“Nona, ada telepon.”
Solbin yang tengah dipakaikan makeup melirik ke arah asistennya. “Dari siapa?”
“Ibumu,” katanya seraya menunjukkan layar ponsel Solbin. Benar saja ada telepon, dari wanita yang sama sekali tidak Solbin harapkan untuk menelepon.
Solbin mendecak dengan memutar bola matanya malas. “Angkat,” perintahnya.
Sang asisten pun mengangkat telepon itu lalu menempelkan ponsel ke telinga Solbin. “Apa yang kau inginkan?” tanya Solbin ketus.
“Ahh.. aah.. ahh.. so good. Ngh..”
Sontak, manik Solbin membulat. “Aish! Jangan meneleponku jika sedang meniduri orang!” teriaknya.
“Ani, jamkkan.. Hh.. Solbin-ah..” (Tidak, tunggu)
Dengan wajah keras, Solbin terdiam. Ia menatap marah bayangannya sendiri di cermin. Tetapi ia tidak mematikan telepon.
“Mwohae?” tanya suara di seberang sana, masih dengan napas tak teratur. (Sedang apa?)
Kening Solbin mengerut. “Kau menanyakan aku sedang apa? Hanya itu?”
Terdengar suara kekehan wanita dari ujung sambungan teleponnya. “Tentu saja. Aku ingin menjadi ibu yang baik kepada anakku yang manis.”
Solbin tertawa hambar. “Kau bukan ibuku.”
“Oh, ya? Merawatmu selama 17 tahun cukup menjadikanku seorang ibu bagimu, Solbin-ah.”
Wajah Solbin mengeras. Jika bukan karena makeup artist-nya, makeup Solbin mungkin akan hancur. “Ibuku bukan jalang yang meniduri lelaki berbeda tiap malam.”
“Oh, jadi kau bicara jalang? Lihat siapa yang tiap malam meniduri seorang CEO muda. Apakah kau mengenalnya, Solbin-ah?” wanita di teleponnya memainkan nada bicaranya. Namun, dengan napas tak teratur itu terdengar jelas sekali bahwa ia masih melakukan hal yang kotor di sana.
Solbin nyaris memukul tangan asistennya yang tengah menempelkan ponselnya di telinga. Tetapi ia tahan. “Aku tidak sama denganmu. Yoongi adalah pacarku dan akan terus seperti itu. Tidak seperti kau yang selalu membawa lelaki-lelaki aneh ke rumah.”
“Jika aku tidak membawa lelaki-lelaki itu ke rumah, kau akan mati kelaparan sejak aku memungutmu, Sayangku.”
“Lebih baik begitu! Seharusnya kau biarkan saja aku membusuk di jalan. Kau tidak tahu bahwa aku terjerat banyak hal disini karenamu,” geram Solbin. Kali ini makeupnya sudah selesai dan stylist-nya tengah membuka hair roll Solbin satu per satu.
“Kau bilang Yoongi adalah pacarmu. Apakah bocah itu menyiksa dan memukulmu jika kau tidak menurut?”
Solbin meneguk liurnya. “Aku disiksa atau tidak, bukan urusanmu.”
“Oh, jangan begitu, Sayang. Kau tahu hatiku sangat sakit jika melihatmu terluka.”
Rentetan sumpah serapah tercekat di tenggorokannya. Gigi Solbin bergemetuk dalam mulutnya. Sebetulnya ia bisa saja menutup telepon. Tetapi ia ingin melihat sampai mana “ibu”nya ini akan bicara.
“Kau juga sering memukuliku. Jangan menganggap dirimu baik.” Solbin berhasil bicara.
“Itu namanya disiplin, Sayang. Kau akan belajar nanti jika punya anak yang sering tidak nurut.”
Semakin lama wanita ini bicara, Solbin semakin emosi. Ia pun menghela napas berat. “Kututup teleponnya jika kau tidak akan bicara hal penting.”

KAMU SEDANG MEMBACA
[jjk] Love Disease ✔
FanficSomething about his past made him this different. His dark past, dark childhood changed everything. He hid behind his mask, playing nice and good for years. Until this girl came and ruined everything. At least, that was what Jungkook think. Status :...