DUA PULUH SEMBILAN

116 8 0
                                    

Davin sudah duduk di atas motor ninja nya dengan tangan yang terlipat di depan dada. Matanya memandang ke arah gerbang menandakan bahwa ia sedang menunggu seseorang. Sudah lima belas menit ia menunggu tapi otang yang di tunggu tak kunjung datang.

Matanya menyipit ketika melihat seseorang yang di tunggunya berjalan bersisian dengan orang yang sangat familiar di wajahnya dengan tertawa renyah. Bagas.

Fika melambaikan tangannya ke Bagas lalu menghampiri Davin yang menatap tajam ke arahnya.

"Kak, maaf ya gue kelamaan. Gue lupa bilang, kalo gue ada piket hari ini. Jadi tadi nyapu kelas dulu." Ucap Fika dengan tersenyum.

Davin diam di tempat. Beberapa detik kemudian, Davin memberikan helm kepada Fika.

Suasana kota di sore ini sangat ramai, jalanan kota begitu padat karena memang jam pulang kantor dan pelajar.

"Loh kak? Kita mau kemana?" Tanya Fika ketika ia menyadari jika jalan ini bukan jalan menuju rumahnya.

"Liat aja nanti."

Beberapa menit kemudian, mereka berdua sudah berada di depan gedung yang mungkin sudah tidak terpakai lagi. Fika menatap gedung itu horor. Fika membuka helm lalu menyerahkannya kepada Davin yang sedang melepaskan helm dari kepalanya.

"Kak kita ngapain kesini? Serem tau," kata Fika dengan mata yang masih menatap gedung di depannya.

Davin hanya tersenyum tipis melihat ekspresi wajah pacar nya? Eh, pacar nya?

"Lo nggak macem-macem kan kak?" Tanya Fika dengan mata menyipit.

"Nggak bakal gue apa-apain lo. Ayo ikut gue." Ucap Davin sambil menggandeng tangan Fika. Seperti terkena sengatan listrik, Fika merasakan jantungnya berdetak tak beraturan. Efek deket Davin selalu saja seperti itu.

Mereka menaiki anak tangga untuk mencapai tempat yang di tuju. Kaki Fika terasa pegal.

"Aduh, kak. Capek banget." Keluh Fika yang berhenti sambil memegangi lututnya dan mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Sebentar lagi. Mau gue gendong?" Tawar Davin membuat Fika membelakakan matanya. Terkejut.

"Hah? Eh, nggak ko. Udah nggak pegel. Ayo lanjut." Kata Fika mendahului Davin.

Fika tak bisa membayangkan jika dia benar-benar di gendong Davin. Ah, untuk membayangkannya saja Fika seperti itu, apalagi beneran.

Davin membuka pintu kayu setelah anak tangga terakhir.

Fika tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Fika menatap sunset yang terlihat jelas di indra penglihatannya. Terlalu menikmati indahnya objek di depannya, Fika tak menyadari jika Davin sudah berada tepat di sampingnya.

"Cantik banget." Kata Fika takjub.

Davin menoleh.

"Cantikan lo," ucap Davin dengan tersenyum menatap Fika. Fika menengok ke cowok di sampingnya yang tengah tersenyum. Fika menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya yang merona. Baru kali ini, Davin gombal terhadapnya. Davin terkekeh melihat tingkah gadis di depannya ini.

"Dih, gombal banget."

"Lo ngapain tadi sama Bagas?" Tanya Davin mengalihkan pembicaraan. Dari nada suaranya sepertinya Davin tidak suka.

"Nggak ngapa-ngapain kok." Kata Fika yang masih menikmati sunset di depannya. Objek yang berwarna jingga kemerahan itu mulai menghilang di balik gedung-gedung pencakar langit.

"Kenapa ketawa-tawa?" Tanya Davin lagi. Akhirnya, Fika menoleh.

"Nggak, dia cuma ngelawak aja kak. Ya makanya gue ketawa. Kenapa kak?"

"Nggak papa. Jangan terlalu deket sama dia."

"Kenapa? Cemburu?"

"Nggak b aja." Kata cowok itu.

"Kalo cemburu bilang. Nggak usah gengsi kali." Ucap Fika setengah bercanda.

"Iya gue cemburu. Kenapa?"

Eh?

"Fik, tatap mata gue." Titah Davin. Dengan perlahan, Fika mengangkat kepalanya dan menatap Davin.

Davin tersenyum. Astaga. Baru senyum aja Fika akan meleleh di tempat.

"Gue mau jujur. Dulu gue emang benci sama lo. Gue benci karena lo datang dan ngusik kehidupan gue. Tapi, perlahan rasa benci gue itu ilang seketika. Entah kenapa gue juga nggak suka lo deket dengan cowok manapun, termasuk Gino. Sahabat gue sendiri." Terang Davin sambil memegang kedua bahu Fika dengan kedua tangannya dan menatap intens Fika tepat di manik matanya.

"Dan satu hal yang baru gue sadari dengan tingkah gue yang akhir-akhir ini aneh menunjukkan kalo...."

Davin menghembuskan napasnya.

"Kalo gue sayang sama lo. Dan, ucapan gue waktu itu benar adanya. Dan, gue cinta sama lo."

Deg.

Rasanya ada jutaan kupu-kupu yang beterbangan di perutnya mendengar pengakuan cowok di depannya. Tak bisa di pungkiri, bahwa ia menyukai kakak kelasnya itu.

Ia masih ingat pertama kali bertemu dengan Davin. Cowok yang menabraknya di koridor dan tidak berniat untuk meminta maaf. Sampai akhirnya, ia masuk ke dalam permasalahan yang di hadapi cowok itu.

Cowok itu masih menatapnya seolah menanti jawaban.

"Gimana?" Tanya Davin.

"Gimana apanya?" Tanya Fika balik. Davin menghembuskan napas pelan. Dan melepaskan tangannya dari bahu Fika.

"Orang lagi serius." Kata cowok itu dengan nada sedikit merajuk. Fika tertawa melihatnya. Sebenarnya, Fika tau apa maksud Davin. Ia hanya ingin mengerjai Davin.

"Tawa aja terus!" Ucap Davin ketus. Fika menghentikan tawanya lalu mendekati Davin yang tadi sempat menjauh darinya.

"Iya deh maaf." Kata Fika dengan menunduk. Davin menoleh.

"Nggak di maafin." Katanya ketus.

"Yah, kok gitu? Gue minta maaf deh, masa nggak di maafin sih?"

"Gue mau maafin lo, tapi ada syaratnya." Kata Davin dengan senyum manisnya yang bikin meleleh.

"Yaudah, apa?"

"Lo bilang 'I Love you' ke gue."

"Lah kok gitu?" Protes Fika. Harusnya cowok yang mulai, bukan cewek. Ini malah terbalik.

"Yaudah deh iya." Kata Fika pasrah.

"I Love you." Ucap Fika dengan tempo sedikit cepat. Wajahnya memerah menahan malu.

"Apa? Bisa diulang?" Ledek Davin lalu menghampiri Fika yang menunduk menahan malu.

"Lo budek ya kak? Nggak mau!" Kata Fika dengan kesal.

Davin tertawa renyah. Fika mengerjapkan matanya berkali-kali melihat pemandangan di depannya. Kini sosok Davin yang terbilang beku sudah kembali seperti dulu. Lebih hangat, menurutnya.

Davin menyelipkan rambut  yang menutupi wajah Fika ke belakang telinga lalu menatap gadis itu dengan tatapan serius.

Perlahan Davin mendekat, lalu berbisik di telinga Fika. Suara serak milik Davin menggema di telinganya. Tubuhnya menegang ketika cowok itu mengatakan sesuatu.

"I love you too, Fika."






                      ★★★★★★★★

Tbc.

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang