Seluruh panitia tampaknya benar-benar bekerja keras demi kesuksesan acara ini. Lapangan sekolah yang biasa digunakan untuk olahraga telah disulap menjadi area konser. Sebuah panggung besar berdiri megah di tengah-tengah, sedangkan di pinggir lapangan, sudah tersedia berbagai stand penjaja makanan.
Salah satu keunikan sekolahku adalah prom night dilarang. Sebagai gantinya, diadakanlah sebuah pentas seni sebagai bentuk perayaan perpisahan kelas dua belas.
Baru saja menginjakkan kaki di lapangan sekolah, Bunga langsung menghampiriku. Malam itu aku tidak datang sendiri, melainkan bersama Andre. Cowok itu bersikeras menjemputku. Katanya, kalau tak dijemput, aku pasti tak datang. Harus kuakui bahwa Andre benar. Hingar bingar bukanlah hal yang kusuka.
"Ra," sambut Bunga antusias. Cewek itu tampak cantik dengan baju santainya. "Gue kira lo nggak dateng."
"Datenglah, ini bareng sama Andre." Bola mataku kugerakkan ke arah cowok di sampingku itu.
Kami bertiga berbincang sejenak sebelum akhirnya kedatangan personil baru.
"Hai hai, wah pada cepet banget sih datengnya." Lili yang baru saja datang segera merangkul pundak Bunga. Seperti biasa, cewek itu datang bersama sahabatnya, Putri.
Lili melirik ke arah Andre dengan ekspresi malu-malu. Merasa diperhatikan, Andre pun balas tersenyum.
"Lili," panggil Andre. "Lo cantik."
Semu merah tanpa permisi menghiasi pipi Lili. Gadis itu menggigit bibir bawahnya seraya menggoyang-goyangkan lengan Bunga dengan gemas. "Ma--," kalimatnya terputus karena Andre segera bicara lagi.
"Bunga, lo juga cantik. Putri juga cantik. Aduh, kenapa gue baru sadar sih kalau temen sekelas gue cantik-cantik?" Andre menggeleng-gelengkan kepalanya seraya tertawa.
Aku, Bunga, dan Putri sontak ikut tertawa. Berbeda dengan Lili yang langsung mengerucutkan bibirnya sebal.
Melihat ekspresi Lili, Bunga segera mengacak-acak rambut cewek itu. "Sabar ya, Li. Masih mending si Andre bilang lo cantik."
Diperlakukan demikian, Lili pun menepis tangan Bunga. "Ih, seneng kan lo?" sungutnya pada Bunga. "Jadi bad mood gue. Put, ke sana yuk."
"Eh, gitu aja ngambek," goda Putri.
"Udahlah, males gue. Buruan yuk, Put." Lili menggamit lengan Putri.
"Aduh, iya iya. Sabar kenapa sih, Li?" Putri melambaikan tangan pada kami, sementara Lili yang sedang kesal terus menariknya pergi. "Duluan ya!"
Sepeninggal keduanya, Bunga mengacungkan kedua jempolnya pada Andre. "Bagus, Ndre!"
"Kak Bunga!"
Secara serempak, kami menoleh pada seorang anak perempuan kelas sebelas yang datang tergopoh menghampiri kami. Setelah mengatur napasnya, ia mulai berbicara. "Kak Bunga, ayo ke belakang panggung."
Bunga memelototkan matanya kaget. "Sekarang?"
Anak kelas sebelas itu mengangguk. "Iya, udah ditungguin."
"Ya udah deh, ntar gue nyusul. Ra, Ndre, gue ada urusan nih. Bye!"
Tak lama setelah Bunga pergi, pentas seni dimulai. Aku dan Andre bergabung dengan teman-teman lain yang sudah memadati area sekitar panggung. Rangkaian acaranya adalah pemutaran video kenang-kenangan, stand up comedy, dan penampilan band sekolah.
Anak-anak kelas sebelas itu sebenarnya tidak buruk. Lagu yang mereka mainkan pun terdengar asyik di telinga. Namun, aku mulai bosan. Seperti yang kubilang, aku tidak suka keramaian. Diam-diam aku berjalan menjauhi panggung. Sebuah bangku yang terletak tak jauh dari penjual harum manis menjadi tujuanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
10 Reasons Why [END]
Novela Juvenil⚠15+⚠ Bagi Keira, Andre adalah sahabat sekaligus pahlawannya. Di titik terendahnya, hanya Andrelah yang setia menemani di sampingnya. Wajar jika benih-benih cinta itu mulai muncul. Sayang, ada orang lain yang sudah mengisi hati Andre. Cowok itu pun...