DUA PULUH ENAM

131 11 0
                                    

Fika melangkahkan kakinya di koridor sekolah. Kejadian semalam, membuatnya sedikit trauma dan tidak ingin berdekatan dengan gedung sekolah. Semenjak di koridor sekolah, tatapan siswa dan siswi menjuru ke Fika dengan tatapan yang Fika tidak mengerti. Ingin rasanya ia cepat-cepat masuk ke kelasnya.

Namun sebelum masuk ke kelas, seseorang menahannya. Orang tersebut adalah Dira dengan ketiga temannya. Dira tersenyum miring.

Dira mendorong bahu Fika membuat Fika hampir terjungkal dan meringis merasakan sakit pada bahunya menatap nanar Dira di hadapannya.

"Uhh, sakit ya? Sorry, gue emang sengaja. Hahaha, khusus untuk bitch kaya lo!" Ucap Dira sambil tertawa di ikuti dengan ketiga temannya itu. Otomatis, mereka menjadi pusat perhatian seluruh murid di SMA Pelita Jaya.

Dira mengambil kertas dari temannya dan memperlihatkannya pada Fika.

Mata Fika terbelalak, bagaimana bisa?

"Gimana? Bagus kan?" Dira menyeringai.

"Malam-malam di gudang sekolah dengan dua orang berlawanan jenis. Ngapain coba?"

Oh my god. Semua salah paham.

Terdengar banyak yang berbisik-bisik mengenai Fika dengan foto itu. Fika meneguk ludahnya. Ia tak mau menjadi pusat perhatian.

"Ngapain coba malam-malam di gudang sekolah terus pelukan?"

"Kakak salah paham, semalem ada yang kunci aku di gudang se—"

"Alah, mana mungkin ada yang kunciin lo malam-malam?" Potong Dira cepat.

"Ta-tapi—"

"Liat guys, ngapain coba malem-malem cewek cowok di dekat gudang? Pasti ada yang janggal kan?" Tanya Dira kepada murid yang ada di sekitarnya. Fika menunduk dalam-dalam, merasa malu dan tak mengerti harus menjawab seperti apa.

Reputasinya hancur seketika. Fika menunduk dalam-dalam memainkan jarinya dan tangannya yang sudah berkeringat.

Tasya yang menyadari ada kerumunan langsung keluar kelas mencoba mencari tau apa yang terjadi. Tasya menghampiri Fika dan menatap orang-orang yang berada di sekitarnya sedang berbisik-bisik menatap Fika.

Pasti soal Foto.

"Heh, kalian nggak tau apa yang sebenarnya terjadi. Jadi, jangan asal ngomong deh. Terutama lo, kak Dira. Walaupun lo senior gue, tapi GUE NGGAK TAKUT!" Kata Tasya menekankan kata terakhir sambil mendekati Dira.

Suasana di koridor semakin mencekam.

"GUE NGGAK ADA URUSAN YA SAMA LO!" Bentak Dira menunjuk Tasya dengan jari telunjuknya.

Fika mencengkram erat tali tas nya. Melihat Tasya yang sedang membelanya, tanpa ada rasa takut yang menjalari cewek itu.

"Kalo lo nyari gara-gara sama sahabat gue, JELAS ITU URUSAN GUE JUGA." Balas Tasya tak kalah sengit.

"Jadi mending gue saranin ke lo ya. Kalo mengharap jangan ketinggian deh. Kak Davin itu nggak suka sama CEWEK MODEL KAYA LO!" Lanjut Tasya menggebu-gebu.

Fika yang merasakan suasana semakin panas, segera menghampiri Tasya yang amarahnya telah mencapai pada puncaknya.

Dira yang tidak terima dengan ucapan Tasya, yang membuatnya malu, tangannya melayang hendak menampar Tasya.

Namun, sebelum itu semua terjadi, seseorang lebih dulu menghentikan aksi cewek itu sebelum tangannya menyentuh pipi Tasya.

"Davin."

Dira menatap Davin tak percaya. Bagaimana bisa Davin ada di sini?

Davin melepaskan cekalannya lalu menatap nanar Dira yang diam, membisu. Melihat tatapan tajam Davin membuat nyali Dira ciut seketika. Ketiga temannya yang di belakang pun diam. Keheningan terjadi saat Davin datang.

"Mau nampar?" Tanya Davin dingin.

Dira terdiam.

"Jadi lo, yang nyebarin foto di mading?" Tanya Davin lagi.

Dira tetap diam.

"Lo kenapa ngelakuin itu semua hah?"

"KARENA GUE SAYANG SAMA LO, DAV!" Kata-kata itu meluncur bebas dari mulut Dira. Tak peduli dengan tatapan di sekitarnya.

Tubuh Fika menegang seketika mendengar pernyataan Dira secara langsung. Sementara Davin diam saja dengan tatapan datar.

Laki-laki itu tetap stay cool seolah tak peduli dengan perkataan Dira.

"Dan berarti, lo yang ngunciin Fika di gudang sekolah kan? Jangan sok innocent gitu deh! Nggak mempan!" Balas Tasya yang masih tidak terima.

Perlahan, Davin menggamit tangan Fika yang sedari tadi menunduk. Fika tersentak ketika tangan besar Davin menggenggamnya. Dira merasakan panas di hatinya saat melihat apa yang di lakukan Davin. Hal itu menunjukkan bahwa Davin jelas menolaknya, namun ia masih perlu penjelasan.

"Jangan pernah ganggu pacar gue." Ucap Davin dengan tenang. Semua yang melihatnya melongo, seakan tak percaya dengan ini semua. Seorang cowok dingin telah luluh dengan anak baru yang merupakan adik kelasnya.

Hati Dira semakin membara, tidak terima di perlakukan seperti ini.

"Lo udah--"

"Iya, gue udah jadian sama dia. Sekarang, kalo lo ngelukain Fika jangan harap lo masih menginjakkan kaki di sekolah ini." Kata Davin dengan tegas.

 
                           ✩✩✩✩✩

Suatu pengakuan yang kini menjadi trending topic di SMA Pelita Jaya. Hampir seluruh murid membahas tentang apa yang terjadi pada saat itu.

Setiap Fika melewati beberapa murid, ia masih mendengar namanya di sebut-sebut. Fika menjadi risih sendiri. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian, ia ingin menjadi murid yang biasa-biasa saja. Tapi, seperti kata pepatah 'nasi telah menjadi bubur'. Gadis itu yakin lambat laun topic mengenai dirinya akan hilang.

Gadis itu masih tidak berpikir dengan Davin yang berstatus sebagai pacarnya. Dan sedari tadi, cowok itu selalu memgikutinya kemana pun ia pergi, terkecuali ke toilet atau yang berurusan dengan privacy.

Davin selalu ada di sampingnya, takut jika terjadi apa-apa dengan Fika.

"Kak, nggak usah di ikutin mulu dong! Gue kan bukan anak kecil, gue bisa jaga diri kak." Kata Fika menatap Davin yang berdiri di sampingnya. Kini, mereka ada di koridor dekat kelas Fika.

"Walaupun lo bisa jaga diri, tapi gue nggak mau biarin lo sendiri."

"Tapi kan kak gu--"

"Nggak, gue akan tetep ada di samping lo jagain lo. Kalo lo nggak ada di samping gue, gue nggak tenang Fik."

Davin memegang bahu Fika dengan kedua tangannya, matanya lurus memandang bola mata Fika dengan lekat.

"Gue sayang sama lo."

Deg.





                         ★★★★★★★

Gimana sama chapter ini?

Nggak jelas ya? Haha

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang