DUA PULUH DELAPAN

123 9 0
                                    

Fika membereskan buku-bukunya yang terlihat berantakan di mejanya. Sama seperti meja Tasya yang hampir semua buku di dalam tas nya ia keluarkan. Karena, ia sibuk mencari pulpennya yang sepertinya lupa tidak di masukkan ke dalam tempat pensil. Setelah ini adalah pelajaran sejarah yang harus mencatat banyak.

Fika menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Tasya yang sibuk mencari pulpennya. Yang lebih Fika heran, cewek itu hanya mempunyai satu pulpen. Alasannya, jika punya pulpen lebih dari satu pasti akan ada yang meminjam setelah itu tidak di kembalikan. Fika pun hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, tak tau harus berkata apa.

Dan soal kejadian yang sudah beberapa hari lalu, ia pendam dalam-dalam mencoba menguburnya. Kejadian di mana hal-hal yang tidak terduga terjadi sedemikian rupa. Fika sendiri tak tau awal dari masalah seperti itu apa.

Fika melamun sehingga tak menyadari sudah ada seorang cowok yang selalu menemani harinya akhir-akhir ini.

"Jangan ngelamun," kata cowok yang berada di depannya.

"Eh?!"

"Jangan ngelamun, ntar kesambet." Kata cowok itu lagi. Ya, cowok itu tak lain adalah Davin. Cowok yang sudah mengisi hari-harinya.

Fika hanya tersenyum tipis menanggapi.

"Ehm, gue ke kantin duluan ya. Berasa panas gue di sini ngeliat orang pacaran, hawanya tuh nggak enak banget. Berasa ngenes banget gue. Dadahh..." Kata Tasya langsung melenggang pergi meninggalkan dua sejoli yang menatapnya bingung.

Sebenarnya, tidak hanya mereka berdua di kelas. Ada teman sekelas Fika yang masih berada di kelas walaupun hanya beberapa. Hampir semua murid menghabiskan waktu istirahatnya di kantin.

"Kapan hasil pengumuman lombanya, kak?" Tanya Fika untuk memecah keheningan yang ada.

"Kayaknya lusa deh," jawab Davin. Fika menganggukkan kepalanya.

Memang, lomba tersebut telah diadakan beberapa hari yang lalu setelah kejadian itu.

"Oh, iya besok ada acara ulang tahun sekolah ya?" Tanya Fika.

"Iya," jawab Davin seadanya.

"Pasti seru acaranya. Denger-denger sih ada band juga kan. Jadi nggak sabar mau liat kayak gimana acaranya." Kata Fika. Davin tersenyum tipis lalu tangannya terulur mengacak-ngacak rambut Fika membuat cewek itu sedikit kesal.

"Ish, jangan di berantakin rambut gue. Udah rapi-rapi malah di berantakin," gerutu Fika sambil membenarkan rambutnya.

Davin tertawa tanpa suara, sementara Fika terus berdecak.

"Udah nih, biar tambah berantakan." Kata Davin mengacak-ngacak rambut Fika lagi.

"Ish, tau ah. Gue ke kantin aja nyusul Tasya!" Kata Fika lalu bangkit berdiri.

Davin terkekeh lalu berlari menyusul Fika yang sedang menghentakkan kakinya karena kesal.

                       ✩✩✩✩✩✩

"Aduhh, kayaknya ada yang lagi pdkt nih." Kata Fikri dengan nada meledek ketika melihat Tasya dan Rian yang sedang tertawa bersama seolah hanya ada mereka berdua di kantin ini.

"Berasa ftv yah, benci jadi cinta. Eakkk..." Kata Gino.

"Iya, kaya dunia milik berdua aje." Ucap Fikri.

"Woyy, dilarang pacaran di kantin ya. Ini tuh tempat umum." Kata Fikri kepada Tasya dan Rian.

"Ye, sirik aja lo kak!" Balas Tasya galak.

"Buset dah, galak bener ya singa betina."

"APA KAK FIKRI BILANG?" Tanya Tasya dengan nada galaknya. Fikri menyengir ketika melihat mata Tasya yang ingin keluar, nyalinya ciut seketika.

"Hahaha...." Gino, Rian, Fika tidak bisa menahan tawanya dan seketika tawa mereka meledak. Sementara Davin, hanya diam saja tidak ikut tertawa. Entah sifatnya yang memang seperti itu atau ada hal lain yang membuat cowok itu tidak membuka suara sama sekali. Sebelumnya, cowok itu sedikit berbicara banyak dengan Fika bukan?

"Yang diem-diem pacaran, boleh juga kali." Celetuk Fikri melirik Davin. Davin yang merasa tersindir langsung menoleh.

"Tau dari mana lo?" Tanya Davin. Karena memang tidak ada yang tau jika Davin telah mengungkapkan perasaanya kepada siapapun. Tidak mungkin Fika yang melakukannya.

"Apa sih yang gue nggak tau." Kata Fikri dengan bangganya.

"Emang bener kalian udah jadian?" Tanya Gino dengan ekspresi sedih.

Fika menatap Davin begitupun sebaliknya. Mereka dapat melihat semburat luka di wajah Gino.

"Maaf kak—"

"Nggak papa, gue tau kok. Lo sebenernya udah suka sama Davin cuma lo yang belum sadar aja. Tapi kalo di sakitin sama Davin bilang aja ya sama gue. Biar gue ada alasan buat nikung di belakang dia." Kata Gino dengan bercanda. Walaupun hanya sebuah candaan belaka, tetapi Davin tetap tak menyukai ucapan tersebut.

"Nggak bakal. She's mine." Ucap Davin mantap. Mata Fika membulat sempurna mendengar penuturan tersebut. Jantungnya pun sudah tak terkendali. Tetapi, seulas senyum terpancar di wajahnya. Tak menyangka, jika seorang laki-laki beku seperti Davin bisa membuat dirinya jatuh cinta.

"Uuuuu, kak Davin cemburu." Seru Tasya.

"Ciee, cembokurr." Sahut Rian.

"Sakit hati dedek," sahut Fikri dengan lebay.

"Jijik tau nggak, Fik!"

Sementara Fika tertawa. Namun, ia melihat seseorang tampak memperhatikan ke arahnya teman-temannya. Menatap dengan penuh harap. Fika tak mengerti tatapan tersebut mengartikan apa. Yang jelas, mata itu menyiratkan sesuatu.

















                       ===========

Maaf ya, maaf banget. Maaf juga kalo pendek. Aku baru bisa update. Karena aku bingung mau lanjutin kayak gimana. Kaya mentok bgt. Semoga bisa lanjutin si wkwk.

Salam,

Silfi A.

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang