pastikan, anak ini tidak akan selamat!" Carly langsung menutup sambungan telepon secara sepihak.

"Hallo! Hallo!" Alex melempar ponselnya ke sembarang arah, "Kau bilang tidak ingin diancam, tapi kau yang semakin memaksa ku untuk jujur pada Dawin!" Alex menggaruk kepalanya kasar.

***

Cessa memasukan semua pakaiannya ke dalam mesin cuci, sudah seminggu dia tidak mencuci, pakaiannya sudah menggunung seperti tumpukan sampah.

Selesai memasukan semua pakaiannya, terdengar bel berbunyi, Cessa terburu-buru membuka pintu apartemennya.

"Selamat siang. Nona Frecessa, Anda belum juga membayar uang sewa apartemen untuk tahun ini. Apa Anda ingin memutuskan masa sewaan?" Semprot seorang seorang petugas apartemen.

"I--iya siang. Maaf, aku belum ada uang sekarang. Tapi, tapi, aku akan bayar nanti, aku akan melanjutkannya." Ucap Cessa.

"Kalau dalam tiga hari uangnya belum ada juga, terpaksa, kau harus keluar!" Katanya ketus dan pergi setelah memberi surat tagihan.

Cessa melihat suratnya, banyak sekali tagihan yang belum ia lunaskan sampai saat ini. Cessa memijit pelipisnya, peluhnya bermunculan, uang tabungannya juga sudah menipis, karena dia sudah tidak bekerja, dan tidak punya usaha sampingan.

Tidak lama, tubuh Cessa tidak seimbang, pandangannya mulai menggelap.

"Cessa!" Pekik Edward dan langsung menangkap Cessa, sebelum tubuhnya jatuh ke lantai yang dingin, "What's wrong with you? You okay?" Edward memukul pipi kanan-kiri Cessa pelan.

Edward langsung membopong tubuh Cessa masuk ke dalam apartemennya, lalu ia rebahkan di kasur. Edward mengambil minyak aroma terapi, ia balurkan di sekitaran kening dan ia beri sedikit di dekat hidung Cessa.

"Kau ini kenapa? Sakit tidak bilang, kalau begini aku juga yang kerepotan!" Cibir Edward.

Lalu ia keluar dari kamar Cessa dan menyapu pandangannya ke sekitar, sepi, hanya terdengar mesin cuci. Edward berjalan ke mesin cuci, lima menit kemudian, mesin mati.

"Aku harus mengerjakan cucian ini?" Edward melirik pintu kamar Cessa, ia menutup dan mengunci pintu apartemen, takut ada yang melihat Edward sedang mencuci pakaian seperti wanita.

Edward melepas jas hitamnya. Lalu, mengeluarkan cucian dan ia pindahkan ke bak besar yang sebelumnya sudah ia isi air bersih. Dan, Edward mulai membilas pakaian Cessa.

"Uh, mataku jadi ternodai." Gumam Edward yang melihat pakaian dalam Cessa, ia mengambil dan ia pisahkan di ember kecil, "Kalau ini kau yang harus bilas, kan aku belum jadi suami mu, kalau sudah jadi suami, baru boleh. Lihat isinya!"  Kata Edward dan langsung memukul bibirnya pelan, "Jangan melantur!"

Big Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang