Mata yang tertutup rapat, tangan memeluk guling dengan erat, tubuhnya pun menggigil tak karuan. Detik itu dia sudah tidak tahan, perlahan bangun seraya membuka matanya, melihat kesemua arah yang gelap hanya ada cahaya malam dari luar sana. Gatal di tenggorokannya terasa, dan langsung menimbulkan batuk yang keluar beberapa kali. Tangannya mengangkat, memegang kepalanya lalu memijat pelipisnya dengan perlahan. Sekujur tubuhnya panas, tetapi aura didaerahnya dingin, sangat lah amat dingin.
"Ya tuhan." Lirihnya.
Dirasakannya hanya sakit di semua tubuhnya, dengan perlahan dia meniduri tubuhnya kembali. Mengerang karna tidak bisa menahannya. Sakitnya amat luar biasa.
"Kau Justin, kau kuat, brengsek." Ucapnya untuk dirinya sendiri.
Dengan perlahan tangannya mengambil handphone yang berada di meja tersebut, Justin membuka kuncinya lalu mencari kontak Selena pada handphonenya. Sampai akhirnya ketemu, dia memejamkan matanya sebentar lalu menekan nama tersebut.
Dia me-loudspeaker kan dan menyimpan handphone tersebut di samping kepalanya, membiarkan itu tersambung begitu saja. Matanya mengerjap ngerjap, menghela nafas yang sesak, dan detik kemudian dia merasakan apa yang tadi dia rasakan, dingin yang amat sangat menyerap pada tubuhnya. Tubuhnya menggigil, tangannya mulai memeluk kembali guling di sampingnya, dengan tatapan masih tertuju pada handphonenya.
Mungkin Justin gila, menelpon wanita yang dicintainya disaat semua orang tidur, jam dua pagi. Tapi demi tuhan, sungguh, dia tak tahan dengan semuanya, dia ingin semuanya berakhir.
Menit kemudian dia mengerjap, menatap handphonenya yang memperlihatkan kalau sambungan itu terangkat, walau tak ada suara.
Justin menghela nafas dengan perlahan,
"Selena." Lirih Justin.
Justin memejamkan matanya merasa bingung dengan semuanya, apakah Selena tidak tidur? Mengapa seperti itu? Dia semakin memejamkan matanya dikala mendengar suara tak jelas dari sana,
"Aku membutuhkan mu." Ucap Justin dengan suara lemahnya.
Dada sesak, dia menggeleng geleng dan terus menunggu suara Selena timbul. Justin melihat handphonenya, kesekeliling handphone tersebut, lalu terpaku,
Saturday, 1 March
Apa dirinya baru saja melupakan hari ulang tahunnya? Apakah sekarang? Dada Justin semakin bergemuruh dikala pikirannya yang semakin berkecamuk, dia terkekeh dengan sendirinya,
"Sel.." lirihnya.
Secara tiba tiba dia terbatuk, tetapi terus melanjutkan apa yang akan dia ucapkan,
"Kau melupakan-"
"Aku tak peduli! Tut-tut-tut."
Raut wajah Justin berubah dengan cepat. Menatap dengan kosong, dengan semua anggota tubuh terdiam dalam sekejap. Lalu detik kemudian, dia baru saja merasakan hidup kembali. Walau langsung menyadari apa yang baru dia dengar, perlahan lahan hatinya berdenyut, detak jantung yang berdetak tak karuan. Tangan yang mulai meremas kain yang menutupi gulingnya.
"Sial." Umpat Justin dengan lirihan.
Justin berteriak dengan kencang, hanya itu yang dia bisa.
***
"HAPPY BIRTHDAY TO YOU! HAPPY BIRTHDAY TO YOU! HAPPY BIRTHDAY! HAPPY BIRTHDAY! HAPPY BIRTHDAY DEAR JUSTIN!"
Justin menatap kesemua orang yang berada di hadapannya, menatap mereka dengan haru walau dirinya sedang sakit, lalu tatapannya turun kearah kue yang dipegang Pattie, melihat angkat 24 disitu. Dia menghela nafas, lalu menatap Mommynya,
KAMU SEDANG MEMBACA
creído // Jelena
FanficRasa yang sangat amat menyakitkan terus terulang ulang. Wanita menahan sakit, akan kuat. Tapi tak akan selamanya wanita kuat untuk menghadapi itu.