Patient (Part 2)

1.7K 265 105
                                    

Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelanganku. Lalu aku mendongakkan kepala, menatap Andre yang sibuk mencoret-coret bukunya. Lelaki ini bersikeras menemaniku sampai waktu pulang tiba. Berkali-kali aku meyakinkannya bahwa Gavin tidak akan datang lagi dan aku akan baik-baik saja. Namun, Andre tetap memaksa. Aku tak punya pilihan lain selain membiarkannya tetap di sini bersamaku.

Tadi setelah Gavin pergi, aku menceritakan kejadian kemarin pada Andre. Aku mengatakan semuanya, tentang Gavin yang menyuruhku berpura-pura menjadi pacarnya di depan mantannya, serta tentang ancamannya padaku. Walaupun aku bercerita dengan nada biasa yang tidak mendramatisasi sama sekali, ceritaku cukup membuat Andre cemas.

"Cowok kayak gitu harus lo hindari, Ra. Gue takut lo kemakan omongan manisnya," ujarnya saat itu.

Aku tersenyum mendengar kecemasannya itu. Sejujurnya, ia tak perlu takut karena satu-satunya cowok yang kupercaya ada di hadapanku. Ya, Andrelah orangnya.

Sejak kejadian kurang lebih satu tahun lalu, aku berhenti memercayai sosok yang disebut laki-laki. Kalau laki-laki yang kuwarisi darahnya saja bisa berkhianat, bagaimana dengan yang lainnya? Namun, aku salah. Masih ada satu laki-laki yang bisa kupercaya. Teman masa kecil yang setia menemaniku bahkan ketika aku berada di titik terendahku.

Lamunanku buyar ketika ponselku berbunyi. Andre juga menghentikan aktivitas belajarnya. Ia memandangku yang hanya menatap layar ponsel dengan diam.

"Kok nggak diangkat?" tanyanya.

Aku mengerutkan kening, "nomornya nggak dikenal."

"Udah angkat aja. Siapa tahu penting."

Aku mengikuti sarannya. "Halo?" sapaku. Suara di ujung sana terdengar gelisah sampai aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. "Halo?" sapaku lagi.

"Keira, ibumu... Cepat kamu pulang, ya!"

"Ibu? Ibu kenapa?" tanyaku panik. Namun, sambungan telepon sudah keburu dimatikan. Firasatku langsung tak enak. Aku bangkit dari kursi dan bergegas meminta izin untuk pulang cepat.

"Kenapa, Ra?" Andre yang kelihatannya sudah tahu jika ada yang nggak beres segera merapikan bukunya.

Dalam keadaan panik, aku tak mengindahkan pertanyaannya itu. "Anterin gue balik, Ndre," pintaku.

***

10 Reasons Why [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang