Jangan nonton mulmed kalau nggak kuat :)
***
"Jadi lo nggak pacaran sama Rino?"
Suara Bunga yang cukup keras itu sukses mengundang tatapan sebal dari para pengunjung warung bakso. Namun, cewek itu seolah tak peduli.
Bunga mengepalkan tangannya kesal. "Dasar bocah gendheng!"
Bukan hanya Bunga yang merasa kesal pada Rino, aku pun demikian. Terlebih setelah Bunga menceritakan kejadian di malam pensi selepas kepergianku. Nyatanya, Rino memang kembali ke sekolah. Dan di sana, ia membuat ulah dengan Gavin!
"Terus Bang Gavin sama sekali nggak ngehubungi lo lagi?"
Aku menggeleng sembari menghela napas. Sejak melakukan panggilan dengan jumlah yang fantastis, Gavin tak menghubungiku lagi.
"Fixed deh tuh orang pasti marah." Demi menekankan kalimatnya, Bunga menggebrak meja dengan sebelah tangan.
Aku menyeruput minumanku. Di kepalaku berkecamuk berbagai pikiran buruk. Bagaimana jika Gavin benar-benar marah? Ah, ini semua gara-gara Rino!
"Tahu nggak, gara-gara lo pergi, Bang Gavin jadi nggak semangat nyanyi di puncak acara. Gagal deh surprise-nya. Tapi gue masih heran. Dia lihat lo sama Rino, tapi kenapa nggak langsung nyamperin aja sih?" Bunga menggeleng-gelengkan kepalanya. Wajahnya tampak kesal mengingat kejadian tempo lalu. Selanjutnya, ia beralih menatapku. "Lagian lo ke mana sih malam itu? Telpon dari Bang Gavin juga nggak lo angkat."
"Ayah gue sakit," kumainkan sedotanku. Sedih juga rasanya telah melewatkan kejutan Gavin, tapi bagaimanapun Ayah jauh lebih penting.
"Gue panik, makanya gue langsung ngeiyain waktu Rino nawarin tumpangan. Dan soal bunga itu, gue cuma nerima bunganya aja, cintanya enggak," tambahku.
Mata Bunga membulat sempurna. "Ayah lo sakit?"
Aku mengangguk pelan. "Udah baikan kok. Nggak usah khawatir."
Bunga menyentuh punggung tanganku. "Semoga ayah lo cepet sembuh, ya."
Senyum kecil menghiasi wajahku.
"Wah, berarti Bang Gavin salah paham dong! Cepet, Ra lo hubungi dia!"
Keningku berkerut samar. "Kenapa gue harus telpon dia? Lagian, pesan terakhir gue aja nggak dibales. Padahal gue cuma nanya kenapa dia telpon gue."
"Jelas tuh orang cemburu." Tiba-tiba saja Bunga merogoh tasnya, mengeluarkan sebuah ponsel.
"Lo mau ngapain?"
Tanpa mengindahkan pertanyaanku, Bunga sudah larut dalam keasyikannya bermain ponsel. "Halo Bang Gavin?" sapanya seraya menempelkan ponsel itu ke telinganya.
"Lo!?" pekikku.
Bunga hanya meletakkan telunjuk ke bibirnya, memberi isyarat padaku untuk diam.
"Mmm ... Bang Gavin marah ya sama Keira?"
Rasa penasaranku tak dapat kutahan lagi. Kubisikkan sebuah perintah pada cewek itu, "loudspeaker."
Mendengar permintaanku, Bunga tersenyum penuh kemenangan. Hanya butuh waktu sebentar baginya untuk menuruti keinginanku itu.
"Enggak, biasa aja. Ngapain marah? Gue bukan siapa-siapanya."
Aku berpindah tempat duduk. Dari yang awalnya berhadapan dengan Bunga menjadi bersebelahan dengannya. Kudekatkan tubuhku padanya agar dapat mendengar suara Gavin lebih jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Why [END]
Teen Fiction⚠15+⚠ Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun...