Sebelumnya, aku mau memberitahukan kalau part ending udh kupublish sejak hari Minggu kemarin (barangkali ada yg belum tahu). Tapi part itu ada dalam mode private. Jadi kalau mau baca silakan follow akun ini. Kalau belum bisa, coba hapus dulu cerita ini dari library kalian. Kalau masih belum bisa, coba dilog out dulu. Kalau masih belum bisa, bilang aja ke sini.
Part ini isinya cuma obrolan dan mungkin agak membosankan, tapi nggak akan rugi kalau dibaca. Plus, di bagian bawah nnt ada penjelasan ending.
Langsung ke intinya aja. Jadi di sini aku cuma mau menyampaikan beberapa hal karna aku merasa I should take responsibility for my story. Walaupun di depan udah tertulis kalau cerita ini untuk usia 15+, aku masih merasa ada reader di sini yg usianya belum mencapai segitu. Peringatan umur nyatanya nggak menjamin dan aku nggak bisa lepas tanggung jawab gitu aja. Bukan apa-apa, tapi aku takut kalau anak2 di bawah umur ini akan menyerap mentah2 cerita yg kutulis. Itulah kenapa aku merasa perlu meluruskan beberapa hal dalam cerita ini.
Isi tulisan ini kayaknya agak sensitif dan bisa jadi ada beberapa reader yg nanti ketriggered. Tapi, sekali lagi, semua orang bebas berpendapat, dan yang kutulis adalah opiniku. Kalau ada yg nggak setuju juga nggak masalah.
Di cerita ini aku banyak memasukkan isu sosial, seperti perceraian, tetangga nyinyir, pacaran, kenakalan remaja, LGBT, dll. Tapi sekarang aku cuma mau bahas masalah pacaran dan LGBT.
Pertama, ke bab pacaran dulu, ya. Ini terutama ditujukan untuk kalian yg masih di bawah 17 tahun.
Hanya karna aku menceritakan tentang pacaran, bukan berarti aku mendukung kegiatan --atau apalah-- ini. Bagi sebagian orang, mungkin pacaran dianggap sebagai hal yang wajar. Bahkan ada lho dulu guruku yang terang2an mendukung anaknya atau muridnya pacaran. Ya, orang beda-beda sih. Tapi bagiku lebih baik jangan! Lebih banyak ruginya dan bisa menjerumuskan ke perilaku zina.Ada banyak hal bermanfaat lain yang bisa dilakukan dibandingkan pacaran, apalagi kalau kalian masih sekolah. Nikmati aja masa2 sekolah kalian, gali potensi sebanyak mungkin, kembangkan bakat selagi masih banyak waktu luang.
Kalian pernah denger istilah early dating? Early Dating adalah masa pacaran dini yang dilakukan remaja berusia kurang dari 14 tahun (Mudjijanti, F, 2010). Masih menurutnya mbak Mudjijanti, early dating ini punya risiko besar karena pihak yang melakukan belum stabil dan belum cukup dewasa dalam mengambil keputusan. Mereka rawan mengalami dating violence pada tingkat yang cukup mengenaskan, dan lebih parahnya lagi bisa sampai di*****.
Meski begitu, bukan berarti aku setuju sama pacaran yg dilakukan sama anak usia lebih dari 14 tahun, ya.
Dalam sebuah artikel yg ditulis oleh Collins, Welsh, & Furman (2009), dikutip dari Quatman, Sampson, Robinson, & Watson (2001), beberapa remaja yg terlibat dalam hubungan pacaran (gk ada angka pastinya) menyatakan bahwa mereka merasa harga diri dan kepercayaan diri mereka meningkat. Mereka juga cenderung menganggap diri mereka populer, dan berprestasi di sekolah. Di sisi lain, ada juga beberapa remaja yang mengaku bahwa selama berpacaran, pencapaian akademik dan motivasi mereka berkurang, tingkat depresi juga jadi lebih tinggi sehingga berakibat pada peningkatan penggunaan narkoba dan alkohol. Dampak yang dihasilkan tergantung pada karakteristik hubungan, termasuk waktu dan durasinya, kualitas interaksi pasangan, status kognitif dan emosional partisipan, dan apakah hubungan itu termasuk aktivitas seksual.
Penelitian di atas memang dilakukan di luar negeri, tapi menurutku juga bisa relate sama keadaan di Indonesia. Nah, kita sama2 nggak tahu mana dampak yg akan kita rasakan kalau kita memutuskan untuk pacaran. Daripada harus mengambil risiko, lebih baik dihindari aja kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Why [END]
Novela Juvenil⚠15+⚠ Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun...