"Makan dulu."
Mataku menatap wajah Justin yang menatapku dengan datar, tanganku yang memegang sendok mengangkat ke depan mulut Justin. Aku tersenyum saat Justin membuka mulutnya.
Suap demi suap, soup tinggal sedikit lagi. Aku menatap mangkuk dan mengaduknya dengan perlahan. Suara dering handphone membuatku mendongak menatap Justin. Justin mengambil Handphonenya di meja, dan melihatnya. Handphonenya lalu di tempelkan di telinga Justin.
"Ada apa, honey?"
Mataku yang terarah pada Justin langsung membuang muka. Erlin. Gigiku menggigit bibir dalam ku, hatiku teremas lagi. Aku menghela nafas dan mendongak, mengangkat satu suap lagi ke Justin. Justin menatapku, dan menggeleng, matanya menajam perlahan lahan.
"1 lagi." Ucapku tanpa suara dan memperlihatkan mangkuk ditanganku.
Justin memutar bola matanya dan melahapnya. Aku tersenyum dan mengambil air putih di meja lalu mengasih ke Justin. Dia menerimanya tanpa melihatku. Aku menghela nafas, dan beranjak dari kasur, tidak mau mengganggu. Kakiku perlahan keluar dari kamar Justin.
Aku menghela nafas, dan menutup pintu kamar Justin. Menyenderkan punggungku pada pintu. Sesak. Itu yang aku rasakan. Aku melipat bibirku dengan kencang. Tidak. Tidak. Aku tidak boleh menangis. Tangan kosongku memukul dadaku perlahan, mengapa di daerah situ sangat sesak.
Menarik nafas dan mengeluarkannya, aku membuka mataku dan berjalan meninggalkan kamar Justin.
Sebelum aku kekamarku, aku menaruh mangkuk di dapur dan ke kamarku. Aku berlari dengan sedikit cepat kearah kamarku.
Membuka pintu kamarku dan masuk lalu menutupnya kembali. Aku berlari dan meloncat kearah kasur, memeluk boneka beruangku dengan erat. Memejamkan mataku dengan erat.
Aku merindukan masa lalu.
Tanganku mengambil Handphone, menatap layar dengan kosong.
Aku menarik nafas untuk yang kesekian kalinya. Menahan rasa ingin menangis sekencang kencangnya. Rasa ingin berteriak kalau diriku sangat lelah untuk semuanya.
Memejamkan mataku, semakin mengerat kan pelukanku pada boneka, aku meringis, merasakan sengatan panas pada mataku. Aku menggeleng dalam diam. Tanpa aku bisa, air mataku turun. Mengalir pada pipiku tanpa izin ku. Bahuku berguncang, menyembunyikan wajahku pada boneka.
Aku merindukan masa lalu.
"Aku mencintaimu." Suara Justin menggemakan telingaku. Aku mendongak menatap Justin yang menatapku dengan lembut.
"Aku juga, sangat." Bisikku.
Tanganku terangkat, dan kakiku mengangkat sedikit lalu memeluk lehernya dengan erat.
"Kau bahagia, sel?" Bisik Justin.
Aku mengangguk, mempererat pelukanku. "Sangat bahagia."
KAMU SEDANG MEMBACA
creído // Jelena
FanfictionRasa yang sangat amat menyakitkan terus terulang ulang. Wanita menahan sakit, akan kuat. Tapi tak akan selamanya wanita kuat untuk menghadapi itu.