Fika turun ke lantai bawah untuk sarapan dengan kantung mata yang besar. Semalam, Fika tidak bisa tidur akibat memikirkan seseorang yang mengantarnya pulang semalam. Fika mencoba tidur, tetapi tetap tidak bisa. Jadi, ia hanya tidur beberapa jam tidak seperti biasanya.
Kenapa gue mikirin kak Davin mulu sih?
"Fika!" Panggil ibunya.
"Pagi-pagi udah ngelamun aja. Itu di depan ada temen kamu yang semalem nganter kamu pulang ke rumah." Kata ibunya yang sedang menuang air di gelas.
"Hah? Kak Davin? Beneran mah?" Tanya Fika dengan nada tak percaya dan meletakkan roti yang sedang di makan ke piring yang tersanding di depannya.
"Iya, tuh ada di depan."
"Yaudah deh mah, aku ke depan sekalian berangkat." Ucap Fika tergesa-gesa dan langsung menuju ke depan rumah sambil menggendong tas nya yang sudah rapi di punggungnya.
"Sarapan dulu, Fik!" Sergah ibunya yang di balas dengan gelengan Fika.
"Nggak usah mah."
Fika langsung menuju keluar rumah dan benar saja, sudah ada seorang pria yang sangat di kenalnya. Pria itu terlihat cool dengan seragamnya yang di lapisi jaket kulit dan gaya rambutnya yang menambah kadar ketampanannya.
Fika menghampiri kakak kelasnya itu.
"Ada angin apa lo jemput gue?" Tanya Fika to the point.
Davin berdiri lalu memakai tas nya yang sempat ia letakkan di meja yang ada di hadapannya.
"Emang nggak boleh?" Tanya Davin balik. Fika menggaruk rambutnya yang tidak gatal, bingung harus menjawab apa.
Sebelum Fika menjawab, ibunya datang di tengah-tengah mereka berdua.
"Mah, aku berangkat dulu ya?" Pamit Fika sambil mencium punggung tangan ibunya itu, di susul Davin melakukan hal yang sama.
"Iya, jangan ngebut-ngebut ya bawa motornya. Pelan-pelan asal selamat sampai tujuan." Pesan ibunya Fika.
"Siap, tante." Balas Davin.
Mereka berdua lalu menaiki motor dan melaju membelah kemacetan yang biasa melanda ibu kota. Kendaraan beroda dua itu menyalip-nyalip di antara celah-celah kemacetan. Hiruk pikuk kota biasa menghiasi di pagi hari yang memang merupakan jam berangkat sekolah bagi para pelajar dan kantor.
Tak lama kemudian, mereka berdua sampai di sekolah yang bertuliskan 'SMA Pelita Jaya' di bagian depan sekolah. Berbagai tatapan dari banyak pasang mata memperhatikan kedua sejoli yang berboncengan, tak seperti biasanya. Fika mencoba tidak mempedulikan hal itu.
"Eh, itu kak Davin kan? Dia boncengan sama siapa ya, kok gue kayak baru liat tuh cewek?" Bisik salah satu siswi kepada temannya yang berada di sampingnya yang bisikannya mampu di dengar Fika. Jaraknya tak jauh dari Fika dan dari tatapannya saja sudah jelas menatap Fika.
"Dia itu anak baru di kelas X-1 namanya kalo nggak salah Fika. Kalo sampe ketahuan sama kak Dira bisa-bisa di labrak." Sahut teman siswi tersebut.
Gue udah dilabrak kali sama dia. Batin Fika.
Tidak hanya itu, Fika bisa mendengar banyak yang membicarakan tentangnya. Fika menengok ke Davin yang sedang melepas helm nya.
Tuh cowok emang terkenal banget ya? Sampe-sampe gue di omongin satu sekolahan. Batin Fika.
"Fika?" Panggil Gino. Fika berjengit kaget lalu berbalik badan melihat siapa yang menegurnya.
"Eh, kak Gino. Bikin kaget aja." Ucap Fika menyengir. Gino terkekeh.
"Makanya pagi-pagi jangan ngelamun. Kesambet loh." Balas Gino. Fika tersenyum lalu mengangguk mengiyakan.
"Eh, ada lo juga Dav?" Sapa Gino saat melihat Davin menghampiri mereka berdua. Davin memandang Gino sebentar lalu memandang Fika sebentar. Tak lama kemudian, Davin berjalan melewati keduanya dengan ekspresi datar dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celananya, tak menggubris sapaan Gino.
Fika memandang Davin dengan kening berkerut.
Tuh orang aneh banget sih. Di tanyain malah nyelonong aja. Sok cool banget lagi! Dasar patung hidup!
Fika menatap punggung Davin yang terus menjauh.
"Ke kelas bareng yuk, Fik?" Ajak Gino dengan senyum yang merekah di bibirnya.
Yaampun ganteng banget! Senyumnya itu lohh. Batinnya menjerit.
"Fik," panggil Gino lalu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Fika. Fika terus tersenyum menatap kakak kelasnya yang ia impikan tanpa kedip.
"Hei, Fika." Panggil Gino lagi dengan menepuk bahu kanan Fika membuat Fika tersentak.
"Eh a-a-apa kak?" Ucap Fika terbata-bata.
Gino tertawa ringan melihat Fika yang terlihat lucu menurutnya.
Ya Allah, tawanya. Nggak kuat, hayati.
"Fika, Fika. Lucu banget sih lo." Kata Gino. Pipi Fika memanas dan dapat di pastikan pipinya bersemu merah mendengar kata yang terucap dari mulut Gino. Fika menundukkan kepalanya menyembunyikan pipinya.
"Ayok ke kelas, gue anterin." Gino meraih tangan Fika sebelah kanan dan menggenggamnya. Untuk kedua kalinya, Fika tersentak melihat tangannya di genggam Gino, si cowok ganteng.
"I-iya kak." Sahut Fika gugup. Rasanya ingin loncat-loncat dan teriak meluapkan segala kesenangannya.
Oh my god, mimpi apa gue semalem? Di gandeng sama kak Gino. Gue seneng bangettttt.
★★★★★★
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSA [Completed]
Teen FictionPerasaan bisa bermetamorfosis juga kan? Dari yang awalnya biasa saja menjadi suatu hal yang sulit untuk diartikan. @teenlitindonesia