Spy

1.3K 129 235
                                    

~Yang waktu kecil pernah dimarah Mama Papa gara2 nonton drama yg soundtrack-nya ada di mulmed bilang hadir 🙋~
***

Wajah sumringah para murid SMA 999 Jakarta menghiasi sore itu. Mereka bersuka cita tentu bukan tanpa sebab. Pasalnya, hari ini merupakan hari terakhir Ujian Nasional. Deburan ombak, indahnya sunrise yang dilihat dari puncak gunung, dan serangkaian aktivitas liburan lainnya telah terbayang di benak masing-masing. Ya, setidaknya mereka dapat mengistirahatkan otak mereka sejenak sebelum menyongsong hari-hari selanjutnya sebagai pejuang SBMPTN.

Perlahan, dengan penuh kegembiraan, satu per satu murid mulai meninggalkan halaman sekolah. Gelak tawa masih setia menemani langkah mereka. Sambil bersenda gurau dengan kawan, kaki-kaki itu melompati genangan air bekas hujan.

Mobil Om Raka baru saja melesat setelah Andre masuk ke dalamnya. Tadinya, Om Raka menawarkanku untuk ikut. Namun, aku menolak halus. Di hari-hari terakhir masa SMA-ku, aku ingin sedikit berlama-lama di sekolah.

"Ra, lo belum mau balik?" Bunga yang duduk di sampingku memandang heran. Tangannya memeluk sebuah helm berwarna biru. Selama ujian, cewek itu memang menganggurkan motornya. Sebagai ganti, kakaknyalah yang setia mengantar jemput.

Aku menggeleng pelan. Pandanganku masih menerawang, mengingat kembali waktu satu tahunku di sini. Secara keseluruhan, aku menyukai sekolah negeri ini. Di tempat ini tidak ada kasus bully seperti yang dulu terjadi di sekolah lamaku. Murid-muridnya pun terkesan lebih sederhana dan apa adanya.

"Nah, kayaknya jemputan lo udah dateng tuh," Bunga menunjuk sebuah motor yang mendekat.

Meskipun cukup bingung dengan yang dikatakannya, mataku tetap mengikuti arah telunjuknya. Tampak sebuah motor vespa berwarna putih yang di atasnya bertengger sang pengendara dengan helm berwarna senada. Semakin ia mendekat semakin terlihat jelas bahwa pengendara itu adalah Gavin. Cowok itu menghentikan motornya tepat di depanku.

Aku melempar tatapan heran padanya, sedangkan Bunga terus menyenggol lenganku dengan lengannya sembari tersenyum menggoda. Salah satu kebiasaan Gavin adalah menjemput tanpa memberi tahu sebelumnya. Dalam hati, aku bertanya-tanya ke mana mobil yang biasa ia pakai.

Tanpa melepas helmnya, Gavin turun dari motor. "Hai Keikei, hai Bunga," sapanya sambil menatapku dan Bunga secara bergantian. Kemudian ia mengambil helm lain yang telah ia siapkan, lalu menyodorkannya padaku.

Karena tanganku tak juga menerimanya, Gavin membuka suara. "Apa perlu gue pakein?" Ia sudah bersiap memasangkan helm yang dibawanya ke kepalaku, tapi cepat-cepat aku menghindar.

Bunga sengaja berdehem keras untuk menggoda kami.

"Gue bisa pake sendiri." Kurebut helm itu, lalu segera kupasangkan ke kepalaku.

Gavin menyunggingkan seulas senyum. Cowok itu kembali ke motornya, melepas kunci, dan melemparkannya kepadaku. Untunglah, aku berhasil menangkap lemparannya yang tak terduga itu.

"Lo yang boncengin. Oke?"

Aku dan Bunga saling bertatapan heran.

"Bang, di mana-mana cowok kali yang boncengin," seru Bunga.

Gavin menggeleng, "nggak juga. Dulu waktu kecil gue sering diboncengin Nyokap. Lagian, gue nggak suka ngikutin tradisi yang ada. Gue pengen beda. Gue--"

Kata-kata Gavin terputus oleh suara motor yang mendekat ke arah kami. Pengemudi itu tampaknya sengaja membuat kebisingan dengan motornya. Ketika ia telah sampai tepat di hadapan kami, ia membuka kaca helmnya. Kuhela napas kesal begitu menyadari bahwa pengemudi itu adalah Rino.

10 Reasons Why [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang