Davin mengajak Fika untuk ke taman sekolah. Di sana di tanami pohon sehingga tidak merasakan panasnya matahari yang menyengat. Mereka duduk di sebuah bangku yang agak panjang.
Angin yang bertiup sepoi-sepoi membuat rambut Fika yang terurai bergerak terkena terpaan angin. Fika menyelipkan rambutnya ke belakang telinga agar tidak mengganggu penglihatan.
Sejak tadi, Davin terus menatapnya membuat Fika salting sendiri. Setiap gerakan Fika tak luput dari mata Davin.
"Eum..kak kenapa liatin gue? Ada yang aneh ya?" Tanya Fika.
Davin menggeleng lalu tersenyum tipis.
"Nggak, lo cantik." Katanya. Pipi Fika sudah merona seperti kepiting rebus ketika mendengar pujian tersebut.
"Bilang aja kalo gue jelek."
"Nggak, lo cantik. Pacarnya siapa dulu dong?" Goda Davin. Sungguh Davin yang seperti ini bukan seperti Davin yang biasanya. Ada rasa senang di hati Fika melihat Davin yang seperti ini.
"Emang pacarnya siapa? Kan gue belum punya pacar." Katanya polos membuat Davin langsung menoleh ke gadis itu.
"Lah, cowok yang di hadapan lo sekarang siapa emang?"
"Cowok yang ada di hadapan gue sekarang itu cowok dingin, datar, nggak punya hati, nyebelin, ma—"
"Terus aja ngatain gue."
Fika terkekeh.
"Yaelah, serius amat bang! Bercanda kali. Tapi, kalo di pikir-pikir emang bener sih. Dulu kan lo sama yang gue bilang tadi kak. Tapi, sekarang kok beda sih?" Tanya Fika sedikit penasaran.
"Oh, jadi lo mau gue kaya dulu lagi gitu?"
"Ihh, bukan gitu kak. Gimana ya, beda aja."
Davin mengangguk lalu mengusap puncak kepala Fika dengan lembut membuat Fika terdiam dan sedikit menahan napas ketika Davin berada di jarak yang dekat seperti ini. Dari jarak sedekat ini, Fika bisa melihat wajah tampan Davin.
Mengingat dulu, Fika tak menyangka cowok yang dingin dan menyebalkan itu bisa sedekat ini dengannya. Dan juga, mengapa ia bisa berdebar jika berada di dekat Davin. Fika sudah mengerti jika ia jatuh cinta pada cowok di hadapannya. Ya, cinta pertamanya.
Ia pernah bertanya kepada Tasya mengenai hal tersebut.
Flashback on.
Malam-malam Tasya datang ke rumah Fika atas dasar permintaan Fika sendiri. Tasya langsung masuk ke dalam kamar Fika karena orang tua Fika sudah mengizinkannya.
Dilihatnya cewek yang sedang membaca novel, lalu Tasya menghampiri Fika mencoba untuk mengejutkannya.
"DORR, HUWAAAA!!" Tasya langsung loncat dari tempat tidur Fika karena cewek itu memang memakai masker hitam. Fika pun tak kalah terkejut, jadi kedua-duanya sama-sama menjerit.
"HUWAAAA!"
"SETANNN!"
Tasya mengelus dadanya begitupun dengan Fika. Kegiatannya terhenti seketika.
"Lo ngagetin gue aja." Kata Tasya langsung duduk kembali di pinggir tempat tidur.
"Gue kira siapa, gue kaget tau ngeliat lo pake masker. Malem-malem lagi." Lanjut Kensa lalu meletakkan sling bag nya di nakas.
"Lo juga."
"Btw, lo nyuruh gue kesini ngapain? Mendadak banget lagi."
Fika menegakkan badannya, lalu menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Tasya yang melihat Fika, menaikkan alisnya. Bingung apa yang di lakukan Fika.
"Lo nggak minum dulu?" Tanya Fika basa-basi.
"Udah nggak usah. Cepetan, gue kepo nih. Terus lo kenapa pake tarik napas gitu sih?"
"Gue...."
"Gue apa?" Tanya Tasya.
"Gue..."
"Gue apa, Fika?" Kejar Tasya.
"Gue, gimana ya cara ngomongnya? Bingung."
"Jadi gini, to the point aja ya. Gue kok ngerasa aneh ya?" Tanya Fika.
"Aneh gimana?"
"Gue kalo deket-deket sama kak Davin kok deg-deg an ya, kayak abis lari marathon. Padahal kan gue nggak punya riwayat penyakit jantung. Sebelumnya sih gue juga deg- deg an sama kak Gino tapi nggak berlangsung lama. Setelah itu biasa aja. Tapi, kalo sama sepupu lo itu..gimana ya?" Tanya Fika.
Tasya mengangguk-angguk mengerti maksud Fika lalu sebuah senyum terbit di bibirnya.
"Berarti lo suka sama sepupu gue."
"Hah? Yakali."
"Beneran. Tuh kan gue bilang juga apa, lo tuh bakal suka sama Davin."
"Ah yang bener? Nggak mungkin."
Tasya menepuk bahu Fika pelan.
"Di bilangin nggak percaya. Intinya, lo itu suka sama sepupu gue titik, lo nggak ngerti sih."
Flashback off.
Davin menatap Fika dalam.
"Nggak tau kenapa gue berubah. Mungkin, karena efek di deket lo kali. Dengar, gue nggak tau kenapa bisa deg-deg an di dekat lo, tapi yang pasti gue nyaman sama lo. Dan lo masih belum jawab pertanyaan gue dengan benar. Kemarin itu kayak sebuah lelucon. Tapi, untuk kali ini serius." Katanya.
Fika menunduk, tak berani menatap mata teduh Davin.
"Tatap gue. Gue cuma pengin tau perasaan lo."
Fika menggigit bibir, lidahnya terasa kelu seketika. Sementara Davin, masih memandangnya. Fika menghembuskan napasnya perlahan.
"I-iya." Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut gadis itu.
"Iya apa?"
"Y-y-ya gitu dah." Kata gadis itu dengan terbata karena gugup.
"Iya apa nih?" Pancing Davin.
"Y-ya begitu dah. Lo mancing gue ya kak?"
Davin tertawa kecil. Sungguh, gadis di depannya ini terlihat menggemaskan jika seperti itu.
"Yaudah jadinya iya gimana?"
"I-iya gue juga sama." Katanya lalu mengalihkan pandangannya lalu pergi meninggalkan Davin karena merasa malu.
★★★★★★
Haloo, aku update lagi. Yeay, ceritanya bakal tamat. Ikutin terus ya kisahnya.
Salam,
Silfi A.
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSA [Completed]
Teen FictionPerasaan bisa bermetamorfosis juga kan? Dari yang awalnya biasa saja menjadi suatu hal yang sulit untuk diartikan. @teenlitindonesia