DUA PULUH SATU

128 11 0
                                    

Davin memakirkan motornya didepan rumah Fika. Dilihatnya gadis itu sudah siap dengan menggunakan seragam rapi nya.

Fika menghampiri cowok itu dengan terburu-buru, hingga hampir saja terjatuh akibat kakinya sendiri. Davin terkekeh melihat tingkah Fika.

"Ngapain kesini kak?" Tanya Fika sambil memegang kakinya yang sempat hampir terjatuh.

"Ngepel, ya jemput lo lah! Pake nanya lagi." Fika menaikkan sebelah alisnya, bingung. Davin yang sekarang tidak seperti Davin yang sebelumnya. Cowok itu mulai berbicara panjang, tidak singkat-singkat seperti biasanya. Kedua sudut bibir Fika terangkat, memperlihatkan senyumnya. Lalu, naik ke motor Davin.

✩✩✩✩✩✩✩

"DEMI APAA LO DI JEMPUT SAMA KAK DAVIN?" Suara cempreng Sheila dan segerombolannya menggema di seluruh penjuru kelas. Alhasil, semua teman-temannya bisa mendengar suara Tasya yang suaranya melebihi toa.

"Oh my god, kok bisa sih Fik?" Tanya Tiara. Memang, berita tentang Fika yang berangkat bareng Davin menyebar luas. Hampir semua pokok pembicaraan, membahas tentang dirinya. Ada yang berbicara tidak suka kepadanya, men-judge dirinya atau apapun itu, Fika mencoba tidak peduli.

"Bisa lah, buktinya tadi dia di jemput sama kak Davin." Sahut Tasya yang sedari tadi fokus bermain games di ponselnya.

"Iya juga sih." Jawab Tiara.

Obrolan mereka terhenti karena bel masuk sekolah telah berbunyi nyaring  dan mereka duduk di tempatnya masing-masing.

                          ✩✩✩✩✩✩

Fika masih sibuk dengan pena nya dan sebuah buku tebal berisi rumus-rumus dan angka. Tangannya menari di atas sebuah buku mencoba mencari jawaban dari salah satu soal yang tertera pada buku tebal itu. Berkali-kali juga ia mendengus pelan, karena tak kunjung menemukan jawabannya.

Mungkin Fika yang terlalu sibuk, sampai tak menyadari ada seseorang yang menghampirinya. Seseorang itu menempelkan satu botol air mineral ke pipi Fika, membuat cewek itu berjengit kaget.

Nyes..

"Eh?" Kaget Fika ketika cowok itu sudah duduk manis di sampingnya. Cowok itu menyodorkan air mineral tadi.

"Di minum, gih!"

"Makasih, kak." Ucap Fika lalu meminum minuman pemberian cowok itu.

"Tumben tadi berangkat bareng Davin?" Tanya cowok itu. Ya, cowok itu adalah Gino. Fika sendiri pun tak mengerti kenapa cowok itu tiba-tiba ke kelasnya.

"Iya kak. Oya, kak Gino ke sini ada apa?"

"Oh, nggak. Tadi gue nggak sengaja lewat kelas lo. Eh, gue liat lo sendirian di kelas. Yaudah gue kesini deh." Alibi Gino.

Fika mengangguk-ngangguk mendengar penjelasan Gino. Biasanya di dekat kak Gino, ia merasakan jantungnya yang tidak normal. Tapi, kenapa sekarang seperti biasa saja?

"Lagi ngerjain apa?" Tanya Gino yang melirik ke buku yang tergeletak di meja Fika.

"Ini, ngerjain matematika. Buat PR sih sebenernya, tapi kerjain aja sekarang selagi bisa hehe."

"Oya, thanks ya kak buat minumnya. Gue ganti nggak nih uangnya?" Kata Fika setengah bercanda. Gino terkekeh.

"Nggak usah gue ikhlas, kok. Apa sih yang nggak buat lo." Jawab Gino di akhiri dengan kekehan.

                         ✩✩✩✩✩

"Lo abis darimana?" Tanya Davin ketika melihat Gino yang baru saja muncul. Saat ini mereka sedang berada di rooftop sekolah. Tempat itu nyaman, dan sejuk.

"Mau tau aja lo," balas Gino dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Davin mengerti, apa yang membuat sahabatnya ini senyum-senyum. Sejujurnya, Davin nyaman ketika berada di dekat Fika dan hanya  dengan gadis itu perasaan yang telah lenyap, muncul kembali semenjak kehadiran Fika. Apakah Davin akan terus menyangkal perasaan yang menggelitik itu?

"Wah, lo nyimpen rahasia apa Gi? Kagak bagi-bagi, senyum-senyum lagi. Jangan-jangan lo.." Fikri menggantungkan ucapannya dengan mata yang menyipit. Fikri berputar mengelilingi Gino yang menurut Fikri seperti orang kurang waras.

"Lo abis ngintipin cewek ya lo?!!"

PLETAK!!

"Awwws." Ringis Fikri.

"Sumpah ya Fik, otak lo perlu di sapu Fik!! Pikiran lo jorok banget, nuduh orang sembarangan lagi. Lo kali yang sering ngintipin cewek di kamar mandi!"

"Weits, jangan salah. Mata gue masih suci nih, belum ada noda."

"Cih, gaya lo Fik. Kemaren siapa yang bilang ngintipin cewek di kamar mandi? Sok suci lo!" Kata Gino.

"Ya ampun mas, kamu kok tega sama aku? Kemaren kamu bilang, kamu cinta sama aku? Kamu jahat mas, kamu jahat," Ucap Fikri mendramatisir, mengikuti gaya di film-film.

"Najis, muka lo Nyet!"

Sementara, Davin diam saja. Pikirannya terus menerawang apa yang akan terjadi kedepannya.

Davin merogoh saku celananya, mengambil benda pipih berwarna silver itu.

To : Fika bawel

Nanti pulang bareng.

Send.

Ia mengganti nama contact Fika di tambah dengan embel-embel 'bawel' memang benar, bukan?

Apakah ia akan jujur dengan kedua sahabatnya, yang jelas-jelas Gino menyukai Fika?

Entahlah.

Tapi, lebih baik jujur bukan? Daripada harus menikung sahabatnya sendiri.

"Gino!" Panggil Davin, Gino menoleh. Begitupun dengan Fikri.

"Gue mau ngomong--"

"Yaelah, Dav. Lo kan udah lagi ngomong." Potong Fikri dengan santai.

"Gue belom selesai ngomong, Nyet!" Kata Davin.

"Gue mau bilang, terutama ke lo Gi. Gue suka sama Fika, dan gue nggak tau kapan rasa ini muncul."

Gino bergeming, menatap Davin dengan datar. Pengakuan Davin, sungguh mengejutkannya. Pantas, perlakuan Davin ke Fika itu beda. Bisa terlihat dari sorot matanya.

"Gue mau kita bersaing secara sehat, daripada gue tikung sahabat gue sendiri kan?"













                         ★★★★★★

                                TBC

METAMORFOSA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang