creído; chapter 44. I'll let you know

1.2K 103 35
                                    

Menunggu, Justin hanya menunggu alur kehidupannya sampai mana dia akan seperti ini. Dan kapan dia akan bertemu dengan wanitanya. Hari hari berlalu, yang Justin lakukan hanyalah melihat bayangan bayangan bagaimana kejadian itu tidak terjadi. Mungkin dia akan bahagia bersama Selena? Yang seharunya sekarang dia sudah mendengar suara tangis anaknya. Melihat bagaimana setiap malam anaknya menangis, dan tidur nya bersama Selena terganggu.

Akan kah semuanya bisa diulang? Dirinya akan memperbaiki diri. Tidak akan pernah menyakiti Selena seperti dulu, yang sialnya, Justin menyadari apa yang dia lakukan terhadap Selena itu sangat amat keterlaluan.

Tidak ada warna di diri Justin sekarang. Yang hanya selalu merutuki dirinya sendiri, ingin semuanya di ulang, merindukan Selena yang belum sama sekali dia tahu keberadaannya. Bagaimana dia tahu? Nomer Selena di handphonenya sudah dia hapus saat dirinya kehilangan ingatan tentang Selena. Itu sangatlah amat sial. Kalau itu tidak terjadi, Justin pasti sudah tahu posisi Selena dimana, dan juga dari sebelum sebelumnya pun mungkin dia sudah bertemu Selena.

Sahabatnya pun tidak mau bertemu dengannya sendiri. Seakan akan sekarang Justin tidak ada gairah untuk hidup. Tidak ada gairah untuk berdiri tegak melawan apa yang akan terjadi dihadapannya. Buktinya dia sekarang hanya lelaki lemah, yang setiap saat merutuki kesalahannya.

"Justin."

Justin tidak bergerak, masih melihat keluar jendela dengan padangan yang tidak bisa di artikan. Menunggu apa kelanjutan dari suara itu, yang dia tahu, itu adalah suara Pattie.

"Mengapa kau berdiri disitu? Keadaanmu sedang lemah, sayang." Ucap Pattie yang menatap punggung tegap anaknya dengan gigi yang menggigit bibirnya.

Pattie benar benar baru pertama kali melihat anaknya seperti ini. Sungguh. Dia berjalan masuk, menghampiri Justin yang sama sekali tidak bergerak dari posisinya. Detik itupun, Pattie sudah berada disamping Justin. Tangannya yang mulai mengusap punggung Justin dengan lembut, dan wajah mendongak menatap Justin yang sama sekali tidak menengok ke dirinya.

"Justin, punggungmu panas, suhu tubuhmu sedang meradang. Kau harus istirahat, aku tidak ingin kau turun drastis seperti kemarin, yang pingsan secara tiba tiba dan suhumu yang benar benar sangatlah amat panas." Ucap Pattie.

Beberapa menit kemudian, tidak ada sautan dari Justin. Hanya diam. Yang membuat Pattie menghela nafas, lalu tangannya bergerak memegangi pipi Justin dengan kedua tangannya dan menarik wajah tersebut untuk menatap dirinya.

Pada saat itupun tatapan Justin tertuju pada Pattie. Dia hanya diam, menatap Pattie yang seolah olah menatapnya dengan penuh ke prihatinan. Dan dia benci itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya menyadari tatapan itu memang pantas untuknya. Sangatlah pantas.

"Kau membuat hatiku sakit melihatmu seperti ini." Bisik Pattie.

Justin membuang muka, menepis dengan halus kedua tangan Pattie secara halus dengan gerakkan itu. Lalu mundur selangkah dan menatap Pattie,

"Maaf."

Hanya itu yang Justin ucapkan.

Detik itu juga Justin melihat mata Pattie mengeluarkan air yang terjatuh mengalir di pipi tersebut. Dalam hatinya meringis, merasa ingin menangis juga. Justin mengehela nafas, lalu memejamkan matanya merasa denyutan di kepalanya, dan membukanya kembali.

"Mom, kalau aku mati, kau sedih?"

Justin berbicara dengan cepat yang membuat Pattie menatap Justin dengan tatapan terkejut, dengan cepat Pattie mendekat kembali kearah Justin dan tangannya mendorong bahu Justin membuat yang di dorong mundur beberapa langkah.

"Apa yang kau bicarakan!?" Bentak Pattie dengan air mata yang mulai deras.

"Dasar bodoh!" Maki Pattie.

creído // JelenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang