DELAPAN

199 17 3
                                    

Hari minggu biasanya dimanfaatkan orang untuk berekreasi dan liburan. Tapi berbeda dengan Fika, ia sudah membuat rencana untuk bermalas-malasan di rumah. Namun, rencana hanyalah sebuah rencana. Pagi ini, ia jogging bersama dengan sahabatnya, Tasya. Tasya bertandang ke rumah Fika pagi-pagi sekali dan membangunkan Fika dari alam mimpinya. Pantas, beberapa hari yang lalu, Tasya meminta alamat rumahnya. Tujuannya, untuk mengajaknya jogging pagi ini.

"Ayo dong Fika semangat!!" Teriak Tasya yang berada jauh didepan Fika. Tasya terlihat semangat sementara dirinya terlihat malas. Fika melihat di sekeliling taman, mulai dari anak-anak hingga lansia melakukan hal yang sama dengan dirinya. Memang, taman ini biasa dijadikan orang-orang untuk berolahraga.

Fika berlari mengejar Tasya dan memintanya untuk beristirahat sejenak.

"Ah, lo diajak lari bentaran doang udah capek duluan." Sindir Tasya melirik ke Tasya.

"Iya, yaudah. Gue kan males olahraga. Capek." Kata Fika sambil mengelap keringatnya yang bercucuran. Padahal, baru lari beberapa menit. Tasya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar jawaban sahabat barunya itu.

Fika mengedarkan pandangannya dan melihat ada penjual bubur ayam. Matanya menunjukkan keinginan untuk membelinya. Berhubung ia sedang lapar, ia segera menghampiri penjual itu.

"Eh, sya kesana yuk," ajak Fika langsung menarik tangan Tasya tanpa persetujuan dari Tasya.

"Pak, bubur nya dua ya." Pesan Fika langsung duduk di tempat duduk yang telah disediakan diikuti Tasya.

"Lo tau aja kalo gue lagi laper," Ucap Tasya menyengir memperlihatkan giginya.

"Iya, gue kan bisa baca pikiran orang, dari raut muka lo." Kata Fika sedikit melebih-lebihkan.

"Lebay lo," cibir Tasya yang dibalas dengan kekehan kecil.

Tak lama kemudian, pesanan mereka datang dan mereka berdua menikmati bubur ayam itu.

"Oya, nanti lo ke rumah gue ya. Kita kan ada kerja kelompok bahasa inggris. Kita bareng Ovi juga. Lo udah tau kan alamat rumah gue?" Tanya Tasya.

Fika mengangguk, "iya, nanti lo kabarin gue ke rumah lo jam berapa."

"Oke."

✩✩✩✩✩✩✩

Ketiga gadis berkumpul diruang tamu dengan ditemani oleh buku-buku yang tebal. Sesekali terdengar tawa dari mereka bertiga.

"Eh, lo tau nggak fik dulu si Rian itu denger-denger pernah nembak kakak kelas. Kalo nggak salah namanya itu kak Dira, tapi ditolak. Kasihannnn!" Kata Tasya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Beginilah kondisinya sekarang, pertamanya bilang kerja kelompok, sekarang malah sebaliknya. Nge rumpi nggak jelas sementara yang bekerja hanya satu orang. Bilangnya, kerja kelompok ujung-ujungnya yang ngerjain nggak semuanya.

Beruntung Fika orangnya rajin dan paham apa yang diajarkan oleh gurunya, jadi ia bisa menyelesaikan tugas kelompok itu.

"Kak Dira?" Tanya Fika tak mengerti tak memgalihkan pandangannya dari kertas yang masih ditekuninya.

"Iya, yang rambutnya diwarnain warna merah kecoklatan gitu. Oya, dia juga dari kelas 11 ngejar-ngejar kak Davin." Kata Tasya sambil memakan cemilan yang ada ditangannya.

"Kak Davin Putra Wardana?" Tanya Fika memastikan dan dibalas dengan anggukan Tasya. Fika mengkerutkan dahinya.

"Kak Davin Putra Wardana itu yang mana deh?" Tanya Ovi buka suara.

"Itu loh, kelas 11-2 yang ikut ekskul fotografi, sering pake earphone." Jelas Tasya.

"Oohhh," Ovi ber 'oh' ria

"Tau?" Tanya Tasya.

"Nggak." Ovi menjawab dengan wajah tak berdosanya. Padahal, Davin sangat dikenali oleh anak-anak SMA Pelita Jaya. Tasya menghela napas panjang, berusaha sabar menghadapi Ovi, yang lemotnya tingkat kuadrat.

