Hanya hal kecil yang mampu merubah segalanya, dan salah satunya adalah sikap seseorang.
Fika melirik jam tangannya, wajahnya terlihat lelah. Beberapa kali ia mengusap wajahnya itu. Ia duduk dihalte menunggu ayahnya datang menjemput. Dihalte masih ada beberapa murid yang belum pulang, mungkin sedang menunggu jemputan seperti dirinya.
Ia kembali teringat dengan kejadian beberapa hari lalu, kejadian yang membuat dia sedikit trauma untuk bepergian sendiri. Untung saja, ada Davin yang menolongnya. Kalau tidak,
Fika menggeleng-gelengkan kepalanya.
Fika merasa ada yang mengganjal terkait dengan kejadian itu.
Ketika sedang memikirkan pemuda itu, suara deruan motor ninja berhenti tepat didepannya, Fika mengalihkan pandangannya.
Ternyata, pengemudi motor itu adalah Davin. Fika mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Naik!" Satu kata terlontar dari mulut Davin yang menatap ke arah Fika. Fika menatap pemuda yang ada dihadapannya itu. Fika diam saja, malah ia memainkan ponselnya.
Pemuda itu turun dari motornya dan menarik pergelangan tangan Fika secara tiba-tiba. Fika tersentak.
"Eh, ngapain narik-narik tangan gue?!" Tanya Fika tak mengerti tiba-tiba Davin menarik tangannya.
"Naik!" Suruh Davin dan melepaskan cekalannya pada tangan gadis itu.
"He?" Dahi Fika berkerut tak paham apa yang diucapkan oleh Davin. Fika bergeming.
Davin naik kemotornya sementara Fika memandangnya bingung. Tak mengerti maksud Davin.
"Lo ngapain masih berdiri disitu? Naik cepetan," Ucap Davin dengan galaknya.
"Ta-tapi gue udah lagi dijemput sama papa gue." Secara bersamaan dengan ucapannya itu, ponselnya berdering menandakan ada telepon masuk. Fika mengangkat telpon itu.
"Halo?"
"Halo, Fika. Maaf ya papa nggak bisa jemput soalnya papa ada meeting penting yang nggak bisa papa tinggalin. Kamu naik apa nanti?"
"Yaudah pah, nggak papa. Fika bisa sendiri nanti Fika bisa naik taxi kalo nggak angkot. Disini juga masih agak rame kok pah." Kata Fika.
"Yaudah. Nanti kalo ada apa-apa kamu telpon papa ya. Assalamualaikum."
"Iya, walaikumsalam pah."
Fika menghela napas, ia menatap kedepan. Davin sudah duduk diatas motornya tanpa Fika sadari karena pada saat menelpon, gadis itu membelakangi pemuda itu.
Fika menggigit bibir bawahnya, murid-murid mulai dijemput satu persatu. Itu artinya, ia akan sendiri disini menunggu angkot atau taxi yang lewat. Kejadian itu masih terus membekas pada diri Fika.
Ada niat menghampiri Davin, tapi rasa gengsi membuat ia mengurungkan niatnya itu. Rasa gengsinya lebih besar mengalahkan rasa takutnya itu. Ia menengok ke arah kanannya dan tidak mendapati angkutan yang jurusannya kearah rumahnya.
Dengan langkah berat, Fika menghampiri Davin yang hendak memakai helm nya.
"Kenapa?" Tanya Davin menghentikan kegiatannta saat melihat Fika yang ragu-ragu menghampirinya.
"Mm..gue jadi ikut lo ya. Boleh nggak?" Tanya Fika ragu akan ucapannya.
"Naik." Hanya satu kata terlontar dari mulut Davin terdengar tegas. Tanpa basa basi, Fika segera naik keatas motor Davin. Davin mengenakan helm nya lalu menyalakan mesin dan segera berlalu.
Sesaat sebelum mereka berdua berlalu, beberapa teman kelas Fika pecinta Davin, melihat mereka berdua berboncengan.
"Eh, eh liat dihalte tuh. Itu bukannya kak Davin ya? Kok sama cewek?" Tanya Fina.
"Eh, iya ya." Sambung Sheila. Mereka berdua berjalan lebih dekat untuk melihat dengan jelas, siapa cewek yang berada didekat Davin. Mereka berdua bersembunyi di balik pohon mencoba mendengar percakapan mereka.
"Eh, itu kan Fika. Kok mereka bisa deket ya?" Tanya Fina yang pandangannya masih lurus menghadap kedua remaja berlawanan jenis itu. Mereka memperhatikan dengan seksama ala-ala detektif.
Benar-benar kurang kerjaan.
Mereka berdua terbelalak ketika melihat Davin berboncengan dengan Fika.
"What?!" Kaget keduanya secara bersamaan. Wajar lah mereka kaget, semenjak mereka berdua sekolah di SMA Pelita Jaya, mereka tidak pernah melihat Davin memboncengi perempuan. Boro-boro bonceng, deket sama cewek aja nggak pernah.
✩✩✩✩✩✩✩
Sepertinya, malam ini Fika harus lembur mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Tak tanggung-tanggung, tugas yang diberikan hampir dikumpulkan dalam waktu dekat dalam jumlah yang banyak.
Fika menghembuskan napasnya. Beginilah kondisi yang berstatus sebagai murid baru, harus mengejar ketertinggalan pelajaran.
Bip..
Benda pipih berwarna silver yang tergeletak dimeja belajarnya berdering sebentar. Fika meraih benda itu.
Tasya : Fika?
Fika mengerutkan dahinya, tak mengerti. Jari-jari tangannya menari diponselnya.
Fika : iya?
Tasya : abis pulang bareng kan sama kak Davin?
Fika melotot kaget melihat pesan dari Tasya. Darimana Tasya bisa tau kalau dia pulang bareng Davin? Lagipula, dia pulang bareng Davin karena terpaksa.
Fika : tau dari mana?
Tasya : ada deh. Jadi, udah mau ngeluluhin hati bekunya kak Davin?
Fika : apaan sih, ngaco. Udh mendingan skrg belajar buat besok, banyak tugas nih.
Tasya : iya2, tapi ada niat buat ngeluluhin hatinya kan? 😀
Fika : Tasyaaaaaa, udh deh 😒
Tasya : iya2 santai ibu negara hehe. Silahkan dilanjutkan mengerjakan tugasnya wkwk
Fika menutup ponselnya lalu kembali melanjutkan kegiatan yang sempat dihentikan. Tapi kali ini pikirannya tidak fokus. Ada seseorang yang masuk kedalam pikirannya. Davin. Kakak kelas yang selain dingin dan datar ternyata galak juga. Sorotan mata Davin begitu tajam menambah kesan galaknya.
Pantas saja, banyak cewek-cewek yang tidak berani mendekati pria itu. Fika jadi penasaran dengan sikap pria itu. Berhubung dengan sikap Davin, ia kembali teringat dengan kejadian saat dia pingsan, Davin yang menggendongnya dan pria itu berkata dengan lembut. Tapi tadi, saat menawarinya pulang terdengar dingin dan galak. Benar-benar sikap yang aneh. Berubah-ubah layaknya bunglon.
Fika menghempaskan tubuhnya ditempat tidur melepaskan penat dengan rentetan kejadian hari ini dan dalam beberapa menit, ia tertidur pulas dan terlarut dalam alam mimpi.
★★★★★★★★
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSA [Completed]
Teen FictionPerasaan bisa bermetamorfosis juga kan? Dari yang awalnya biasa saja menjadi suatu hal yang sulit untuk diartikan. @teenlitindonesia