SEMBILAN

180 19 1
                                    

Tadinya, Davin ingin bertanya sesuatu mengenai Fika. Sepertinya, waktu membiarkan ia bertemu langsung dengan orangnya. Seharusnya, ia berkomunikasi dulu dengan Tasya.

Tasya berdehem kecil, memecahkan keheningan yang terjadi.

"Ehm-m gue pulang duluan ya," pamit Fika dan ketika akan melangkah menjauhi mereka berdua, suara berat  berhasil menghentikan langkahnya.

"Gue anter," kata cowok itu dan berjalan menuju motornya yang terparkir di depan rumah Tasya. Fika masih berdiri mematung menatap cowok itu.

Gadis itu menengok ke sahabatnya, Tasya. Mencoba menerka-nerka, apa reaksi sahabatnya itu. Tetapi, raut wajah yang ditunjukkan Tasya biasa saja malah tersenyum. Entah tersenyum dalam arti apa, Fika tidak tau. Mungkin saja Tasya cemburu melihat pacarnya mengantar cewek lain? Pernyataan itu terus berputar dikepala Fika.

Seolah mengerti apa yang sedang dipikirkan Fika, Tasya menghampiri sahabatnya itu.

"Kak Davin itu sepupu gue," Fika menoleh ke Tasya mencoba mencari kejujuran. Bisa saja sahabatnya itu bercanda. Kalimat itu mampu didengar baik oleh Fika. Ia tidak salah dengar kan?

"Gue sama kak Davin itu sepupuan. Gue sengaja nyembunyiin hal itu, biar nggak ada cewek-cewek yang berani ngerayu gue buat cewek-cewek itu jadian atau deket sama dia. Kak Davin itu pesonanya luar biasa di SMA Pelita Jaya. Gue males nanggapin cewek-cewek manja dan lebay. Jadinya gue sengaja nutupin semua." Jelas Tasya sejelas-jelasnya. Suatu pengakuan yang mampu membuat Fika terdiam. Fika tidak menyangka, Tasya--cewek tomboy--sahabatnya punya sepupu seperti Davin. Fika merasa tidak enak dengan Tasya. Ia menjelek-jelekkan Davin didepan Tasya. Pantas, ia juga merasa janggal ketika ia ingin diculik preman.

Tin! Tin!

Klakson motor milik Davin membuat Fika sadar dari lamunannya. Davin membuka kaca helmnya, "woy, cepetan!"

Fika mengerucutkan bibirnya, kenapa juga Tasya harus punya sepupu seperti Davin. Cowok itu nggak ada halus-halusnya sama sekali.

"Tuh cowok nggak ada halus-halusnya ya. Ngomongnya irit lagi, beda banget sama lo Sya." Gerutu Fika sambil melirik ke cowok yang sudah duduk manis dimotornya.

Tasya terkekeh, "dia emang gitu, udah cepetan nanti keburu ditinggal sama dia." Tasya mendorong-dorong tubuh Fika, lantas Fika mencibir.

"Iya-iya. Yaudah gue pulang ya." Dengan langkah berat ia menghampiri cowok itu, lalu menaiki motor itu. Fika melambaikan tangan ke Tasya dan dibalas lambaian tangan Tasya dengan senyum yang masih  mengembang dari bibir Tasya.

"Semoga aja kak Davin bisa balik lagi kaya dulu," gumam Tasya dan masuk ke dalam rumahnya.

Davin mengendarai motor ninja nya dengan kecepatan yang cukup dibilang tinggi. Fika hanya bisa memegang pundak Davin dengan erat dan memejamkan matanya. Dalam hati, ia memaki Davin.

"Kak, pelan-pelan dong bawa motornya. Jangan ngebut!" Teriak Fika dari belakang. Davin tidak menjawab, tapi ia menuruti permintaan Fika. Kalau tidak, pasti gadis itu akan mengoceh-ngoceh.

"Eh, eh kok arahnya kesini sih? Kan rumah gue nggak lewat sini," protes Fika ketika ia menyadari kalau jalan yang dilewatinya bukan jalan menuju rumahnya.