Tasya kembali melanjutkan acara makan cemilan, tidak mempedulikan raut bingung dari wajah Ovi. Sementara, Fika masih bersama dengan buku-buku yang berserakan dimeja sampai akhirnya tangannya berhenti menulis.

"Akhirnyaaaa, selesai juga." Kata Fika menghela napas lega sambil merenggangkan otot-ototnya yang terasa pegal.

"Udah selesai?" Tanya Tasya sambil menyalakan televisi untuk menghilangkan rasa bosan. Tasya tidak terlalu menyukai pelajaran bahasa inggris karena terlalu rumit. Berbeda dengan Fika, ia suka pelajaran bahasa inggris dan matematika juga suka karena menurutnya bahasa inggris dan matematika itu menyenangkan.

"Guys, gue pulang dulu ya soalnya gue udah ada janji sama temen gue." Pamit Ovi.

"Oke"

"Hati-hati Ovi," lanjut Fika. Dan setelah Ovi keluar, Fika menghempaskan tubuhnya di sofa milik Tasya. Rumah Tasya sepi, kedua orang tuanya sedang tidak ada dirumah. Tasya pernah bercerita kepadanya, jika Tasya sudah biasa sendiri dirumah dan sering merasa bosan.

"Eh Fik gue mau tanya boleh?" Tanya Tasya tiba-tiba. Fika yang sedang memakan cemilan menolehkan kepalanya ke Tasya dengan garis yang terbentuk di dahinya.

"Tanya apa?"

"Emm, lo suka nggak sama kak Davin?" Kegiatan Fika terhenti ketika mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Tasya. Fika terdiam sejenak, mencoba mencerna pertanyaan barusan.

"Kenapa nanya kaya gitu sya?" Fika menaikkan alisnya sebelah,

"Ya nggak kenapa-napa sih, cuma tanya aja. Lo suka sama dia?"

Fika menggeleng, "nggak, gue nggak suka sama tipe cowok kaya dia. Cuma, gue penasaran doang si sama sikapnya kenapa kaya gitu." Jawab Fika.

"Emang lo suka nya tipe kaya gimana?" Tanya Tasya penasaran dan kelihatan serius.

"Gue lebih suka sama yang sifatnya ramah, pinter, baik dan kaya gitu lah. Kenapa nanya-nanya kek gitu sya?"

"Oh, nggak papa cuma nanya doang." Fika mengangguk. Sampai umur yang sekarang ini, ia belum pernah merasakan apa itu pacaran. Kadang, ia bete ketika pulang sekolah melihat orang yang pacaran. Tapi, ia tak mengambil pusing toh pacaran juga hal yang tidak terlalu penting.

Setelah itu, mereka lanjut dengan menonton drama korea. Walaupun Tasya itu cewek tomboy, tapi ia suka nonton drama korea. Begitupun dengan Fika. Jadi, mereka nyambung kalo ngomong. Kalo udah ngomong tentang drama korea, pasti akan berlanjut terus-menerus.

Fika melirik jam yang ada ditangannya, "sya, gue pulang ya udah sore soalnya. Nanti, gue diomelin lagi pulang terlambat." Katanya sambil memasukkan buku-buku yang masih berserakan ke dalam tas nya. Buku itu sebagian punya Tasya, sebagian punya dia.

"Pulang sekarang?" Tanya Tasya memastikan. Pasalnya, Tasya pasti akan merasa bosan jika tidak ada teman dirumah. Tasya memasang wajah cemberut.

"Iya. Lo nggak papa kan gue tinggal sendiri? Kapan-kapan gue nginep deh di rumah lo, nemenin lo." Kata Fika sambil tersenyum.

"Senyum dong," Fika mencubit kedua pipi Tasya mencoba membentuk senyuman.

"Aduh, iya-iya nih gue senyum."

Fika tertawa kecil sembari berjalan keluar rumah.

Tawa itu lenyap, ketika membuka pintu dan keluar, ternyata ada seorang cowok yang sedang duduk diteras rumah Tasya. Langkah kaki Fika terhenti dan berdiri mematung. Begitu juga dengan Tasya. Ia tidak tau jika cowok itu akan ke rumahnya.

Keheningan mencekam diantara ketiganya. Tidak ada yang membuka suara. Cowok itu hanya memasang wajah datar walau sempat awalnya tak bisa menyembunyikan wajah keterkejutannya. Cowok itu menatap Fika saling menatap. Kenapa jantung Fika berdetak tidak karuan saat di tatap cowok itu?

Ada hubungan apa, Tasya dengan cowok itu? Segala hipotesa berseliweran dikepala Fika. Apa mungkin?





★★★★★★★

TBC

Saya nggak kasih visualnya siapa, biarkan kalian berimajinasi sesuka idola kalian, hehe.

Terima kasih.

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang