Fika mengetukkan jari-jarinya di atas meja kantin, menengok ke arah kanan dan kirinya. Perasaannya kini tak menentu. Beberapa kali, ia menghela napas panjang.
"HEI!" Seseorang mengejutkannya dengan menepuk bahunya.
"Eh? Kak Gino?"
Gino tersenyum lalu duduk di hadapan Fika.
"Kenapa ngelamun?" Tanya Gino yang sedang menatap Fika lurus. Fika tidak merasa jantungnya berdetak lebih kencang, berbeda saat pertama kali bertemu dengan Gino. Apakah rasa suka terhadap Gino telah lenyap?
"Nggak papa, kak." Ucap Fika sambil menghela napas panjang.
Gino tau, pasti gadis di hadapannya saat ini sedang bingung. Davin sendiri bilang jika Bagas telah pindah ke sekolahnya dan berniat ingin balas dendam. Dan pasti, Fika menjadi sasaran Bagas.
"Oh yaudah. Lo nggak makan? Mau gue pesenin?" Tawar Gino.
"Eh, nggak kok. Udah makan tadi." Jawab Fika dengan berbohong. Saat ini memang dia tidak mood untuk makan.
Gino mengangguk.
Untuk sejenak, mereka berdua terdiam.
"Fik," panggil Gino. Fika yang menunduk langsung mendongakkan kepalanya menatap Gino yang menatapnya serius.
"Iya."
Gino mengetukkan jari-jarinya di meja, bingung untuk memulai dari mana.
"Lo udah punya pacar?" Tanya Gino dengan hati-hati. Untuk sejenak, Fika terdiam untuk meresapi pertanyaan kakak kelasnya itu. Mendadak suasananya menjadi canggung.
Tapi, bukannya Gino sahabat Davin? Mengapa Gino bertanya seperti itu? Memangnya Davin tidak memberi tau Gino?
"Emangnya kenapa, kak?" Tanya balik Fika.
Gino mengusap leher bagian belakang, merasa bingung untuk mencari alasan yang tepat.
"Nggak kenapa-napa si. Nanya doang."
"Kak Gino kepo ya? Apa jangan-jangan kak Gino naksir lagi sama Fika? Hayooo, ngaku." Kata Fika bercanda mencoba mencairkan suasana.
Gino terkekeh.
"Kak Gino nggak pesen makanan?"
"Nggak dulu deh, udah kenyang hehe."
"Fik," panggil Gino lagi. Fika menoleh.
"Kalo gue beneran naksir sama lo, gimana?"
Skak!
✩✩✩✩✩✩
"Nih, pake." Titah Davin memberikan helm-nya ke Fika. Fika mengambil benda itu lalu memakai di kepalanya.
"Bisa nggak?" Tanya Davin ketika melihat Fika yang kesulitan memakai helm.
Tangan Davin terulur untuk membantu Fika. Tangannya membantu mengaitkan tali helm yang berada di bawah.
Fika menahan napas dengan jarak yang sedekat ini dengan Davin. Gadis itu pun harus merasakan skors jantung. Fika dapat melihat jelas wajah Davin.
Cowok itu masih terlihat tampan, meskipun lelah dengan kegiatannya. Wajah Fika seketika memerah di perlakukan manis seperti ini. Seperti ada sengatan listrik yang menjalarinya. Ada rasa ingin selalu berada di dekat Davin.
"Naik!" Ucap Davin membuyarkan lamunan Fika.
Fika mengangguk, mengikuti perintah Davin.
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di depan rumah Fika. Fika turun dari motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSA [Completed]
Teen FictionPerasaan bisa bermetamorfosis juga kan? Dari yang awalnya biasa saja menjadi suatu hal yang sulit untuk diartikan. @teenlitindonesia