"Eh, lo mau bawa gue kemana? Jangan-jangan lo mau macem-macem ya sama gue? Lo mau nyulik gue?" Seberondong pertanyaan keluar dari mulut Fika, membuat cowok itu mendesis pelan, "berisik!"

Fika menggeram kesal, tangannya sudah terkepal--mencoba menahan amarah. Jika kakak kelasnya itu mencoba macam-macam kepadanya, ia tak segan-segan melaporkannya ke pihak yang berwajib.

Setelah 10 menit, kendaraan yang ditumpanginya berhenti disebuah taman yang biasa dijadikan untuk berekreasi atau sekadar jalan-jalan. Banyak pedagang yang mencoba mencari keuntungan disana. Tak hanya itu, ada anak kecil dan lansia disana walaupun lebih didominasi para remaja.

Kedua remaja berlawanan jenis itu turun dari kendaraan yang ditumpanginya. Mereka berdua berjalan bersama tepatnya Davin yang berjalan lebih depan dibandingkan Fika. Fika mencoba mensejajarkan langkahnya dengan cowok bertubuh jangkung itu.

"Lo ngapain bawa gue kesini?" Tanya Fika mendongak--menatap ke kakak kelasnya itu karena Davin lebih tinggi darinya. Gadis itu hanya sampai sedagu Davin.

Cowok itu tidak menjawab, menatap lurus ke depan tanpa berniat menjawab pertanyaan Fika. Fika mencibir, "kalo lagi ditanya oramg jawab kek, heran gue sama lo. Bikin orang darah tinggi tau nggak?!" Cerocos Fika.

Davin duduk dibangku taman itu lalu diikuti Fika. Kebetulan, bangku ditaman panjang. Selama beberapa menit, mereka berdua terdiam, tanpa ada yang memulai untuk bersuara. Hanya keheningan yang terjadi diantara mereka berdua. Fika jengah sendiri. Kenapa kakak kelasnya itu memgajaknya kesini hanya untuk berdiam, tanpa ada tujuan?

"Gue heran deh sama lo. Sifat lo beda banget sama Tasya. Padahal, lo kan sepupuan sama Tasya." Fika buka suara, menghilangkan keheningan yang terjadi. Fika melihat-lihat sekeliling, banyak pasangan muda-mudi yang mungkin--lebih tepatnya berpacaran dan bermesraan.

"Gue minta maaf soal kejadian tempo hari, yang gue nggak sengaja numpahin makanan pemberian lo. Itu gue nggak sengaja, sama sekali nggak ada niat buat numpahin makanan itu." Davin meminta maaf dengan satu tarikan napas. Davin terlihat gugup didepan Fika. Dan jantungnya, kenapa berdetak tidak seperti biasanya ketika Fika menatapnya?

Fika menaikkan satu alisnya. Lalu detik berikutnya, derai tawa keluar dari mulut Fika.

"Ha ha ha," Fika baru melihat ekspresi itu dari seorang cowok yang dingin, seperti cowok yang ada dihadapannya saat ini. Terlihat lucu.

"Kenapa lo ketawa?" Tanya Davin tak mengerti. Menurutnya, tidak ada yang lucu di sini.

"Ekspresi lo aneh kak, bikin gue ngakak tau nggak," jawab Fika setelah tawanya mereda.

Davin mencibir, "jadi lo mau maafin gue nggak?" Tanya Davin dengan malas.

"Iya, gue maafin. Tapi, lo harus traktir gue es krim sepuluh." Pinta Fika. Davin melotot kaget.

"Lo mau morotin gue ya?"

"Yaudah kalo gitu. Nggak bakal gue maafin." Fika bangkit dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Davin. Tapi, sebelum kakinya melangkah, sebuah tangan menarik dan menghentikannya.

"Okay. Gue beliin lo es krim sepuluh." Fika tersenyum kemenangan. Akhirnya. Lumayan, buat di rumah. Jadi, uangnya bisa terjaga.








                        ★★★★★★★

                               TBC

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang