"Ra!"
Aku mengangkat kepalaku dari atas meja ketika kudengar seseorang memanggilku. Rino? Tidak biasanya dia menyapaku. Pasti ada maunya, batinku.
"Apa?" tanyaku malas.
Rino menarik kursi di depanku, lalu meletakkan pantatnya di sana. "Lo nggak mau lihat pengumuman hasil simulasi ujian kemarin?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Paling masih di urutan lima besar."
Cowok itu terkikik mendengar jawabanku. "Pede banget sih lo. Tapi bener sih, lo di urutan empat."
Hening beberapa saat. Kupikir Rino tidak ingin berkata-kata lagi sehingga kuputuskan untuk melanjutkan tidurku. Namun, sebelum sempat memejamkan mata, Rino cepat-cepat mencegahku.
"Eh, jangan tidur dong, Ra. Ada yang mau gue omongin nih."
Si badboy ada perlu denganku? Aku memerhatikan wajahnya yang tengah nyengir itu selama beberapa detik. Jika kalian membayangkan Rino seperti tipikal badboy keren layaknya tokoh utama dalam cerita-cerita wattpad maka kalian salah total. Cowok di hadapanku ini tidak setampan Manu Rios yang wajahnya bertebaran di wattpad sebagai sosok badboy. Dia juga bukan panglima perang seperti Dilan. Justru dari berita simpang siur yang kudengar, Rino pernah kabur meninggalkan teman-temannya saat tawuran. Such a traitor!
"Lo mau apa?"
"Mau lo," godanya lantas tertawa.
Aku memutar bola mataku malas. Saat ini suasana hatiku sedang buruk.Aku tidak ingin mendengar guyonan tidak penting semacam itu.
"Ganggu aja lo!" bentakku. "Udah ah gue mau lanjut tidur keburu bel masuk."
"Eh, jangan dong, Ra!" Rino kembali mencegahku. Ia berdehem sebelum berkata lagi, "jadi gini, gue mau minta tolong sama lo. Lo mau nggak ngajarin gue matematika sepulang sekolah nanti?"
Aku menautkan kedua alisku heran. "Lo kesambet? Nggak biasanya lo mau belajar."
"Gue mau tobat. Gue pengen kuliah, Ra. Ya untuk saat ini minimal gue harus bisa dapet nilai di atas enam buat ulangan matematika besok."
Aku menimbang-nimbang. Sebenarnya aku sangat malas mengajarinya. Pasti sulit mengajari cowok semacam Rino, pikirku.
***
Sesuai dugaanku, mengajari Rino bukanlah hal yang mudah. Setelah sempat menolak permintaan cowok itu akhirnya aku luluh juga. Rino terus memohon, ia bahkan melibatkan wali kelasku. Karena beliau sudah turun tangan maka tidak ada pilihan lain bagiku selain mengiyakan permintaannya.
"Keikei!"
Ah, lagi-lagi suara Gavin, cowok yang sudah membuat mood-ku berantakan hari ini. Kenapa dia selalu muncul? Jangan-jangan dia hantu. Cepat-cepat aku berjalan menuju bus kota yang sedang berhenti tanpa sekali pun menoleh ke belakang.
Bus cukup penuh disesaki orang-orang sore itu. Aku berdiri sambil berharap Gavin tidak ikut masuk ke dalam. Namun, dalam lubuk hatiku, aku merasa cowok itu pasti mengikutiku. Benar saja! Tak lama ia sudah berdiri di sampingku dengan senyumannya.
Aku hanya memerhatikannya sekilas, lantas kembali menatap ke depan. Dari ekor mataku, kulihat Gavin berbicara dengan seorang laki-laki yang duduk di salah satu kursi bus. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas lelaki itu buru-buru bangkit dari kursinya.
"Keikei, lo duduk ya." Gavin menunjuk kursi kosong yang baru ditinggalkan lelaki tadi.
Aku tak menuruti permintaannya. Menjawab pun tidak. Tiba-tiba kurasakan tangan Gavin meraih kedua pundakku dan menarik tubuhku. Semuanya terjadi begitu cepat dan aku tak sempat mengelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Why [END]
Teen Fiction⚠15+⚠ Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun...