Jantung Fika dag-dig-dug menerima panggilan itu, di dekatkannya ponsel ke telinganya.
"Halo."
"Buka pintu." Suruh seseorang yang menelponnya itu.
"Pintu? Pintu yang mana?" Tanya Fika tak mengerti. Tuh kan! Ngomong sama seorang Davin harus ekstra sabar. Tinggal ngomong lengkap aja susah.
"Pintu depan. Cepetan." Katanya. Sebelum Fika bertanya kembali, panggilan itu telah terputus.
Fika langsung keluar kamar, menuruni tangga dan menuju ke pintu depan. Fika membuka pintu dan dilihatnya seorang pria berpostur tinggi dengan memakai kaus polos berwarna hitam dipadukan dengan celana jeans, dan sepatu sneakers ditambah lagi dengan rambutnya ala-ala kekinian membuat Davin semakin tampan. Fika bahkan mengakui itu. Jantung Fika berdebar tidak karuan.
"L-lo ngapain kesini kak?" Tanya Fika sambil menetralkan detak jantungnya yang masih belum normal. Aroma maskulin cowo itu menguar membuat siapapun betah berada di dekatnya.
"Gue tunggu 15 menit." Perintahnya sambil melirik ke jam yang melingkar di tangannya. Davin melihat perempuan di hadapannya itu yang memakai piyama bermotif mickey mouse dengan rambut yang di cepol asal sehingga anak rambutnya keluar tetapi menambah kesan manis pada cewek itu.
"Mau kemana sih emangnya? Nggak ngomong-ngomong dulu sih. Aturan mah bikin janji dulu kek. Yaudah masuk dulu." Celoteh Fika dan mempersilahkan Davin masuk ke dalam rumahnya. Davin duduk di sofa.
"Mau minum apa?" Tanya Fika.
"Air putih aja." Fika langsung menuju ke dapur dan tak lama kemudian muncul dengan membawa segelas air putih. Memang, keluarga Fika tidak mempunyai asisten rumah tangga.
"Yaudah, gue ganti baju dulu." Kata Fika langsung menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.
Dua puluh menit kemudian, Fika turun dari tangga dengan berpakaian sederhana dan menggunakan sling bag yang biasa ia gunakan.
Ternyata, sudah ada ibunya yang duduk didekat Davin.
"Kamu sering-sering aja main kesini," ucap ibunya Fika yang dihadiahi tatapan heran Davin.
"Soalnya, Fika jarang-jarang bawa temen kerumahnya. Palingan juga Tasya, kalau cowok belum pernah dia." Kata ibunya Fika lagi yang di akhiri kekehan seolah tau apa yang dipikirkan Davin. Fika melotot mendengar ibunya berbicara seperti itu.
Mama apa-apaan sih?
Fika menghampiri mereka berdua, lalu berpamitan kepada ibunya itu. Ya, walaupun sedikit kesal dengan ibunya.
"Jangan dengerin kata mama kak." Seru Fika.
"Loh, kenapa? Emang bener kan anak mama yang satu ini jomblo?" Kata Diana--ibunya.
"Ck, yaudah. Aku berangkat ya?" Pamit Fika mencium punggung tangan ibunya itu disusul Davin.
"Berangkat dulu, tante." Pamit Davin.
"Pulangnya jangan malem-malem ya? Jagain anak tante ya, Davin?"
"Siap tante."
✩✩✩✩✩✩
"Tumben lo bawa mobil, kak?" Tanya Fika ketika sudah berada didalam mobil Davin. Biasanya, Davin menggunakan motor tapi kali ini cowok itu menggunakan mobil.
"Hm." Jawab Davin singkat. Fika memutar bola matanya mendengar jawaban dari seorang Davin Putra Wardana.
"Kita mau kemana?" Tanya Fika lagi.
"Mau lo kemana?" Davin balik tanya. Matanya masih fokus ke depan.
"Kan lo yang ngajak gue, masa nanya gue sih." Dumel Fika.
Sumpah, rasanya Fika ingin sekali berkata kasar. Ingat, ingin berkata KASAR. Ada ya makhluk yang spesies nya kayak cowok di sebelahnya itu. Fika menghadap ke luar jendela, untuk menghilangkan rasa bosan yang melandanya.
"Mau nonton?" Suara berat Davin menginterupsinya.
"Eh?"
Fika sempat terkejut ketika Davin bertanya padanya. Bisanya, Fika yang bertanya kepada Davin seperti mewawancarai Davin.
"Terserah lo aja, gue ngikut aja." Lanjut Fika yang langsung di angguki Davin. Setelah itu, hanya ada keheningan yang terjadi.
✩✩✩✩✩✩
Davin berjalan dengan langkah besar, membuat Fika sulit mensejajarkan langkahnya dengan langkah pemuda itu. Saat ini, mereka sudah berada di salah satu mall yang ada di Jakarta. Suasana di tempat itu tampak ramai walaupun bukan hari weekend.
"Kak, jalannya pelan-pelan dong! Kaya lagi di kejar-kejar rentenir tau nggak! Capek tau!" Kata Fika yang sudah terengah-engah di belakang Davin.
"Gue napas dulu kali." Lanjutnya.
Davin berbalik badan dan menghadap ke Fika yang sedang memegangi pinggangnya dengan raut wajah kelelahan. Melihat Fika, Davin menjadi tidak tega. Davin maju dua langkah.
"Bisa nggak jalannya pelan-pelan gitu? Lo bawa anak orang ini. Kalo emang mau jalan-jalan nggak usah ngajak-ngajak kalo ujung-ujungnya gue di tinggalin." Cerocos Fika. Tak peduli dengan tatapan di sekitarnya yang menatapnya heran.
Jantung Fika langsung berdetak kencang saat tangan besar milik pemuda itu menggenggamnya. Belum juga menetralkan detak jantungnya akibat mengejar langkah Davin, eh ditambah lagi dengan perlakuan Davin secara tiba-tiba.
Efek di deket kak Davin dahsyat banget. Please, jantung gue jangan keluar!
Davin berjalan beriringan dengan Fika yang masih terus menatapnya tanpa henti dengan mulut sedikit terbuka.
Ya, Tuhan. Nikmat mana yang Kau dustakan??
"Ada lalat masuk." Ucap Davin, Fika gelagapan.
"Hah? Mana? Nggak kok." Jawab Fika dengan polosnya. Jelas-jelas Davin membohonginya. Mana ada lalat di mall dan malam-malam seperti ini. Melihat wajah Fika yang gelagapan tertangkap basah ketika sedang menatapnya, Davin terkekeh. Tangannya terjulur menyentuh puncak kepala Fika, mengacak-ngacak rambut gadis itu.
Tubuh Fika menegang, ketika mendapat perlakuan Davin yang diluar dugaan. Melihat Davin terkekeh, Fika terus menatapnya. Tak tau harus bereaksi apa.
Gue yakin, kalo cewek-cewek di sekolah ngeliat kak Davin kek gini, pasti pada meleleh!
✩✩✩✩✩✩
Setelah puas menonton, mereka berdua langsung pulang karena memang sudah agak larut malam.
Sesaat sebelum pulang, Davin sempat bertemu dengan seseorang yang dikenalinya. Orang yang tidak pernah ia temui setelah beberapa tahun ini.
Seseorang itu mendekat dengan senyum miring,
"Akhirnya, kita bisa ketemu lagi ya, Dav?" Ucap seseorang itu dengan tangan terlipat di dada. Davin bergeming, sementara Fika menatap seseorang itu dengan tatapan bingung.
★★★★★★★★
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
METAMORFOSA [Completed]
Teen FictionPerasaan bisa bermetamorfosis juga kan? Dari yang awalnya biasa saja menjadi suatu hal yang sulit untuk diartikan. @teenlitindonesia