((THE LAST CHAPTER))
Cessa sesenggukan dalam pelukan Edward yang hangat, tangannya mencengkram erat jas Edward. Tangan besar Edward mengelus punggungnya dengan lembut, masih tidak ada suara Edward. Sisa-sisa bunyi kembang api masih terdengar, tapi suara lebih di dominasi oleh suara tangis Cessa.
Setelah melepas pelukannya, mata Edward terus menatap Cessa yang kini menunduk. Ia menarik dagu gadisnya dan tersenyum.
"Kenapa kau duluan? Harusnya si pria lah yang menyatakannya lebih dulu," ucap Edward setelah keheningan yang terjadi di antara mereka.
Cessa menangkis tangan Edward, lalu ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, "Aku sudah tidak bisa terus menahan perasaanku, ini terlalu sesak untuk ditahan."
Edward hanya terus sembari mengalihkan pandangannya ke langit yang memang cantik, dengan satu tangan masuk ke saku celananya.
"Aku tidak masalah jika kau menolakku, justru aku berterima kasih, karena kau, aku jadi merasakan jatuh dan patah hati." Cessa tersenyum, kali ini, dia menahan agar tidak menangis.
"Cessa,"
"Jangan hanya karena aku menyatakan cintaku, semuanya berubah. Secepatnya, aku hapus perasaan yang salah tempat ini." Cessa masih tetap menampakkan senyumnya, dia tidak ingin terlihat rapuh sekali.
Edward berbalik menghadap Cessa. Tangannya ditepis ketika ingin menahan Cessa untuk berada di sisi Edward lebih lama.
"Jika tidak bisa membalas perasaanku, bilang. Jangan menggantungkan aku. Ada titik dimana, aku lelah untuk menunggu." Cessa langsung berlari dengan air mata yang semakin mendesak keluar.
Bahkan, saat Cessa lari saja, Edward tidak mengejarnya sama sekali. Ia terduduk, karena kakinya sudah terlalu lemas. Kakinya ia tekuk, dan menenggelamkan kepalanya, menumpahkan semua air matanya.
***
Plak! Plak!
Dua pukulan tepat mengenai kening dan bagian belakang kepala Edward. "Aduh! Kenapa kau memukulku?"
DongChao duduk di sebelah Edward, "Bodoh! Kau... astaga, ya ampun! Cessa yang menyatakan duluan? Di mana sisi kejantananmu? Apa kau sudah bukan jantan?" Mata DongChao melotot.
"Ak--aku masih jantan! Perlu bukti?" Edward mau membuka resleting celananya.
DongChao kembali memukul Edward, kali ini lebih kencang, bahkan punggung Edward kena pukulan juga. Biarpun Edward mengaduh kesakitan, tetap DongChao pukul, tidak ada kata ampun.
"Dia punya perasaan ingin memiliki. Kau pun sama, lantas apa yang membuatmu tidak langsung saja menyatakannya?"
"Ada apa ini?" Dawin meletakan cangkir tehnya di meja, tangannya menyentuh kepala Edward, "Ada apa lagi dengan kepalamu?"
DongChao tersenyum sinis, "Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sikap kalian sama, sama-sama tidak ada keberanian. Memenangkan ego, hanya menyiksa diri sendiri."
"Aku berani mengatakannya! Tapi bukan hari ini, semua sudah direncanakan!" Edward berdiri dari duduknya dan menatap DongChao, "Saya sudah dewasa, saya punya pilihan sendiri."
Dawin hanya diam.
"Lalu apa pilihan itu? Kau memang sama dengan Dawin, itu kenapa aku dekat denganmu, agar kau tidak seperti Dawin, bekerja ini tidak benar, itu tidak benar!" DongChao mendudukan dirinya.
Edward mengajak Dawin untuk masuk ke kamarnya, sebelum dia pergi, Edward sempat mengatakan, "Seburuk apapun dia, dia masih orang tua yang aku hormati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Big Boss and I
Roman d'amourFrecessa Laurentine, melamar kerja di sebuah perusahaan bonavit, Fer's Corp. Karena sebelumnya dia dipecat dan uang tabungan yang mulai menipis. Di hari saat Cessa interview, dengan tidak sengaja Cessa menabrak dan menumpahkan kopi hitam panas ke ke...